Menuju konten utama

Menanti Komputer Kuantum Lahir

Google mengklaim telah mencapai supremasi kuantum.

Menanti Komputer Kuantum Lahir
Komputer kuantum baru dari Google dilaporkan dapat melakukan hal yang mustahil. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Suatu hari di akhir September 2019, dalam publikasi di situs web resmi Badan Antariksa Amerika Serikat NASA, Google mengklaim telah mencapai “supremasi kuantum”.

Penjelasannya: komputer berbasis mekanika kuantum yang diciptakan Google hanya membutuhkan waktu selama tiga menit dan 20 detik untuk memproses data yang oleh Summit, supercomputer tercanggih saat ini, perlu 10.000 tahun untuk melakukannya.

“Sepengetahuan kami, percobaan ini menandai perhitungan pertama yang hanya dapat dilakukan dengan prosesor kuantum,” tulis publikasi itu, sebagaimana diwartakan Financial Times. “Kesuksesan Google ini merupakan tonggak menuju komputasi kuantum skala penuh,” lanjut publikasi tersebut.

Supremasi komputer, menurut John Preskill, profesor fisika teoritis pada California Institute of Technology, sosok yang mencetuskan istilah ini, adalah titik di mana komputer kuantum berhasil melakukan kerja yang tidak bisa dilakukan komputer klasik. Dan supremasi kuantum yang Google gaungkan jelas dapat mengubah sistem dunia digital secara ekstrim.

Pada 2018, Boston Consulting Group, firma analisis ekonomi, pernah menyatakan jika komputasi kuantum benar-benar masuk ke kehidupan umat manusia, “ia secara fundamental akan mengubah dunia kriptografi, kimia, sains materi, pertanian, farmasi, hingga kecerdasan buatan dan machine learning.”

Usaha Google menciptakan komputer kuantum dimulai setidaknya sejak 2013. Kala itu, bersama NASA, Google mendirikan laboratorium komputer kuantum bernama The Quantum Artificial Intelligence Lab. Sebagaimana diwartakan The New York Times, “Quantum Artificial Intelligence Lab akan fokus diciptakan guna mendukung machine learning, yang merupakan cara komputer mencatat pola informasi/data.”

Lima tahun berselang, dilaporkan Cnet, Google lalu merilis chip komputer kuantum, Bristlecone. Menurut Julian Kelly, peneliti komputer kuantum Google, “Bristlecone memiliki 72 qubit (satuan ukur kuantum) serta ‘sel-sel memori aneh’ yang memberikan komputer kuantum kemampuan untuk menyimpan berbagai kombinasi yang sangat luas antara 0 dan 1.”

“Kami sangat optimis bahwa supremasi kuantum dapat dicapai dengan Bristlecone,” tegas Kelly kala itu.

Sayangnya, belum sempat publik memahami bagaimana bisa Google mencapai supremasi kuantum, publikasi NASA itu lantas dihapus. Di sisi lain, si Big Blue IBM juga ragu atas klaim Google. Katanya, kerja pemrosesan data superkomputer klasik yang disebut Google perlu 10.000 tahun berlebihan.

Sementara itu, para insinyur IBM, dengan metode yang memanipulasi memori, sanggup mengerucutkan kerja 10.000 tahun menjadi hanya dua setengah hari. Maka dari itu, menurut IBM, Supremasi kuantum seperti yang diistilahkan profesor Preskill, belumlah menghampiri umat manusia.

Di luar benar tidaknya Google telah mencapai supremasi kuantum, ada sebuah pertanyaan: mengapa pencapaian ini tampak penting, terutama bagi Google? Demi menjawab pertanyaan itu, penting untuk mengetahui apa itu komputer kuantum.

Infografik Komputer Kuantum

Infografik Komputer Kuantum. tirto.id/Fuadi

Tatkala Moore’s Law Habis

Komputer klasik, seperti yang saya gunakan untuk menulis artikel ini, juga yang Anda gunakan untuk membaca tulisan ini--termasuk dalam bentuk ponsel pintar, bekerja memanfaatkan logika operasi “sederhana”: menggunakan posisi pasti dari keadaan fisik, yakni 0 atau 1, on atau off, atas atau bawah. Alias: memanfaatkan sistem binari atau biner.

Biner merupakan sistem nomor basis 2 yang diperkenalkan oleh Gottfried Leibniz, seorang ilmuwan Jerman dalam karyanya berjudul “Essay D'une Nouvelle Science des Nombres” yang dipublikasikan pada tahun 1701.

Sistem biner hanya mengenal dua nomor: 0 dan 1. Secara sederhana, 0 merepresentasikan “off” dan 1 merepresentasikan “on”. Bisa diartikan pula bahwa 0 berarti “tidak ada arus listrik” dan 1 berarti “ada arus listrik.”

Sistem yang terlihat sederhana ini merupakan sistem yang paling efisien mengendalikan logic board, printed circuit board, atau motherboard, sebagai perangkat keras dasar yang menyusun sebuah komputer. Kombinasi dari hanya 0 dan 1 itu merupakan pembentuk dunia komputer hari ini. Pada komputer kuantum, operasi pemrosesan dapat dilakukan secara simultan alias berbarengan.

Bayangkan saklar lampu. Pada komputer klasik, saklar hanya dapat ditekan on atau off. Dan kerja komputer yang terlihat rumit itu hanya dilakukan dengan menekan dua tombol itu saja, dalam begitu banyak saklar lampu. Sementara itu, melalui komputer kuantum, ia dapat menekan tombol on dan off di satu saklar secara berbarengan.

