tirto.id - Lighting/tata cahaya dan tata bunyi merupakan hal yang krusial dalam suatu pementasan.
Dalam buku Seni Budaya IX (2015) disebutkan, tata cahaya merupakan suatu sistem pengaturan sinar atau cahaya lampu untuk menerangi arena pementasan serta menimbulkan efek artistik.
Sedangkan, tata bunyi diartikan sebagai cara mengatur musik, efek bunyi, serta bunyi-bunyian untuk mendukung terciptanya suasana emosial yang tepat.
Tata Cahaya dalam Pementasan
Perancangan tata cahaya pada saat ini biasa dilakukan dengan menggunakan lampu-lampu listrik.
Dahulu, sebelum adanya listrik pengaturan tata cahaya dalam pementasan masih memanfaatkan sinar matahari sebagai penerangannya.
Kemudian, setelah manusia mengenal api sebagai sumber panas dan penerang, api digunakan manusia sebagai alat penerangan dalam pementasan.
Keterbatasan intensitas penerangan dari api justru menimbulkan efek yang indah terhadap gerak laku-pemain.
Penerangan dari unsur api juga memberikan efek magis dan mungkin sulit ditemui pada teater yang tidak menggunakan sistem penerangan ini.
Sebagai penerangan manual yang tidak memanfaatkan listrik, penerangan tata cahaya dengan api tentu tidak stabil.
Hal ini menimbulkan efek gerak dari lidah api akibat hembusan angin sehingga menimbulkan efek gelap-terang yang artistik.
Tata cahaya tentu diperlukan dalam pementasan, dan tujuan perancangan tata cahaya tersebut adalah untuk:
1. Menerangi dan menyinari pentas dan pemeran.
Penggunaan lampu bertujuan untuk memberi efek terang dan gelap dalam pementasan.
Menyinari merupakan cara menggunakan lampu untuk membuat bagian-bagian dari pentas sesuai dengan keadaan dramatik pemeran.
2. Memberi tanda efek cahaya alamiah.
Tata cahaya alamiah juga bisa dimanfaatkan untuk menentukan keadaan jam, musim, maupun cuaca.
3. memberikan gambaran dekor atau scenery untuk menambah warna sehingga muncul bayangan dan sinar yang menonjolkan fungsi dekorasi.
4. Tata cahaya juga membantu menciptakan suasana kejiwaan dalam pentas.
Tata Bunyi dalam Pementasan
Pemanfaatan tata bunyi dimaksudkan untuk membantu imajinasi penonton agar dapat membayangkan dan merasakan suasana kejadian dalam pementasan.
Pengaturan tata bunyi perlu memperhatikan beberapa hal, meliputi: dialog, efek bunyi, dan musik. Volume dari ketiga unsur tersebut perlu diperhatikan agar suatu pentas nyaman didengar dan dilihat.
Dalam hal ini, volume berfungsi sebagai spotlight untuk mempertimbangkan bunyi yang hendak diutamakan, seperti: efek bunyi, musik, dan dialog.
Efek bunyi dapat dihasilkankan dari berbagai hal, misalnya: alat musik, suara manusia, atau benda-benda di sekitar.
Meskipun demikian, penggunaan efek bunyi tidak bisa sembarangan, tetapi juga perlu mempertimbangkan kesesuaian dan tujuannya.
Beberapa cara sederhana membuat efek bunyi, sebagai berikut:
- Bunyi pintu. Saat membuka atau menutup pintu akan terdengar benturan daun pintu. Untuk membuat suara ini dapat dilakukan dengan cara membuat pintu dalam kotak kecil yang dilengkapi dengan gerendel. Jika didekatkan dengan microfon maka akan terdengar seperti suara pintu yang sesungguhnya.
- Bunyi jam dapat dibuat menggunakan kotak logam dan pensil atau bolpoin yang digerakkan ke kiri dan ke kanan.
- Bunyi halilintar didapatkan dengan cara menjatuhkan seng atau juga dengan cara memukulinya.
- Bunyi pesawat diperoleh dengan cara merekam pesawat terbang di lapangan. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan menyentuhkan lipatan karton tipis pada baling-baling kipas listrik dan dikeraskan dengan mikrofon. Dan masih banyak lagi hal yang dapat dilakukan dengan melakukan percobaan.
Musik yang baik dan tepat dapat membantu pemeran dalam membawakan warna dan emosi peran dalam adegan.
Selain itu, musik juga dapat digunakan sebagai awal dan akhir adegan atau sebagai jembatan antara adegan satu dengan adegan lainnya.
Penulis: Anisa Wakidah
Editor: Dhita Koesno