tirto.id - Ia mengenalkan dirinya sebagai Simeon Egi Perdana. Lelaki gempal berkacamata dengan rambut cepak itu menceritakan tentang bisnisnya. Sudah empat tahun ia menjalankan perusahaannya di bawah bendera PT Rajawali Siaga. Di situ, ia menjabat sebagai direktur operasional.
“Kami termasuk penyedia jasa pengamanan yaitu satpam dan konsultasi keamanan, sehingga mendapatkan izin dari Mabes Polri,” katanya.
Dengan moto mengubah sampah masyarakat menjadi rabuk bangsa, PT Rajawali Siaga kini memiliki lebih dari 500 orang anggota untuk berbagai jenis jasa pengamanan. Latar belakang personel bodyguard juga bisa beragam.
“Personel kami ada yang mantan atlet, anggota ormas, dan sampah masyarakat (napi),” jelasnya.
Dari angka 500 itu sebenarnya hanya ada 100 orang yang aktif sebagai satuan pengamanan (satpam). Sisanya, anggota non aktif yang bisa dikontak kapan saja jika ada klien membutuhkan.
“Rata-rata klien dari kalangan menengah ke atas,” jelas Egi.
Egi menuturkan sudah hal lumrah ketika ada konser artis di Yogyakarta, perusahaannya dipilih untuk menjaga mereka. Siapa artis itu? “Itu SOP [standar operasional], kami nggak bisa ngasih info secara detail,” jelasnya.
Seperti diketahui, artis membutuhkan jasa pengamanan khusus untuk memastikan mereka aman dari intaian "Paparazzi" atau fans nakal. Namun, mereka tak ingin dikawal polisi. Alasannya sederhana, mereka bisa tetap aman tapi nyaman.
Bukan hanya artis atau ibu-ibu sosialita, istri pejabat juga butuh jasa ini. Untuk mengawal klien jenis ini, bodyguard perempuan akan disamarkan sebagai sekretaris. “Mereka tidak ingin dikawal perempuan yang nampak garang, mereka justru memilih perempuan yang nampak feminim namun bisa siap siaga,” bebernya.
Kebutuhan klien akan jumlah bodyguard tidak hanya satu, bisa lima hingga sepuluh orang dalam sekali permintaan. “Tergantung kebutuhan,” katanya.
Egi menjelaskan personal protector atau pengamanan personal seperti itu biasanya harus memiliki keahlian khusus. Setidaknya taktis, cerdas, intelek setingkat sarjana sehingga bisa melayani dan mengimbangi kebutuhan klien.
Selain personal protector, perusahaanya juga menyediakan jasa pengamanan tim. Kliennya berasal dari pemimpin perusahaan dan pejabat negara seperti bupati, gubernur, atau anggota dewan. Ia mengaku tidak pilih-pilih. Perusahaan akan menerima klien yang mampu memenuhi ketentuan kontrak.
“Ini contoh, kita pernah mengawal secara melekat pada pemimpin Ormas berserban, kita tidak melihat Ormasnya, kita kawal ia sebagai klien VVIP,” katanya.
Profit Bisnis Bodyguard
Menurut Egi, syarat kontrak kerja sama pengamanan sederhana, klien hanya perlu sepakat dengan tarif yang ditawarkan. Tarif pun akan disesuaikan dengan keinginan klien. Semakin tinggi permintaan klien, akan semakin tinggi pula tarifnya.
Sistem kerja perusahaan ini dimulai dari klien yang datang membawa "masalah". Egi kemudian akan mempertimbangkan permintaan klien dari tingkat kerawanan risiko sampai kebutuhan personel yang proporsional untuk menuntaskan tugas.
Egi paling cepat butuh waktu satu hari untuk membuat keputusan. Setelah melakukan pertimbangan, Egi akan kembali menghubungi klien dan melakukan negosiasi harga. Bila klien sepakat, maka Egi akan mengirim beberapa orang untuk menyelesaikan tugas.
