tirto.id - Selama masa pandemi COVID-19, ketika banyak aktivitas beralih menjadi daring, waktu penggunaan gawai dan komputer naik drastis.
Dilansir dari Axios, bahkan kenaikan waktu layar atau screen time di kalangan anak usia 6 hingga 12 tahun meningkat sampai 50 persen.
Menghabiskan banyak waktu di internet ternyata membuat sebagian orang terjebak pada lingkaran negatif, yaitu menghabiskan banyak waktu untuk mencari berita buruk, membacanya, lalu menjadi cemas dan kesal, namun tetap saja penasaran untuk mencari tahu lagi.
Kegiatan itu dikenal dengan sebutan doomscrolling yang dipopulerkan baru-baru ini oleh Karen Ho, seorang reporter bisnis dari Quartz, yang sering mengeluarkan twit tentang doomscrolling.
"Hai, apakah kamu sedang melakukan doomscrolling? Saya tahu, hari-hari [di masa pendemi] terasa tidak jernih lagi. Kenapa tidak sejenak mengistirahatkan mata dan kesehatan mental Anda untuk malam ini saja?" tulis Karen Ho di Twitter-nya.
Kamus Merriam-Webster menuliskan bahwa doomscrolling atau doomsurfing merupakan istilah yang merujuk pada kecenderungan untuk melihat atau menelusuri berita negatif, meskipun berita itu menyedihkan, mengecewakan, atau membuat kita depresi.
Jika doomscrolling malah membuat banyak orang cemas, kesal, kecewa, hingga bahkan depresi, kenapa mereka tidak berhenti melakukan kegiatan ini?
Ternyata, doomscrolling adalah aktivitas yang membuat ketagihan. Kegiatan ini tidak dipantik oleh logika, melainkan dorongan primer yang berasal dari bagian paling primitif dari otak manusia yang dikenal sebagai sistem limbik.
Sistem limbik ini berkaitan dengan sistem emosi manusia. Individu, secara alami ingin tahu mengenai informasi bahaya agar ia lebih waspada, namun banjir informasi buruk yang tidak relevan malah memantik emosi negatif dan berefek negatif bagi kesehatan mental manusia.
"Setiap orang memiliki pertanyaan yang ingin ia jawab. Lalu, mengetahui jawaban itu dirasa membuat mereka merasa lebih baik," ujar Thea Gallagher, PsyD, asisten profesor di Pusat Perawatan dan Studi Kecemasan (CTSA).
"Namun, orang terus saja mencari informasi-informasi negatif itu, yang mereka pikir dapat membantu, nyatanya malah membuat mereka merasa lebih buruk lagi," tambahnya, dilansir dari Health.
Mengatasi Doomscrolling
Jika doomscrolling memiliki efek negatif bagi kesehatan mental manusia, lalu bagaimana mengatasinya?
Sebelum memutuskan untuk memutus lingkaran negatif dari doomscrolling, tentu saja seseorang harus sadar bahwa ia sudah melakukan kegiatan itu.
Setelah itu, renungkan dan introspeksi diri sejenak, apakah hal tersebut dapat membuat lebih baik dan lebih berpengetahuan? Atau malah membuat seseorang lebih cemas, kesal, atau hilang harapan?
Jika doomscrolling membuat Anda merasa lebih buruk dari sebelumnya, ada baiknya menerapkan beberapa tips berikut, sebagaimana dilansir dari npr.org:
1. Tetapkan batasan waktu
Dengan menetapkan batasan waktu untuk mencari dan membaca berita, Anda akan memiliki disiplin tertentu untuk tidak berlama-lama terjebak perilaku doomscrolling.
Jika perlu, batasan waktu itu dapat dibantu timer atau stopwatch. Solusi untuk doomscrolling bukan tidak membaca berita sama sekali, namun memberi batasan waktu, terutama batasan diri agar tidak terjerumus perilaku doomscrolling lagi.
2. Sadar mengenai tujuan membaca berita
Jika Anda membuka ponsel dan berselancar di internet, ingatkan diri Anda kenapa melakukan hal tersebut. Jika ingin membaca berita, informasi apa yang akan dicari.
Setelah berlalu beberapa saat, tanyakan lagi pada diri sendiri, apakah sudah menemukan hal yang dicari tadi, jangan sampai terlena membaca berita-berita yang tidak relevan dan tidak dibutuhkan.
3. Ganti lingkaran negatif itu menjadi kegiatan yang lebih bermanfaat
Daripada menghabiskan waktu untuk hal-hal yang membuat kesehatan mental kita terganggu, ada baiknya menggantinya dengan kegiatan positif lainnya.
Misalnya, dengan menghubungi teman lama, menjalin koneksi baru, atau ikut kursus daring yang ditawarkan lembaga-lembaga pendidikan atau lembaga pelatihan yang banyak tersebar di internet.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk membangun emosi positif, alih-alih menghabiskan waktu untuk merusak mental sendiri.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Yandri Daniel Damaledo