tirto.id - Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi meminta pelaksanaan jembatan timbang mulai digitalisasi untuk mengurangi kekeliruan manusia atau human error. Budi mengatakan teknologi informasi (TI) harus hadir sebagai sistem baru dalam monitoring dan pemeriksaan.
"Apabila itu [jembatan timbang] dilakukan secara manual menggunakan mata manusia seperti sekarang, yang terjadi adalah pengulangan-pengulangan kekecewaan kita terhadap timbangan itu," ujar Budi di kantor Surveyor Jakarta pada Jumat (19/10/2018).
Dia mengatakan Surveyor Indonesia, perusahaan yang dipilih Kementerian Perhubungan sebagai pendamping pengelolaan jembatan timbang (Unit Pelaksanaan Penimbangan Kendaraan Bermotor/UPPKB), tentu harus melakukan digitalisasi.
"Surveyor Indonesia paling tidak ada dua kesempatan yang bisa saya berikan untuk digitalisasi yaitu jembatan timbang dan sertifikasi kapal. Nah kalau itu bisa dilakukan dengan cara-cara yang baru, meninggalkan zona comfort yang lama," ujarnya.
Apabila ada kecurangan bisa langsung terekam dan pemerintah pusat dapat kemudian melakukan tindakan-tindakan tertentu bagi pihak yang melakukan tindakan tidak pelanggaran.
Kepala Divisi Bisnis Penguatan Institusi dan Kelembagaan, Firza Mahdar mengatakan Surveyor Indonesia akan mempersiapkan diri untuk memenuhi permintaan Menteri Perhubungan.
"Sekarang kami dari Surveyor Indonesia seperti pesan Pak Menteri era digitalisasi sekarang mengembangkan format digital form. Jadi pencatatan data-data truk yang masuk jembatan timbang maupun muatannya sudah melalui elektronik dan nantinya langsung masuk ke data base. Maka, tidak akan ada intervensi orang lagi dan transparansi mulai bisa kami tingkatkan," ungkap Firza.
Sejauh ini, operasional jembatan timbang yang dilakukan Surveyor Indonesia bersama dengan Kementerian Perhubungan diklaim sudah berjalan cukup baik dengan cara manual. Kendala penertiban truk yang kelebihan dimensi dan muatan (over dimenssion and over loading/ODOL) sejauh ini sudah diatasi dengan melakukan pendekatan sosial kebudayaan.
"Pada awalnya sih ada kendala, tapi kata Pak Menteri gimana cara cerdas kami mengatasi hambatan-hambatan dengan cara sopan santun mengkomunikasikan dan menerapkan aturan yang kami punya," ucapnya.
Menurutnya, aturan tidak bisa ditegakkan serta-merta dengan terlalu keras, tanpa ada pendekatan yang menyesuaikan kultur daerah setempat.
"Kan masing-masing daerah yang kami hadapi kan karakternya beda-beda ya. Umpamanya di Jawa Barat mungkin agak lembut komunikasinya. Kami rekrut orang-orang lokal di sana jadi untuk bisa mudah menerapkan aturan, bahasa komunikasinya itu lho lebih enak," ucapnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Dipna Videlia Putsanra