Menuju konten utama

Mendulang Pajak dari Para Pembeli Emas

Transaksi pembelian emas batangan menjadi bagian yang terkena Pajak Penghasilan (PPh).

Mendulang Pajak dari Para Pembeli Emas
seorang pegawai pegadaian menunjukan sekeping emas pt antam di kota pekanbaru, riau, kamis (8/1). pemerintah pada tahun ini memberikan suntikan dana kepada pt antam sekitar rp7 triliun dalam bentuk penyertaan modal negara (pmn) untuk pembangunan smelter termasuk pengembangan usaha hilir pertambangan. antara foto/fb anggoro/rei/pd/15.

tirto.id - Mega, warga Jakarta Selatan, mengaku kaget setelah mendengar bila membeli logam mulia berupa emas batangan, kini harus dipungut pajak. Padahal, ia termasuk dari sekian banyak konsumen emas yang sudah lama hanya tahu bahwa membeli emas tak kena pajak.

“Setiap beli emas, di kuitansinya itu enggak ada tambahan apa-apa. Beli emas 10 gram senilai Rp4,9 juta. Ya sudah senilai Rp4,9 juta itu saja yang dikeluarkan, enggak ada plus ini dan itu,” katanya kepada Tirto.

Belum lama ini PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) mengumumkan setiap transaksi pembelian logam mulia di seluruh cabang perseroan akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 mulai 2 Oktober 2017.

Bagi pelanggan yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan dikenakan tarif sebesar 0,45 persen. Sedangkan yang tidak memiliki NPWP sebesar 0,9 persen. Nanti, bukti potong PPh 22 akan diterbitkan 30 hari kerja setelah transaksi.

Namun, Mega mengakui pengenaan pajak terhadap pembelian emas tidak lantas membuat dirinya melirik ke instrumen investasi lainnya. Menurutnya, investasi emas masih menjadi andalan karena dianggap tidak merepotkan, dibandingkan investasi di luar emas, seperti saham, reksa dana ataupun obligasi.

Aturan Sudah Lama Ada

Pengenaan PPh Pasal 22 terhadap pembelian emas sudah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 107/2015 tentang pemungutan PPh sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

Dalam Pasal 2 ayat 1 (h) tersebut, disebutkan bahwa besaran pungutan PPh Pasal 22 atas penjualan emas batangan oleh produsen emas batangan sebesar 0,45 persen dari harga jual emas batangan.

Setelah dua tahun berjalan, PMK No. 107/2015 tersebut kemudian direvisi oleh PMK No. 34/2017. Kini, pasal 2 ayat 1 (h) menyebutkan besaran pungutan PPh Pasal 22 atas penjualan emas batangan oleh badan usaha, sebesar 0,45 persen dari harga jual emas batangan. Perubahan ini terjadi pada penggunaan kata "produsen emas" batangan menjadi "badan usaha", yang bisa diperluas sebagai penjual ke konsumen.

Dengan adanya pengenaan pajak ini, maka uang yang dikeluarkan konsumen untuk membeli emas batangan sedikit bertambah. Sebagai gambaran, Tuan A berencana membeli 10 gram emas batangan dari ANTM senilai Rp5,56 juta. Dengan tarif PPh pasal 22 sebesar 0,45 persen, nilai pajak yang harus dibayar Tuan A sebesar Rp25.000 (0,45 persen dikalikan Rp5,56 juta). Total biaya yang harus dikeluarkan Tuan A untuk membeli 10 gram emas mencapai Rp5,585 juta.

Setelah menerima emasnya, Tuan A juga mendapatkan Bukti Pemungutan Pajak dari badan usaha/penjual, di mana dapat dikreditkan pada akhir tahun. Kewajiban badan usaha membuat bukti pemungutan pajak tertuang dalam pasal Pasal 6 ayat 2.

Bagaimana dengan membeli emas batangan di luar Antam? Ditjen Pajak menegaskan semua transaksi pembelian emas batangan yang terkait badan usaha akan kena pajak, termasuk pedagang emas. Namun, ketentuan ini tak berlaku bila transaksi secara pribadi dan emas perhiasan. Untuk emas perhiasan hanya kena pajak pertambahan nilai (PPN) dengan tarif 2 persen dari harga jual.

