Menuju konten utama

Mendag: Potensi Ekspor Hilang $1 Miliar karena Perjanjian Bilateral

Pemerintah diminta lebih membuka diri terhadap pasar serta berekspansi ke negara-negara yang jadi pasar ekspor non-tradisional.

Mendag: Potensi Ekspor Hilang $1 Miliar karena Perjanjian Bilateral
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (25/6/2019). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.

tirto.id - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyebutkan, potensi ekspor RI yang hilang karena terlambat dalam melakukan negosiasi bilateral sangatlah besar.

Untuk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), misalnya, potensi ekspor yang nilainya bisa mencapai lebih dari 500-600 juta dolar AS diserobot oleh India dan Malaysia.

Belum lagi potensi ekspor ke Turki yang nilainya bisa mencapai Rp500 juta dolar AS. Sehingga kalau ditotal, nilai potensi ekspor yang hilang ke dua negara itu mencapai 1 miliar dolar AS.

"Saya bisa gambarkan kita kehilangan market share kita dengan Turki hampir 500 juta dolar dan dengan India 500-6000 juta dolar itu beralih ke Malaysia untuk CPO," kata Enggar dalam Seminar Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (9/8/2019).

Menurut Enggar, selama ini negosiasi perjanjian internasional baik bilateral maupun multilateral kerap terhambat karena adanya ego sektoral. Padahal, dalam membuka akses perdagangan, upaya yang dilakukan pemerintah harusnya bisa all out.

"Persoalan yang paling sulit dalam negosiasi adalah internal kita. Kementerian lembaga. Karena masing-masing Kementerian Lembaga hanya lihat dari sektor, tapi tidak lihat dari keseluruhan bahwa membuka akses pasar itu selain menerima (ekspor) kita memberi (impor)," imbuhnya.

Di sisi lain, daya saing produk ekspor Indonesia juga masih kalah jauh terutama dari sisi harga.

Maka dari itu, kata Enggar, pemerintah harus lebih membuka diri terhadap pasar serta berekspansi ke negara-negara yang jadi pasar ekspor non-tradisional. Caranya, dengan memperbanyak perjanjian bilateral agar produk-produk Indonesia dapat lebih mudah masuk ke negara yang dituju.

Sebab, terang menteri yang juga kader partai NasDem tersebut, Indonesia akan terus kehilangan potensi ekspor dan defisit neraca perdagangan akan selalu mengintai jika hal itu tak segera dilakukan.

"Sekarang produk kita tidak kompetitif dilihat dari sisi harga, pasti ada sesuatu yang salah. kemudian langkahnya adalah menghentikan impor. Kalau itu yang jadi kebijakan sederhana, maka itu akan jadi persoalan berikutnya," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KERJA SAMA BILATERAL atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dhita Koesno