tirto.id - Cervical Root Syndrome adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja terutama kepada mereka yang terlalu lama duduk tanpa melakukan gerakan lainnya sehingga dapat menimbulkan cedera dan penyakit.
Lantas seperti apa penyebab dan cara mencegah Cervical Root Syndrome?
Dilansir Mayo Clinic, dalam berbagai penelitian, tak banyak di antaranya yang mengatakan bahwa duduk dalam jangka waktu lama dapat memicu sejumlah masalah kesehatan seperti obesitas, peningkatan tekanan darah, gula darah tinggi, kelebihan lemak, kadar kolesterol yang tidak sehat hingga membentuk sindrom metabolik.
Lebih dari itu, terlalu banyak duduk secara keseluruhan dan duduk dalam waktu yang lama juga disebut-sebut meningkatkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular dan kanker.
13 studi yang meneliti tentang waktu duduk dan tingkat aktivitas, menemukan bahwa mereka yang duduk selama lebih dari delapan jam sehari tanpa aktivitas fisik memiliki risiko kematian yang serupa dengan risiko kematian akibat obesitas dan merokok.
Para peneliti menemukan bahwa bagi mereka yang terlalu banyak duduk agar tak berujung penyakit atau cedera yakni dapat mengurangi waktu duduk serta diselingi dengan gerakan lainnya.
Beranjak dari hal tersebut, apa sebenarnya penyebab Cervical Root Syndrom dan bagaimana cara untuk mencegahnya?
Penyebab Cervical Root Syndrome (CRS)
Dilansir laman yankes.kemkes.go.id, Cervical Root Syndrome (CRS) adalah suatu kumpulan gejala akibat adanya iritasi atau penekanan radiks saraf cervical yang ditandai dengan adanya rasa nyeri pada leher yang menjalar ke bahu dan lengan.
Di samping itu, terdapat sejumlah penyebab Cervical Root Syndrome seperti radikulopati atau penjepitan pada daerah leher, hernia nucleus pilposis (HNP), spondilosis servikalis akibat proses degenerasi dan kesalahan postural.
Pada umumnya, penderita penyakit Cervical Root Syndrome ini akan mengeluhkan nyeri pada bagian tengkuk, kaku pada otot leher dengan penjalaran pada daerah lengan sesuai dengan radiks yang terkena.
Sementara itu, Medical Archives menjelaskan bahwa terdapat sejumlah penyebab Cervical Root Syndrome, di antaranya seperti usia, gaya hidup, konsumsi rokok, cedera leher, hingga faktor genetik.
Cara Pencegahan Cervical Root Syndrome (CRS)
Masih dikutip laman Yankes Kemkes, terdapat beberapa tes provokasi yang ditujukan untuk memeriksa adanya Cervical Root Syndrome atau tidak, di antaranya:
1. Tes Spurling
Tes yang pertama ini mengarahkan agar posisi leher diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan tekanan ke bawah pada puncak kepala.
Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi kepala.
Bila datang dengan nyeri, dilakukan distraksi servikal secara manual dengan cara pasien dalam posisi supinasi kemudian dilakukan distraksi leher secara perlahan. Hasil dinyatakan positif apabila nyeri servikal berkurang.
2. Tes Lhermitte
Tes selanjutnya yakni melakukan kompresi pada kepalanya dalam berbagai posisi (miring kanan, miring kiri, tengadah, menunduk).
Hasil tes ini dinyatakan positif bila pada penekanan dirasakan adanya rasa nyeri yang dijalarkan.
3. Tes Distraksi Kepala
Tes ini menginstruksikan distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh kompresi terhadap radiks syaraf.
Hal ini dapat diperlihatkan bila kecurigaan iritasi radiks syaraf lebih memberikan gejala dengan tes kompresi kepala walaupun penyebab lain belum dapat disingkirkan.
4. Tes Valsava
Pasien diminta mengejan sewaktu ia menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul nyeri radikuler yang berpangkal di leher menjalar ke lengan.
5. Tes Naffziger
Posisi berbaring atau berdiri dengan menekan vena jugularis dengan kedua tangan pemeriksa sementara pasien mengejan. Hasil positif bila ada nyeri radikuler.
Selain langkah untuk mengantisipasi atau memeriksakan penyakit Cervical Root Syndrome, Anda juga perlu melakukan aktivitas fisik lainnya sebagai langkah terdekat untuk mencegah serangan CRS.
Melakukan aktivitas seperti menerapkan waktu istirahat setiap 30 menit sekali, berdiri dan berjalan setelah lama duduk di kursi maupun di lantai, serta jika memungkinkan melakukan gerakan olahraga sederhana.
Jika ingin lebih rinci, Anda dapat memeriksakannya ke klinik atau dokter.
Penulis: Imanudin Abdurohman
Editor: Dhita Koesno