Terdengar rumit dan aneh? Memang.

Albert Einstein, sosok yang pernah dikenal sebagai manusia paling cerdas di dunia, menyebut bahwa fenomena kuantum merupakan “aksi seram di kejauhan.” Dan ini terjadi karena “Tuhan sedang bermain dadu.” Katanya lagi, ia “menggunakan otak dalam porsi lebih banyak tatkala memikirkan fenomena kuantum dibandingkan saat memikirkan soal teori relativitas”, teori e=mc2 yang melambungkan namanya itu.

Dalam pemikiran Einstein, alam semesta pada akhirnya harus mematuhi hukum fisika. Sedikit penjelasan, hukum fisika adalah di mana segala kejadian di dalam semesta harus deterministik, alias ada sebab dan akibat.

Sialnya, pikir Einstein, fenomena kuantum mendobrak hukum alam itu. Seperti contoh saklar lampu, ketika tombol on ditekan, harusnya tombol off tidak dapat ditekan. Fenomena kuantum menolak ini.

Dennis Overbye, jurnalis sains The Times, mengatakan bahwa fenomena kuantum “bekerja pada skala yang paling intim.” Maka, “prinsip-prinsipnya mengejutkan otak kera kita.” Secara sederhana, Overbye menegaskan bahwa fenomena kuantum adalah tentang “keacakan dan ketidakpastian.”

Mengapa fenomena kuantum bekerja secara aneh? Tak lain karena fenomena kuantum bekerja dengan perilaku partikel subatomik, elektron, dan foton.

Lalu, bagaimana materi dasar itu dapat dimanfaatkan untuk melakukan proses komputer?

Dalam publikasi MIT Technology Review, perusahaan seperti Google, IBM, dan Rigetti Computing memanfaatkan sirkuit superkonduktor yang didinginkan hingga suhu yang lebih dingin daripada luar angkasa. Sirkuit ini mengisolasi elektron atau foton dan kemudian proses komputerisasi dapat dilakukan.

Overbye berpendapat, jika komputer berbasis mekanika kuantum benar-benar dapat diciptakan maka “akan terjadi revolusi dalam cara kita berpikir, menghitung, menjaga data kita, dan terlebih dapat digunakan untuk menginterogasi segala aspek alam semesta.” Masalahnya, lanjut dia, menciptakan komputer kuantum adalah “hal paling misterius dalam sains modern.”

Penciptaan komputer kuantum tidak dimulai Google. Pada 1996, Isaac Chuang, fisikawan IBM, bersama Gershenfeld dan Mark Kubinec, kimiawan University of California, Berkeley, memulai menciptakan komputer kuantum sederhana yang dirancang untuk dapat memproses algoritma pencarian yang dirancang Lov Grover dari Bell Labs.

Bersama para peneliti IBM, mereka lantas mengunduh seluruh alam maya, segala situs web yang ada dan menghasilkan sekitar delapan triliun data. Lalu ketika algoritma buatan Grover dipasang di komputer klasik, perlu waktu satu bulan penuh untuk mencari satu kata kunci. Sementara komputer kuantum ciptaan Chuang hanya memerlukan waktu selama 27 menit untuk memproses data yang sama,

“Komputer kuantum inilah yang saya impikan,” cetus Chuang kala itu. “Sialnya, ini juga mimpi buruk saya.”

Tahun 1998, penciptaan komputer kuantum yang lebih baik dilakukan IBM bersama MIT, University of California, dan University of Oxford kembali dilakukan.

Mimpi lahirnya komputer kuantum yang benar-benar mumpuni tercipta karena hari ini dunia digital sangat tergantung pada transistor, teknologi yang tercipta pada 23 Desember 1947. Ia adalah perangkat "saklar listrik,” yang dipakai mengatur jumlah aliran arus listrik atau sirkuit pemutus listrik [ingat kerja biner: 1 dan 0].

Sebuah mesin yang dapat memproses satu paragraf tulisan di artikel ini butuh lebih dari 6 ribu transistor yang dimuat dalam satu chip mikroprosesor. Sedangkan untuk memproses kerja komputasi yang lebih kompleks, semisal prosesor Apple A12X Bionic yang terdapat dalam iPhone X, dibutuhkan 10 miliar transistor di dalamnya.

Sebuah alat dapat memuat banyak transistor tercipta karena ukuran teknologi ini sangat kecil. Gordon E Moore, pendiri Intel, bahkan pernah menyebut bahwa mikroprosesor akan memiliki jumlah transistor berlipat dua tiap 24 bulan. Tentu, di satu titik, jumlah transistor yang dapat dikandung mikroprosesor akan berada di titik jenuh.

Masalahnya, data yang lahir kini melebihi kemampuan mikroprosesor yang memprosesnya. Pada 2025 kelak, data sebesar 463 exabyte akan tercipta setiap harinya. Menurut Google, beberapa layanan internet sudah sukar diproses hanya memanfaatkan kerja komputer klasik. Misalnya, pencarian Internet yang dipersonalisasi dan prediksi kemacetan lalu lintas berdasarkan data GPS.

Sebab itulah komputer kuantum sudah sangat dinanti-nanti dunia digital.

Baca juga artikel terkait KOMPUTER atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Eddward S Kennedy