tirto.id - Menteri Sosial Idrus Marham hari ini menjalani pemeriksaan selama 12 jam di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia baru keluar dari Gedung KPK pada Rabu malam (15/8/2018).
KPK memeriksa Idrus sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Meskipun menjalani proses pemeriksaan lumayan lama, Idrus enggan mengatakan kepada awak media perihal materi yang ditanyakan oleh penyidik KPK kepadanya. Ia hanya mengucapkan terima kasih kepada penyidik KPK yang telah meminta dirinya melengkapi keterangan.
"Jadi saya katakan pokoknya semua yang terkait, sudah saya jelaskan semua, jadi tanyakan ke penyidik," kata Idrus di Gedung KPK Jakarta usai menjalani pemeriksaan.
Sementara Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan penyidik sedang berupaya mendalami informasi soal pertemuan yang pernah terjadi antara Idrus dengan tersangka di kasus ini. Menurut dia, kepada Idrus, penyidik mengklarifikasi mengenai isi sekaligus dan sifat pertemuan tersebut.
"Jadi kami masih menggali, sebenarnya bagaimana proses persetujuan atau proses sampai dengan rencana penandatanganan kerja sama dalam proyek PLTU Riau 1," kata Febri.
Selain memeriksa Idrus, KPK juga memeriksa dua orang tersangka dalam kasus dugaan suap PLTU Riau-1, pada hari ini. Kedua tersangka tersebut ialah Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dan Pemegang Saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo.
Kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 13 Juli. Saat itu, KPK menangkap Eni Maulani Saragih di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham. Sebelumnya KPK telah menangkap Budisutrisno Kotjo. KPK sebenarnya sempat mengamankan 13 orang dalam OTT itu. Tapi, 11 orang lainnya hanya menjadi saksi.
KPK lalu menetapkan Eni sebagai tersangka penerima suap. Sementara Budisutrisno Kotjo tersangka pemberi suap. KPK menemukan bukti bahwa Eni menerima Rp500 juta dari Budisutrisno Kotjo.
Uang itu diduga bagian dari commitment fee sebesar 2,5 persen dari total nilai proyek, Rp4,8 miliar. Penerimaan uang itu diduga sudah keempat kalinya. Rinciannya, pada Desember 2017 ada pemberian Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, Juni 2018 Rp300 juta, dan terakhir Rp500 juta.
Eni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf A atau huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu Johannes dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf A atau huruf B atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom