tirto.id - PT Global Mediacom Tbk (BMTR) digugat pailit oleh KT Corporation di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Gugatan pailit terdaftar dengan nomor 33/Pdt.Sus-Pailit/2020/PN Niaga Jkt.Pst tertanggal 28 Juli 2020.
"Menyatakan PT Global Mediacom Tbk, beralamat di MNC Tower lantai 27, Jl. Kebon Sirih No. 17-19, Jakarta 10340 (Termohon Pailit) pailit dengan segala akibat hukumnya," demikian bunyi petitum.
Global Mediacom adalah perusahaan milik taipan Hary Tanoesoedibjo, yang dalam situsnya mengklaim diri sebagai "grup media terbesar dan paling terintegrasi di Asia Tenggara." Merek yang berada di bawah naungan mereka salah satunya RCTI.
Sementara KT Corporation mengklaim sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar di Korea Selatan, dikutip dari laman resmi. Saat ini mereka telah mengoperasikan jaringan 5G. Perusahaan ini berkantor pusat di 90 Bulljeong-ro (206 Jungja-dong), Bundang-gu, Seongnam-city, Gyeong Gi-Do, Korea Selatan.
Sidang pertama telah digelar pada Rabu 5 Agustus lalu. Sidang berikutnya digelar hari ini, 12 Agustus, pukul 9.30, dengan agenda legal standing pemohon pailit dan termohon pailit sekaligus jawaban termohon pailit.
Runutan Sengketa
Mengutip keterangan resmi di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), kasus ini berawal dari put and call option agreement alias perjanjian opsi tanggal 9 Juni 2006. Dalam perjanjian itu, Global Mediacom sepakat membeli saham PT Mobile-8 Telecom--kini bernama PT Smartfren Telecom Tbk (FREN).
Empat tahun kemudian, pada 2010, PT Bhakti Investama Tbk menggugat Global Mediacom. Bhakti Investama tidak lain adalah pemegang saham Global Mediacom sebesar 51,27 persen. Gugatan diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor 431/Pdt.G/2010/PN.JKT.
Dalam gugatan yang sama Bhakti Investama juga menyeret perusahaan lain, salah satunya KT Corporation. KT Corporation diseret karena mereka menanam duit 10 miliar dolar AS ke Mobile-8 Telecom pada Oktober 2003.
Bhakti Investama menganggap para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait perjanjian opsi Mobile-8 Telecom. Dalam perjanjian opsi itu Global Mediacom harus membeli 404.611.912 lembar saham Mobile-8 Telecom dengan harga Rp247 per saham sebelum initial public offering (IPO) pada 6 Mei 2009.
Ternyata saat melantai, harganya hanya Rp50 per lembar. Bhakti Investama menilai tergugat memperoleh keuntungan dalam jumlah besar yang tidak wajar.
Harga saham tak juga membaik bahkan setahun setelah perkara bergulir di persidangan. Karenanya Global Mediacom tidak mau melaksanakan perjanjian opsi.
KT Corporation tentu tak terima. Mereka lantas menggugat ke arbitrase internasional. Di sana Global Mediacom kalah pada 18 November 2010. Mereka wajib membeli saham dengan jumlah lembar sebagaimana tertera di perjanjian opsi, yang nilainya mencapai 13,85 juta dolar AS--belum terhitung bunga mulai 6 Juli 2009 hingga pembayaran dilakukan, 731.642 dolar AS untuk biaya hukum dan lain-lain, serta 238.000 dolar AS sebagai biaya arbitrase.
Putusan tersebut baru dapat dilaksanakan apabila telah memperoleh putusan pelaksanaan dari pengadilan di Indonesia.
Pada 29 Juli 2015, Global Mediacom telah menerima pemberitahuan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun saat itu eksekusi pembelian saham harus ditunda karena ada proses pengadilan lain yang terkait masih berlangsung, yaitu sidang tentang sah atau tidaknya perjanjian opsi yang diteken 2006 lalu.
Global Mediacom mengajukan pembatalan perjanjian tersebut dengan alasan itu bertentangan dengan aturan yang berlaku dan tidak ada persetujuan komisaris.
Upaya pembatalan perjanjian berhasil. Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 97/Pdt.G/2017/PN.Jak.Sel tanggal 4 Mei 2017, perjanjian put and call pembelian saham Mobile-8 Telecom dibatalkan.
Setelah keputusan itu, Global Mediacom merasa tak perlu lagi melaksanakan pembelian saham.
KT Corporation tak terima. Mereka lantas mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Permohonan mereka ditolak berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 104PK/Pdt.G/2019 tanggal 27 Maret 2019.
Gugatan pailit ini adalah upaya terkini KT Corporation setelah gugatan-gugatan sebelumnya gagal.
Selain menghadapi gugatan di pengadilan, Global Mediacom juga berencana melaporkan KT Corporation ke polisi atas dugaan "pencemaran nama baik," kata Direktur dan Chief Legal Counsel Global Mediacom Christophorus Taufik Siswandi, Senin (3/8/2020) lalu. Ia juga mengatakan gugatan ini tampak hanya seperti "upaya mencari sensasi di tengah pandemi."
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino