tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti realisasi impor Indonesia tahun 2018 yang lebih tinggi dibandingkan ekspor. Hal ini jadi perhatian serius pemerintah lantaran hal tersebut terus membuat neraca dagang Indonesia tekor sepanjang tahun.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyampaikan, impor hingga November 2018 mencapai 173,3 miliar dolar AS atau tumbuh hingga 22,2 persen.
Angka itu tiga kali lipat lebih besar ketimbang ekspor yang hanya tumbuh sebesar 7,7 persen. Meski pun, kata dia, hal ini masih mungkin berubah hingga audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan selesai.
"Ini angka sampai tanggal 2 Januari. Angkanya akan terus ter-update sampai LKPP yang disampaikan BPK. Namun mungkin perubahan tidak akan signifikan," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (2/1/2019).
Dalam paparannya, ia menyebut ada tiga faktor yang mendorong pertumbuhan impor. Pertama, impor barang-barang modal dan bahan baku terkait kegiatan infrastruktur seperti, buldozer, crane, besi dan baja, serta alat angkutan sektor pertambangan.
Kedua, impor produk pangan dalam rangka stabilisasi bulan Ramadan dan Idul Fitri yang lebih awal serta menjaga pasokan.
Ketiga, impor migas meningkat seiring peningkatan harga minyak. "Meskipun dalam tiga bulan terakhir mengalami penurunan seiring penerapan mandatori B20 dan turunnya harga minyak dunia," kata Sri Mulyani.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto