tirto.id - Kemunculan suara-suara di area bawah panggul seringkali membuat malu. Katakanlah saat kita sedang bersosialisasi, tiba-tiba ada bunyi kentut. Rata-rata, orang akan malu atau salah tingkah. Lalu, bagaimana jika ada nada ajaib keluar saat sedang bersanggama?
Kentut bukan cuma datang dari sistem pencernaan. Ada pula vaginal gas, yang biasa disebut queefing. Ia muncul saat ada udara yang terperangkap ke dalam vagina, lalu udara tersebut dilepaskan, sehingga menghasilkan suara yang mirip dengan kentut dari dubur. Bedanya, queefing tidak berbau.
Queefing Saat Seks
Menurut Healthline, kondisi ini sebenarnya adalah kejadian normal, apalagi saat sedang bersanggama. Ketika berhubungan seks, penis keluar-masuk vagina, dan saat itulah udara akan masuk. Karena aktivitas seks membuat otot penis tegang, maka ketika penis dilepaskan, gas yang terperangkap itu turut keluar dan menimbulkan bunyi yang sensasinya seperti gelembung.
Pada penelitian berjudul “Vaginal Flatus and the Associated Risk Factors in Iranian Women: A Main Research Article” (2012, PDF), Firoozeh Veisi bersama empat rekannya mencoba mencari penyebab kentut vagina. Mereka meneliti 1.000 perempuan berusia 18 hingga 80 tahun di Iran.
Dalam penelitian ini, mereka mencatat status perkawinan, indeks masa tubuh, berat bayi yang mereka lahirkan, serta peristiwa yang pernah mereka alami, seperti persalinan (normal dan caesar), histerektomi (prosedur pengangkatan rahim), atau rekonstruksi dasar panggul.
Mereka menemukan bahwa queefing lebih sering terjadi pada 188 responden dari penelitian ini (20%). Di penelitian ini, usia rata-rata responden yang mengalami kentut vagina adalah 34 tahun, dengan berat massa tubuh yang lebih rendah.
Berdasarkan penelitian tersebut, mereka menemukan tingginya kejadian queefing setelah berhubungan seks. Masalahnya, 92 persen responden yang mengalami hal ini merasa malu terhadap pasangan mereka.
Untuk mengatasinya, situs Every Day Health menyarankan pose yang tepat saat bercinta, yakni pose yang tidak melibatkan posisi bungkuk. Selain itu, mereka juga merekomendasikan untuk melakukan hubungan intim dengan gerakan yang lebih lambat agar udara tidak terperangkap.
Namun, ada juga responden yang belum pernah melakukan hubungan seks melaporkan peningkatan kejadian queefing. Veisi, dkk. menyimpulkan bahwa kentut vagina pada peserta yang masih perawan disebabkan aktivitas otot dasar panggul yang tidak terkoordinasi, misalnya ketika sedang yoga atau pilates.
Situs Every Day Health melaporkan, saat yoga atau pilates, kentut vagina sering terjadi saat sedang melakukan plow pose. Dalam kondisi ini, queefing juga tidak berbahaya. Mungkin hanya malu dengan anggota komunitas yoga Anda.
Disfungsi Dasar Panggul
Namun, queefing juga tidak bisa disepelekan, karena bisa jadi merupakan pertanda gejala disfungsi dasar panggul. Hal tersebut dibuktikan melalui studi yang dilakukan oleh Marijke C. Ph. Slieker-ten Hove bersama 6 koleganya (2009) yang berjudul “Vaginal Noise: Prevalence, Bother and Risk Factors in a General Female Population Aged 45-85 Years” (PDF).
Dalam penelitian tersebut, dilakukan observasi terhadap 2.921 populasi perempuan berusia 45 sampai 85 tahun. Hove, dkk. menyebar kuesioner yang diisi oleh 1397 perempuan, 800 peserta di antaranya dipilih untuk menjalankan pemeriksaan vagina.
Dari riset ini, para peneliti dari Belanda tersebut menemukan 12,8 persen perempuan yang menderita disfungsi dasar panggul memiliki gejala kentut vagina. Jumlah ini memang tak banyak, hanya satu per delapan dari jumlah responden seluruhnya. Dari jumlah tersebut, hanya 3,4 persen responden yang terganggu dengan kentut vagina itu. Bahkan, di penelitian itu, tak ada responden yang melaporkan gangguan aktivitas seksual akibat kentut vagina.
Studi ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Jeannine M. Miranne dan 3 rekannya yang berjudul “Prevalence and Resolution of Auditory Passage of Vaginal Air in Women With Pelvic Floor Disorder” (2015, PDF). Di sini, mereka menemukan bahwa 69 persen responden perempuan dengan disfungsi dasar panggul mengalami kentut vagina setidaknya dua kali dalam seminggu.
“Kentut vagina adalah kejadian umum pada perempuan dengan gangguan dasar panggul yang tidak terkait dengan prolaps organ panggul,” ujar Miranne, dkk. dalam hasil risetnya.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi kejadian kentut vagina, misalnya usia yang lebih muda dan status pramenopause. Usia rata-rata mereka yang mengalami kentut vagina adalah 52 tahun. Dalam penelitian tersebut, sebagian besar perempuan mengalami kentut vagina selama berhubungan seksual, tapi kejadian ini tak memengaruhi kualitas seksual mereka.
Situs Healthline menjabarkan disfungsi dasar panggul adalah ketidakmampuan untuk mengontrol otot-otot dasar panggul. Di tubuh, dasar panggul berfungsi seperti selempang yang digunakan untuk menopang organ panggul Anda, seprti kandung kemih, rektum, dan rahim atau prostat. Kontraksi dan relaksasi dari otot-otot di panggul ini bisa mengontrol gerakan usus, buang air kecil, dan pada perempuan, bisa berpengaruh terhadap hubungan seksual.
Gangguan ini tentu harus diobati agar otot-otot dasar panggul menjadi kendur dan mudah untuk melakukan gerakan usus. Beberapa alternatif penyembuhan dari kondisi ini adalah menggunakan obat-obatan, perawatan diri (menghindari mengejan saat buang air besar maupun kecil, yoga, mandi air hangat), hingga operasi.
Obervasi yang dilakukan Miranne, dkk. menunjukkan bahwa 65 persen peserta yang mengalami kentut vagina melaporkan bahwa operasi rekonstruksi panggul bisa mengurangi kejadian kentut vagina.
Editor: Maulida Sri Handayani