“Yang ringan itu kalau kasus ringan seperti mengondisikan hak asuh anak, paling tiga hari selesai,” katanya.
Dalam hal penentuan tarif, Egi mempertimbangkan kasus yang akan ditangani. Bila termasuk biasa atau ringan artinya tidak butuh banyak tenaga bodyguard dan tingkat intelegensi khusus, ia bisa pasang tarif antara Rp200.000-Rp500.000, per orang per hari. Sementara jika kebutuhannya untuk VIP dan VVIP, seperti tokoh politik, pejabat, atau pemimpin perusahaan, Egi pasang tarif antara Rp500.000-Rp1,5 juta per orang per hari.
Pertimbangan yang sama juga diterapkan dalam layanan secret service. Egi menjelaskan pada dasarnya kebutuhan terhadap layanan ini tidak dapat dipatok tarif. Namun, selama ini, rata-rata klien bersedia membayar di kisaran antara Rp1 juta-Rp5 juta untuk kasus-kasus ringan. Sementara klien dengan kasus berat, bersedia membayar hingga miliaran rupiah. “Perusahaan akan ambil profit 10-20 persen dari total nilai kontrak,” terangnya lagi.
Egi memang tak menjelaskan detail upah untuk anak buahnya setelah menjalankan tugas. Namun, Toto Trihamtoro, CEO PT Putratama Bhakti Satria (Protecom) di Jakarta menyampaikan personel bisa membawa pulang upah lebih dari upah minimum provinsi (UMP) Jakarta. “Bisa tiga kali lipat,” katanya via telepon kepada tirto.id, Kamis pekan ini.
Sementara Ketua Umum Asosiasi Badan Usaha Jasa Pengamanan Indonesia (Abujapi) Adi Mahfudz MH menyampaikan jasa pengamanan ini termasuk bisnis empuk meski berisiko tinggi. Ia menyampaikan semakin banyak masalah, akan semakin banyak klien yang membutuhkan jasa perusahaan penyedia bodyguard. Dengan demikian, jika dibandingkan jasa satpam, jasa bodyguard akan memberi banyak keuntungan.
“Lebih banyak keuntungan dari yang privat, karena ini bisnis risiko,” jelasnya
Meskipun demikian, kata Mahfudz, jasa bodyguard termasuk bisnis musiman, sehingga untuk menjaga agar perusahaan tidak kolaps dalam setahun, banyak perusahaan menjaga biaya operasional dengan menyediakan jasa satpam.
“Kalau saya dibagi, 60 persen harus mikro, grosiran saja, skala makro tidak jauh 30-40 persen,” kata Mahfudz, yang sekaligus direktur PT Esa Garda Pratama, salah satu perusahaan penyedia jasa keamanan di Jakarta.
Pendidikan Bodyguard
Sebagai bisnis yang berisiko tinggi, perusahaan harus menyiapkan personel yang terlatih dan siap menghadapi bahaya. Namun, karena pemilik perusahaan security rata-rata hanya pelaku bisnis, tentu tidak punya keahlian dalam hal teknik, maka perusahaan menjalin kerjasama dengan aparat kepolisian atau militer, salah satunya ialah TNI AD.
“TNI AD akan menjadi instruktur dalam diklat personel,” ujar Bagor Gamplong, Komandan Satuan dari perusahaan GAESS 88 Protect&Service.
Pelatihan yang bekerja sama dengan aparat ini diakui oleh Kombes Pol Muhammad Nazli, Kasubdit Binkamsa Ditbinmas Baharkam Polri. Ia mengakui, pendidikan khusus semacam itu akan disesuaikan dengan Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP).
“Bisa menyiapkan tenaga yang kita latih khusus untuk pengawalan VVIP,” kata Nazli.
Sementara itu ada juga perusahaan yang bekerja sama dengan Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres). Salah satunya Protecom. Perusahaan ini menggunakan kurikulum khusus dari Paspampres yang berstandar internasional untuk close protection.
