Menuju konten utama

Mengubah Peta Bisnis Rokok Elektrik dengan Cukai 57%

Rokok elektrik atau vapor/vape akan dikenakan cukai mulai tahun depan. Namun, potensi penerimaan yang akan didapat sangat tipis.

Mengubah Peta Bisnis Rokok Elektrik dengan Cukai 57%
Ilustrasi Vape. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Pemerintah berniat mengenakan tarif cukai sebesar 57 persen untuk cairan rokok elektrik 1 Juli 2018. Selain untuk menambah pemasukan negara, pengenaan cukai tersebut diharapkan mampu meredam penggunaan vape sehingga tidak lagi terjangkau oleh anak-anak.

Meski nantinya harga vape akan lebih mahal, akan tetapi para pengusaha merasa tidak khawatir pangsa pasarnya akan tergerus. Mereka justru yakin pengguna vape akan terus bertambah. Anton, pemilik toko vape di kawasan Jakarta selatan, mengaku tidak khawatir meski cairan rokok elektrik atau vape menjadi lebih mahal di tangan konsumen. Menurutnya, pangsa pasar vape masih berpeluang untuk tetap tumbuh.

“Saya pikir vaping tidak akan ditinggalkan pelanggan. Likuid maupun alatnya masih akan dibeli. Rata-rata penjualan masih bagus lah, meski memang agak menurun karena daya beli saat ini juga sedang turun,” katanya kepada Tirto.

Andi, warga Depok salah satu konsumen vape sejak 2013 mengaku masih akan mengisap vape, meski harga likuid naik hingga 50 persen lebih.

Menurutnya, kenaikan harga cairan vape hingga 50 persen itu kurang lebih sama dengan biaya yang biasa dikeluarkannya ketika masih mengisap rokok konvensional. Oleh karena itu, vape masih menjadi pilihannya.

“Paling berat di awal aja. Namun, ke sananya kurang lebih sama lah. Jadi masih mending vaping ketimbang rokok batangan. Saya kalau isap rokok sudah enggak kuat. Pasti langsung sakit dada,” tuturnya kepada Tirto.

Saat ini, permintaan vape memang terus tumbuh. Hal ini ditandai dengan jumlah toko vape kian bermunculan di kota-kota besar di Indonesia. Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) mencatat sedikitnya sudah ada 3.500 toko vape yang ada di dalam negeri sebagai konsekuensi dari bisnis vape sedang tumbuh.

Namun, bisnis vape tidak mulus. Pada 2013, permintaan vape mengalami kenaikan pesat. Pada tahun berikutnya, permintaan vape malah merosot hingga ke titik terendah karena berita miring mengenai dampak negatif vape.

Pada 2015-2016, bisnis vape mulai merangkak naik. Hal itu sejalan dengan bertambahnya pelanggan dari anak-anak muda berusia 20-30 tahun. Salah satu toko vape di Fatmawati, Jakarta bahkan bisa menjual 30-40 botol (per botol 60 ml) dan 5-10 mod per hari.

Baca juga: Sedapnya Aroma Bisnis Rokok Elektrik

Infografik Dulu dibakar kini di charge

Pada 2017, bisnis vape terus berkembang. Jumlah penggunanya terus bertambah. Di Jakarta, sedikitnya diperkirakan ada 40.000 pengguna vape. Konsumsi cairan vape saat ini juga sudah menembus 40.000 botol per bulan.

Di tengah vape yang sedang naik daun, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 146/PMK.010/2017 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, rokok elektrik masuk dalam kategori hasil pengolahan tembakau lainnya, sehingga dikenakan cukai sebesar 57 persen dari harga cairan vape per mililiter.

"Bahan dasar dari rokok jenis (elektrik) adalah cairan dari tembakau, sehingga tentunya ini objek dari UU Cukai yang konsumsinya masih harus dikenakan cukai," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi dikutip dari Antara.

Lantas seberapa besar potensi penerimaan dari cukai vape tersebut?

