tirto.id - Ulya (27) setiap hari menitipkan anak laki-lakinya yang berusia 3 tahun di rumah mertua, sementara ia dan sang suami bekerja memenuhi kebutuhan hidup. Sedari awal, Ulya memang tak menyewa pengasuh atau memasukkan anaknya ke daycare. Karena ia lebih percaya pada pola asuh yang diterapkan mertuanya.
“Enggak ada pilihan, saya kurang bisa percaya pembantu, takut [mereka] enggak fokus kerjanya,” katanya mengungkapkan alasan kepada Tirto.
Pilihan lain untuk menitipkan anak di daycare atau tempat penitipan anak (TPA) pun ditentang mertua dan suaminya. Alasannya klasik: jika masih ada keluarga sendiri, mengapa harus diurus oleh orang lain?
Namun, setelah tiga tahun ia menitipkan anak, Ulya mulai mendapati persoalan terkait pola asuh sang mertua. “Mereka sering menuruti kemauan cucu,” ujarnya lagi.
Karena perbedaan ideal dan praktik pola asuh yang diterapkan, terkadang Ulya bersitegang dengan mertuanya. Penyebabnya beragam. Mulai dari urusan jajan sampai perkara bermain gawai. Ia tak ingin anaknya menjadi terlalu manja. Sebaliknya, sang kakek-nenek ingin cucunya “lengket” pada mereka.
Ulya adalah contoh orangtua yang memilih anak-anak diasuh oleh kakek-neneknya. Pertimbangannya, selain keamanan dan kepercayaan, tentu faktor ekonomis. Orangtua tak perlu mengeluarkan biaya untuk menggaji pengasuh.
Baca juga:Peraturan yang Wajib Diperhatikan dalam Mengasuh Anak
Karenanya menitipkan anak pada kakek-neneknya menjadi pilihan yang masuk akal, banyak waktu efektif anak lebih banyak bersama kakek-neneknya dibanding dengan orangtua. Jika dalam satu hari, orangtua bekerja selama delapan jam, berarti, setidaknya dalam seminggu anak menghabiskan waktu 40 jam bersama kakek-neneknya. Belum lagi jika angka itu ditambah waktu tempuh perjalanan kantor-rumah.
Di luar negeri, menitipkan anak pada kakek-nenek pun umum dilakukan, meski waktunya tak seperti pada orangtua bekerja di Indonesia. Angka dari Avon Longitudinal Study of Parents and Children (ALSPAC) mencatat 44 persen anak-anak di Bristol, Inggris Raya, sekarang diasuh secara teratur oleh kakek-neneknya selama 10 jam dalam seminggu.
Karena waktu lebih banyak dihabiskan dengan kakek-neneknya, pola asuh kakek-nenek pun berpengaruh pada anak-anak. Sayang, secara umum, tak semua pola asuh itu bagi anak. Stephanie A. Chambers, dkk dalam Jurnal PLOS One 2017 meninjau 56 penelitian dari 18 negara mengenai efek asuh kakek-nenek kepada cucunya. Mereka menemukan fakta bahwa kakek-nenek seringkali memberikan makanan atau minuman manis dan tak sehat.
Selain itu, mereka juga kurang mendorong aktivitas fisik anak. Mereka takut cucunya hilang saat bermain di luar. Maka, mereka pun lebih sering mengurung cucu di rumah. Kebiasaan buruk lain yang juga sering dilakukan kakek adalah merokok di dekat cucu mereka.
Baca juga:
Sebagai peneliti utama riset, Chambers mengatakan perlu ada kampanye kesehatan khusus yang menyasar pada kakek-nenek sebagai pengasuh anak. Mereka harus diperingatkan sejak dini mengenai bahaya pola asuh yang diterapkan pada kesehatan cucunya. Sebab, gaya hidup buruk sang cucu sangat mungkin dilakukan hingga ia dewasa dan memunculkan ragam penyakit karenanya.“Paparan rokok dapat meningkatkan risiko kanker anak. Sementara itu, makanan tak sehat berpengaruh pada obesitas,” katanya seperti dikutip Telegraph.
Baca juga:
Aktris kenamaan Maureen Lipman yang telah memiliki dua cucu mengakui salah satu kebiasaan buruk tersebut. Ia mengatakan tugas dari kakek-nenek adalah memanjakan cucu mereka, sehingga Lipman seringkali menyimpan kalkun spesial dan kue-kue manis untuk kedua cucunya.
“Ada dua pasang kakek-nenek, tentu Anda tak ingin menjadi pihak yang tidak memberi kue enak,” katanya kepada BBC. Ia mengingatkan bahwa sebagai kakek-nenek, diam-diam ada persaingan dengan pasangan besannya.
Agar Pola Asuh Kakek-Nenek Tetap Berkualitas
Meski risetnya menunjukkan dampak buruk pola asuh kakek-nenek terhadap kesehatan cucu, menurut Chambers, sebenarnya banyak kakek-nenek tak mengetahui atau tak sengaja memilih pola asuh buruk saat mengurus cucunya. Maka, orangtua sebaiknya perlu tetap berperan dalam pengasuhan dan memberi batasan pola asuh.
Artikel Katherine Lewis di The Spruce menulis bagaimana cara meminimalkan efek buruk tersebut. Salah satunya adalah menetapkan aturan dasar saat menitipkan anak. Selain itu, kakek-nenek perlu diberi ketentuan kapan cucunya perlu makan dan tidur, berapa lama menonton TV, berapa banyak makan makanan ringan yang dapat dikonsumsi, dan hal-hal lain yang dianggap penting. Namun, Anda tetap harus menegosiasikan ketentuan-ketentuan itu dengan cara yang baik, agar tak menyinggung perasaan mereka.
Baca juga:Risiko Kecanduan Gawai pada Anak
Perlu diingat, sangat mungkin terdapat perbedaan pola asuh antara orangtua dan kakek-nenek. Orangtua juga jangan terlalu keras terhadap hal-hal yang dianggap kesalahan kecil. Apalagi jika hal-hal itu tak berdampak bagi anak. Jika terlalu banyak hal yang dikritik, kakek-nenek bisa tersinggung dan enggan mengasuh lagi.
Bagaimanapun, mereka sudah berkorban banyak tenaga, waktu, bahkan uang, saat mengurus cucu-cucunya. Menurut Lucy Peake, Direktur Eksekutif Grandparents Plus (lembaga amal di Inggris yang fokus melakukan kampanye dan galangan dana bagi orang lanjut usia), kakek-nenek sangat berjasa karena menjadi tempat penitipan anak yang terbesar di Inggris. Sudah selayaknya mereka dihargai dan lebih didukung oleh para orangtua.
“Beruntung anak-anak mereka jadi bisa memiliki hubungan dekat dengan kakek-neneknya,” kata Peake seperti dikutip BBC.
Menyoal kebiasaan tak sehat yang mungkin ditularkan kepada anak, ia menyarankan orangtua agar berbagi informasi kesehatan dengan kakek-neneknya. Terakhir, pertimbangkan untuk mengucapkan rasa terima kasih terhadap pertolongan yang mereka berikan. Caranya bisa dengan membayar belanja bulanan atau mengajak liburan bersama.
Tak bisa dipungkiri, tanpa kakek-nenek yang mau mengurus cucunya, banyak orangtua tak bisa bekerja dengan tenang. Apalagi jika Anda termasuk orangtua yang enggan menitipkan anak pada pengasuh atau lembaga penitipan.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani