Menuju konten utama

Mengenal Proyek PLTU Riau 1 yang Menyeret Nama Idrus Marham

Idrus Marham mundur dari jabatan Menteri Sosial setelah mengaku jadi tersangka kasus korupsi pembangunan PLTU Riau 1.

Mengenal Proyek PLTU Riau 1 yang Menyeret Nama Idrus Marham
Mensos Idrus Marham memberikan keterangan kepada wartawan seusai menyerahkan surat pengunduran dirinya selaku Mensos kepada Presiden Jokowi di Kompleks Istana, Jakarta, Jumat (24/8). Idrus menyatakan mundur dari jabatannya setelah mendapat Surat Penyidikan dari KPK terkait kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Idrus Marham mundur. Jabatan Menteri Sosial hanya mampu dia emban selama tujuh bulan lewat beberapa hari. Penggantinya telah disiapkan: Agus Gumiwang Kartasasmita, yang juga politikus Golkar dan merupakan anggota DPR periode 2009-2014.

Idrus mundur bukan karena hendak nyaleg, bosan, atau lelah. Ia tak ingin lagi jadi orang nomor satu di instansi yang dibentuk pada 19 Agustus 1945 itu karena sudah mendapat surat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang isinya status dalam dugaan suap pembangunan PLTU Riau 1, kini naik ke penyidikan.

KPK sejauh ini belum menyatakan secara resmi apakah mantan Ketua Umum KNPI ini sudah menjadi tersangka atau masih saksi. Akan tetapi menurut pengakuan Idrus di Istana Negara, Jumat (24/8/2018) siang tadi, "pasti statusnya sudah tersangka".

Pada kesempatan yang sama, ia mengaku sengaja undur diri agar fungsi Kementerian Sosial tidak terganggu. Selain itu, katanya, pengunduran diri ini juga bagian dari tanggung jawab moral sebagai seorang pejabat.

Pesta Ultah Anak Idrus

Semua bermula pada Jumat, 13 Juli 2018, pukul 15.21. KPK menangkap Eni Maulani Saragih di rumah dinas Idrus Marham yang terletak di kompleks elite Widya Chandra. Idrus sedang menggelar pesta ulang tahun buat anaknya, dan Eni adalah salah satu tamu yang diundang.

Dalam operasi itu, KPK menyita Rp500 juta dan tanda terima penyerahan duit.

Sejak saat itu KPK berulang kali memanggil Idrus sebagai saksi. Tercatat tiga kali dia mendatangi KPK untuk dimintai keterangan: pada 19 Juli, 26 Juli, dan yang terakhir pada 15 Agustus. Pada kedatangannya yang pertama, Idrus mengaku kalau tersangka Eni dan tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo adalah temannya.

"Jadi ini semua teman saya, Johannes teman sudah lama kenal, Ibu Eni apalagi itu adik saya. Eni biasa saya panggil dinda, dia memanggil saya abang, Kotjo saya panggil abang, dia manggil saya abang," kata Idrus.

Pemanggilan selanjutnya pada 26 Juli. Idrus diperiksa delapan jam. Ada 20 pertanyaan yang diberikan penyidik, dan Idrus mengaku menjawab semua.

"Saya sudah jelaskan semua secara rinci," kata Idrus.

Tiga kali dipanggil, tiga kali pula Idrus tak menjawab secara memadai kepada para wartawan. Dia irit bicara.

LoI Bermasalah

Kasus PLTU Riau-1 dapat dirunut dari terlibatnya Blackgold Natural Resource Limited (Blackgold). Di perusahaan ini, Johannes diduga menjadi pemilik saham tapi kemudian dibantah Executive Chairman dan Chief Executive Officer Blackgold Natural Resources Limited, Philip Cecil Rickard.

Pada 24 Januari lalu, Blackgold mengumumkan menerima Letter of Intent (LoI) atau surat minat dari PLN dalam rangka perjanjian jual beli listrik atau power purchasment agreement (PPA). PPA menjadi penting bagi perusahaan yang hendak membangun pembangkit listrik swasta atau independent power producer (IPP) agar listriknya terjual ke PLN.

LoI inilah yang jadi pintu masuk KPK menelisik bau amis korupsi di PLTU Riau-1. Pada Desember 2017, atau sebulan sebelum LoI terbit, KPK menerima laporan penyerahan uang Rp 2 miliar kepada Eni Saragih, Wakil Ketua Komisi VII DPR–komisi yang membidangi masalah energi.

KPK menduga uang itu merupakan bagian dari commitment fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek. Uang diberikan oleh Johanes B. Kotjo selaku pemegang saham Blackgold kepada Eni.

Berselang dua bulan setelah LoI diteken, Johanes kembali mengirimkan uang Rp 2 miliar kepada Eni melalui stafnya pada Maret 2018. Empat bulan berselang, Johannes kembali melakukan hal yang sama, kali ini sebesar Rp 300 juta pada 8 Juni 2018, dan terakhir Rp 500 juta pada 13 Juli 2018.

"Eni diduga berperan memuluskan proyek penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU-1 Riau," ucap Basaria Panjaitan, Wakil Ketua KPK.

Sejauh ini, belum jelas bagaimana cara Eni memuluskan penandatanganan LoI. KPK masih terus menyelidiki, termasuk dengan menggeledah rumah Sofyan Basir, Direktur Utama PLN.

Pun dengan keterlibatan Idrus. Sejauh ini hanya diketahui kalau Idrus Marham sempat bertemu dengan para tersangka, juga Sofyan Basir. Hal ini dibuktikan lewat rekaman CCTV yang disita penyidik dari beberapa tempat terkait.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PLTU RIAU 1 atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Hukum
Reporter: Rio Apinino
Penulis: Rio Apinino
Editor: Mufti Sholih