Bila menghitung harga cairan vape buatan lokal seharga Rp100.000-Rp180.000 per botol, dengan cukai 57 persen, maka masing-masing harga yang kena cukai adalah Rp57.000 dan Rp102.600 per botol. Ada dua hal konsekuensi dari tarif cukai ini, harga cairan vape jadi lebih mahal di tangan konsumen dan kas negara sedikit bertambah.

Bila menghitung proyeksi konsumsi cairan sebanyak 40.000 botol per bulan di seluruh Indonesia, maka penerimaan negara dari cukai vape diperkirakan sekitar Rp27,36 miliar-Rp49,2 miliar per tahun.

Bila dibandingkan dengan cukai dari hasil tembakau lain, jelas bedanya sangat tajam. Penerimaan cukai dari hasil tembakau pada 2016 mencapai Rp137,93 triliun, naik 12 persen dari realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp123,20 triliun.

Meski begitu, peluang penerimaan dari cukai vape untuk membesar masih sangat terbuka. Pasalnya, perkembangan bisnis vape saat ini dianggap belum maksimal lantaran terkendala payung hukum.

“Karena belum ada aturan yang mengatur bisnis vape ini, pelaku bisnis seringkali kesulitan menjalankan bisnisnya, apalagi jika menyangkut legal formal,” ujar Rhomedal, Ketua Divisi Humas APVI kepada Tirto.

Ia mengatakan dengan adanya cukai untuk cairan vape, maka ini sebagai tanda bahwa pemerintah akan melegalkan vape. Dengan bisnis yang legal tersebut, penetrasi vape juga akan lebih masif ketimbang tahun-tahun sebelumnya.

Ia memperkirakan tidak menutup kemungkinan mod atau cairan vape bisa dijual di toko atau ritel modern. Bila sekarang, mod dan cairan vape dijual melalui toko khusus atau toko online.

“Wajah dari industri vape bakal jauh berubah di masa mendatang. Bisa jadi vape nantinya akan punya SNI-nya [standar nasional indonesia] sendiri. Makanya, kami harap pemerintah bisa mengajak para asosiasi agar standarnya baik,” kata Rhomedal.

Bikin Khawatir Rokok Konvensional

Perkembangan vape di Tanah Air membuat gundah para pelaku usaha rokok konvensional, di antaranya adalah Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri). Rokok batang atau konvensional memang juga sedang menghadapi kebijakan kenaikan tarif cukai mulai awal tahun depan. Rata-rata cukai yang akan berlaku sebesar 10,4 persen pada 2018.

Baca juga: Cukai Rokok Naik Jadi 10,04% Mulai 1 Januari 2018

“Industri farmasi multinasional lah yang gencar mengkampanyekan gerakan anti tembakau berdalih kesehatan. Tapi kami yakin, masyarakat Indonesia sudah cerdas, dan sulit untuk dibohongi,” kata Ismanu Soemiran, Ketua Gappri.

Vape juga ditentang Menteri Kesehatan Nila Moeloek. Menteri yang ahli oftalmologi atau ilmu penyakit mata ini menilai mengonsumsi asap dari rokok elektrik sama bahayanya dengan rokok tembakau.

Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia memiliki pendapat lain. YPKP menilai rokok elektrik justru memiliki potensi risiko yang lebih rendah daripada rokok konvensional.

Baca juga: Vape atau Rokok Tembakau, Tidak Ada yang Tidak Berbahaya

“Bahaya rokok bukan di nikotin, tapi pada proses pembakaran tembakau yang menghasilkan TAR dan komponen asap lainnya. Hal itulah yang membuat kanker paru, penyakit jantung, dan emfisema,” kata Peneliti YPKP Dr. Amaliya dikutip dari Antara.

Pro dan kontra rokok elektrik memang masih bermunculan. Yang pasti, melihat jumlah perokok di Indonesia yang mencapai 27 juta orang, potensi pasar yang bisa digarap vape memang sangat besar. Cukai yang didapat dari vape memang belum signifikan. Namun, ada tujuan yang lebih penting dari pengenaan cukai yang tinggi ini, yakni guna menghindari penyalahgunaan vape, terutama oleh anak-anak dan remaja.

Baca juga artikel terkait CUKAI atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Ringkang Gumiwang
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra