tirto.id - Sejak awal 2016, pengembang asal Cina, Country Garden membangun kota baru Forest City. Kota baru ini berdiri di atas empat pulau buatan hasil reklamasi di wilayah Iskandar Malaysia yang berjarak 5 km dari Tuas, Singapura.
Lokasi empat pulau buatan itu akan dibangun berbagai gedung perkantoran, taman, hotel, toko, sekolah dan 250 ribu unit hunian. Program pembangunan kota baru adalah yang terbesar dari 60 proyek pembangunan di kawasan Iskandar, Malaysia.
Kawasan Iskandar adalah zona ekonomi khusus yang merupakan ambisi dari pemerintah Malaysia untuk mengubah hutan dan semak belukar menjadi pusat pertumbuhan baru. Bagi Malaysia, pengembangan zona khusus ini akan memberi keuntungan besar bagi ekonomi mereka.
Pengembangan Forest City akan menjiplak pembangunan kawasan integrasi Shenzhen di Cina. Kota yang berdekatan dengan Hong Kong itu awalnya hanya sebuah desa kecil lalu “disulap” menjadi salah satu pusat ekonomi Cina. Sehingga Iskandar dijuluki “Malaysia's Shenzhen” dan Forest City akan menjadi salah satu icon Iskandar. Di Indonesia, gagasan pembangunan kota baru bukan barang baru, salah satunya yang menjadi buah bibir adalah Meikarta, Bekasi, Jawa Barat.
Baca juga:Kota Baru dan Impian James Riady di Meikarta
Sebelum Forest City, sudah ada beberapa proyek pembangunan yang dibangun di wilayah itu. Country Garden telah membangun proyek Danga Bay. Pengembang lainnya Greenland Group juga membangun perkantoran, apartemen dan pertokoan di atas tanah seluas 128 hektar. Pengembang Guangzhou R&F Properties Co juga sudah memulai pembangunan tahap pertama untuk 3.000 unit hunian.
Singkat kata di kawasan ini sudah banyak hunian baru serta pertokoan dan perkantoran yang dibangun pengembang, tapi Country Garden optimistis dengan prospek Forest City. Biaya hidup yang tinggi termasuk untuk perkantoran menyebabkan beberapa perusahaan serta warga Singapura memilih pindah ke Iskandar. Forest City berdiri tepat di dekat garis perbatasan Malaysia-Singapura dianggap berpotensi untuk menjadi pilihan investasi bagi warga Singapura.
Forest City juga disebut-sebut akan menjadi kota ramah lingkungan pertama dan terbesar di Asia Tenggara dengan luas 3.425 hektar. Nilai investasi untuk membangun Forest City ditaksir mencapai 100 miliar dolar AS. Proyek kerja sama Cina dan Malaysia ini akan menjadi zona demonstrasi standar “One Belt One Road” di Asia Tenggara.
“Pengembang Cina melihat ini sebagai sebuah peluang. Banyak dari mereka mengatakan bahwa Iskandar sama seperti Shenzhen 10 tahun yang lalu,” kata Jonathan Lo, Manajer Valuasi CH Williams Talhar & Wong, broker properti yang berbasis di Johor Bahru.
Potensi Menjadi Kota Hantu
Forest City dan Iskandar Malaysia Zone bukanlah kota dan zona ekonomi pertama yang dibangun pengembang asal Cina di luar negeri. Cina sudah membangun beberapa zona ekonomi dan kota metropolitan seperti di Angola, Ethiopia dan Nigeria dengan tingkat keberhasilan yang tentu berbeda-beda.
Meski tampak berpengalaman, namun pengembang Cina juga banyak membangun kota hantu di Cina daratan. Seperti kota baru Tianducheng di Hangzhou yang dibangun mengikuti model Kota Paris lengkap dengan Menara Eiffel. Namun, kini menjadi kota tak berpenghuni alias "Kota Hantu".
Kota baru lain di Cina yang kemudian menjadi kota hantu yaitu Kangbashi New Area yang meniru Kota Dubai. Ada juga Zhengdong New Area, Wonderland Amusement Park yang hanya 45 menit dari Beijing dan Chenggong New Area yang kini menjadi kota hantu karena gagal menarik investor.
Baca juga:Jorjoran Promo Miliaran Rupian Proyek Meikarta
Hal ini membuat para ahli khawatir mega proyek Forest City yang terdengar begitu menjanjikan ini akan menjadi kota hantu apabila gagal menarik konsumen untuk menghuni kota tersebut. Apalagi pertumbuhan investasi di Malaysia sedang mengalami perlambatan.
Sedangkan nilai penjualan hunian di Malaysia juga turun sekitar 11 persen dibandingkan tahun lalu. Di Johor yang menjadi bagian dari Kawasan Iskandar Zone, nilai penjualan hunian bahkan terjun bebas hingga 32 persen. Sistem pasar Malaysia yang saling mempengaruhi, sehingga bisa menyebabkan penurunan penjualan di wilayah lainnya, terutama bila terjadi penurunan di Johor.
Dari segi konsumen, para investor atau pembeli hunian dari Cina akan sulit untuk melakukan transaksi karena harus dilakukan di Malaysia. Hal ini dapat mempengaruhi mata uang Yuan. Sejak 2014 pemerintah Cina menghabiskan 1 triliun dolar AS untuk menopang mata uang karena banyak pengusaha besar dan investor reguler yang mengalihkan uang ke luar negeri akibat khawatir dengan perlambatan ekonomi di Cina.
Sehingga pemerintah Cina kemudian menetapkan batasan baru terkait investasi warga Cina dan penggunaan kartu kredit di luar negeri. UnionPay sebagai BUMN Cina juga telah mengeluarkan aturan baru melarang pemegang kartunya untuk membeli properti di luar negeri.
Pada April 2017 misalnya dari hampir sekitar 60 pembeli hunian di Forest City yang mana 70 persen adalah orang Cina telah membatalkan investasinya. Meski warga Cina bukanlah satu-satunya target pasar Forest City, tapi negara dengan penduduk terbesar di dunia itu tetap menjadi konsumen potensial. Ini tentu mempengaruhi penjualan Forest City. Pada 2016, Country Garden hanya mampu menjual 15.000 unit dari 250.000 unit hunian di Forest City.
Baca juga: Cara Cina Lumpuhkan Tibet dengan Megaproyek
Di sisi lain Profesor Xu Yanzhou dari Institute of World Economics and Poitics di Chinese Academy of Social Sciences di Beijing menyatakan bahwa Forest City akan berhasil jika mampu memberi keuntungan bagi penduduk setempat.
Keuntungan itu tentu beragam sesuai dengan kebutuhan dari para calon investor. Selain dari segi ekonomi, tetapi juga dari segi sosial, pendidikan dan kesehatan. Jika itu tak tercipta maka kota metropolitan yang diimpikan akan berubah menjadi kota hantu.
Potensi lain bahwa mega proyek ini akan menjadi kota hantu menurut para ahli, meski laris terjual, ada kemungkinan banyak hunian itu hanya akan dijadikan sebagai investasi untuk masa tua. Bisa juga untuk anak-anak mereka. Sehingga huniannya akan dibiarkan kosong. Hal ini dapat membuat Forest City benar-benar menjadi kota hantu.
Pengembang Forest City harus bekerja keras untuk menarik investor. Ini karena untuk membangun kota baru tak semudah menggambar di atas kertas. Pengalaman Cina yang sudah membangun 500 "kota hantu" sejak 1970-an tentu jadi pelajaran berharga. Juga tentu jadi catatan penting bagi para pengembang di Indonesia.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Suhendra