“Kurikulum dari Paspampres itu standard internasional,” kata Toto yang saat ini menjabat sebagai Presiden dan Founder Asian Profesional Security Association (APSA).
Taktik Pengamanan di Lapangan
Toto menjelaskan untuk close protection di lapangan tim besar dipecah menjadi tiga tim; advance, pengawal, dan bodyguard. “Bodyguard harus selalu berada di antara klien dan bahaya,” jelasnya.
Hal ini, kata Toto, berbeda dengan cara pengamanan polisi. “Polisi itu fighting the crime, sementara security itu preventing the crime. Kan beda secara filosofinya. Makanya kelihatan dari cara menjaganya. Polisi tidak ada yang siaga, yang siaga adalah security-nya.”
Toto mencontohkan ketika mengawal mobil VIP. Teorinya VIP harus dijauhkan dari bahaya. Jika bahaya ada di kanan, VIP harus duduk di kiri, (sebaliknya). Supaya bahaya tidak datang dari kiri, maka mobil VIP di kanan, mobil pengawal agak masuk di sebelah kiri. “Jadi pakai teori-teori begitu, mana polisi tahu?” jelasnya.
Soal teknik di lapangan, masing-masing perusahaaan punya standar sendiri, tapi intinya sama: keselamatan klien. Sebagai contoh, Rajawali Siaga ketika melakukan pengamanan melekat personel akan mengikuti kemana pun klien pergi. Teknisnya, personel akan melindungi klien dari hotel sampai ke lokasi-lokasi yang akan dikunjunginya. Bahkan, jika harus menunggu di depan kamar kecil, personel harus melakukannya.
Bila yang dilipilih klien adalah pengamanan dalam jarak jauh, maka kewajiban personel adalah melakukan pengawalan dan pengamanan dari jarak jauh. Personel akan memposisikan diri agar klien tidak tahu kalau sedang dalam bahaya. “Kalau ada 'aksi' kita bereaksi cepat,” kata Egi.
Selama bertugas di lapangan, tiap-tiap personel dibekali dengan alat komunikasi standar seperti HT. Personel dari perusahaan Rajawali Siaga tidak diperbolehkan menggunakan alat yang berbahaya, pistol ataupun pisau. Personel disiapkan menjadi orang-orang yang mampu menggunakan benda apa saja di lokasi kejadian.
“Memang butuh jam terbang tinggi, dan harus mampu untuk bisa menggunakan tangan kosong,” terang Egi.
Berdasarkan standar operasional kerja, personel bodyguard juga tidak boleh gagal dalam menjalankan tugas. Apabila gagal dan harus menjalani proses hukum, perusahaan bisa melepas status keanggotaannya.
“Secara formal kami tidak akan mengakuinya,” aku Egi.
Ketika diinterogasi oleh aparat kepolisian yang menginginkan informasi dari klien tertentu, Egi mengatakan personel juga punya kewajiban untuk merahasiakan segala informasi tentang klien. “Lebih baik bilang tidak tahu,” katanya.
Hal ini ditekankan karena perusahaan juga terikat kontrak kerahasiaan identitas klien dan setiap urusan klien. Oleh karena itulah, personel yang gagal ini juga harus mampu ikut menjaga rahasia.
Personel yang mengalami proses hukum, akan dibiarkan menjalaninya sampai keluar dari penjara. Namun, setelah ia bebas dari penjara, ia tetap bisa dipanggil kembali. “Lepas pengakuan anggota terjadi hanya selama proses hukum sedang berjalan, perusahaan tidak mungkin melepas personel yang sudah tahu rahasia perusahaan,” kata Egi.
Dengan risiko tinggi seperti bisa dipenjara, terluka fatal sampai mati, personel bodyguard tidak difasilitasi asuransi jiwa. Oleh karena itu, personel wajib menjaga keselamatan pribadinya dengan kemampuannya sendiri.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Agung DH