"Tidak hanya Antam, badan-badan usaha lainnya yang menjual emas batangan akan kena PPh itu. Kalau perorangan, misalnya Anda beli emas ke saya, itu Anda enggak kena," kata Ani Natalia, Kasubdit Humas Perpajakan Ditjen Pajak kepada Tirto.

Infografik Harga Emas

Pasca ketentuan soal pajak penghasilan dari transaksi emas, ANTM optimistis penjualan emas perseroan tidak akan terdampak, kendati ada pajak terhadap pembelian emas batangan. Hal itu dikarenakan nilai pajak yang dibayar pembeli emas batangan relatif kecil sekali.

Sekretaris Perusahaan ANTM Aprilandi Hidayat mengatakan sejak pengumuman adanya pengenaan PPh pasal 22 terhadap emas batangan, penjualan emas perseroan masih berjalan stabil. “Masih aman-aman saja. Penjualan tetap membaik. Nilai harga emas batangan lebih banyak dipengaruhi harga internasional. Efek dari PPh itu enggak besar, apalagi nilainya sangat kecil,” tutur Hidayat kepada Tirto.

Ia menegaskan pengenaan PPh pasal 22 terhadap penjualan emas sebenarnya sudah dilakukan ANTM. Menurutnya, pengumuman yang disebar di cabang-cabang perseroan hanya sekadar penegasan saja. Menurutnya, perseroan sudah memasukkan komponen PPh pasal 22 yang harus dibayar pelanggan, ke dalam rincian kwitansi dari emas yang dibeli. Hal itu karena tidak sedikit pelanggan yang bertanya terkait itu.

Emas Makin Kurang Bersaing

Adanya pajak untuk emas batangan, membuat investasi emas batangan atau koin yang selama ini dianggap bebas pajak, bisa tak menarik di mata konsumen atau investor emas. Para investor akan mulai menghitung ulang saat akan berinvestasi emas.

Apalagi, imbal hasil dari emas tak begitu menjanjikan dibandingkan saham atau obligasi. Dalam 30 tahun terakhir, Investopedia mencatat harga emas melonjak 335 persen. Pada periode yang sama, Dow Jones Industrial Average (DJIA) telah tumbuh 1.255 persen dan Fidelity Investment Grade Bond Fund (GBNDX) tumbuh 672 persen.

Perencana keuangan Aidil Akbar Madjid menuturkan pertumbuhan imbal hasil emas sejak 2012 hingga saat ini memang tidak terlalu signifikan. Jauh lebih lambat ketimbang pada era 2000.

“Sekarang, emas itu hanya sekadar investasi untuk mempertahankan nilai aset kita. Tapi, dalam kondisi ekonomi yang tidak pasti, memegang emas itu memang lebih secure karena ada barangnya,” ujarnya kepada Tirto.

Dengan adanya pengenaan PPh pasal 22, Aidil menilai investasi emas semakin tidak menarik. Bahkan tidak menutup kemungkinan, para investor yang terbiasa berinvestasi emas memilih untuk menahan diri. Penjualan emas pun bakal semakin turun.

Menilik laporan keuangan ANTM, penjualan emas memang tengah menurun. Pada 2016, volume penjualan emas ANTM hanya sebesar 10,22 ton atau turun 28 persen dari realisasi penjualan 2015 sebanyak 14,17 ton.

Selain volume penjualan emas yang turun, nilai penjualan emas dari perusahaan pelat merah tersebut juga tercatat menurun, yakni sekitar 24 persen menjadi Rp5,54 triliun pada 2016, padahal tahun sebelumnya sempat mencapai Rp7,31 triliun.

Investasi pada logam mulia atau emas batangan sudah tidak lagi istimewa. Di sisi lain, suka tidak suka, transaksi emas secara ritel saat ini sudah menjadi target bidikan untuk mendulang sumber pemasukan pajak. Masih setia dengan investasi emas?

Baca juga artikel terkait EMAS atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Ringkang Gumiwang
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra