Menuju konten utama

Menakar Kewarasan Program Makan Siang dan Susu Gratis

Apakah tepat Program Makan Siang dan Susu Gratis atasi stunting? Bagaimana kesiapan anggarannya?

Menakar Kewarasan Program Makan Siang dan Susu Gratis
Header perspektif Program Makan Siang Gratis. tirto.id/Parkodi

tirto.id - Pemilihan Presiden Republik Indonesia (Pilpres 2024) tampak lebih menarik. Pesta demokrasi kali ini memiliki resonansi program dan gagasan yang lebih membuka ruang-ruang diskusi dibandingkan dengan Pilpres 2014 dan 2019.

Suka atau tidak, tiap pasangan calon harus membuka ruang seluas-luasnya untuk beradu visi, misi, dan gagasan. Sebab menjadi seorang presiden bukan hal yang remeh, ia akan bertanggung jawab dari hulu ke hilir atas kesejahteraan 273 jiwa warga Republik ini.

Dalam proses perhelatan demokrasi terbesar ini, pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka merupakan pasangan paling kontroversial. Bagaimana tidak? Gibran merupakan anak dari Presiden Joko Widodo yang masih berkuasa saat ini. Jalannya menjadi cawapres terbilang mulus dan penuh privilese.

Sejarah mencatat bahwa Gibran merupakan sosok yang diuntungkan dari skandal etik Putusan Mahkamah Konstitusi. Belakangan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI turut menyatakan Ketua KPU melanggar etik karena meloloskan Gibran sebagai Cawapres. Ketua KPU Hasyim Asy’ari pun dijatuhi sanksi Peringatan Keras terakhir pada Senin (5/2).

Selayaknya politisi yang ingin dipilih, tiap pasang calon menawarkan program-programnya, termasuk Prabowo-Gibran. Program Makan Siang dan Susu Gratis di Sekolah dan Pesantren konsisten dikampanyekan oleh pasangan ini. Di dalam website resminya, Makan Siang dan Susu Gratis merupakan program nomor satu dari delapan program prioritas yang dinamakan “8 Program Hasil Terbaik Cepat”.

Saat Debat Capres terakhir yang berlangsung pada Minggu (4/2), Prabowo berulang kali menyatakan bahwa Makan Siang Gratis adalah solusi dari banyak persoalan yang ada.

"Salah satu proyek strategis adalah memberi makan bergizi untuk seluruh anak Indonesia, termasuk yang masih di dalam kandungan ibunya, dan selama sekolah," ucap Prabowo.

Ia menyampaikan bahwa Makan Siang Gratis tak hanya menyelesaikan persoalan kesehatan, tetapi juga diklaim dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 2%.

Debat Kelima Pilpres 2024

Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menyampaikan pandangannya saat Debat Kelima Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Minggu (4/2/2024). Debat tersebut bertemakan kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.

“Ini akan mengatasi angka kematian ibu waktu lahir. Ini akan mengatasi stunting, ini akan menghilangkan kemiskinan, ini akan menyerap semua hasil panen petani nelayan. Ini akan meningkatkan ekonomi kita minimal 1,5 sampai 2 persen," kata Prabowo saat paparan visi misi.

Prabowo juga berulang kali meyakinkan pendukungnya bahwa programnya lah yang paling masuk akal dan dibutuhkan masyarakat. Misalnya saat menghadiri acara Konsolidasi dan Silaturahmi Relawan Kalimantan Maju untuk Ibu Kota Nusantara di Pontianak, Kalimantan Barat. Prabowo mengutarakan lagi visinya menyediakan makan siang gratis bagi anak-anak.

"Karena itu saya punya program untuk menjamin makan siang bergizi untuk semua anak-anak Indonesia. Makanan bergizi, susu bergizi, protein bergizi untuk seluruh anak-anak Indonesia," kata Prabowo di hadapan relawan, Sabtu (20/12/2023).

Pada kesempatan yang berbeda, Prabowo sempat menyinggung gagasan paslon lain, yakni Ganjar - Mahfud. "Ada yang katakan tidak penting itu makan siang untuk anak-anak. Katanya lebih penting internet," ucap Prabowo.

"Orang yang bilang rakyat nggak minta makan itu anaknya saya kira otaknya agak... agak lamban," kata Prabowo. "Kalau orang otaknya nggak jalan ya jangan jadi pemimpin," sindirnya lagi.

Makan Siang dan Susu Gratis Tidak Menjawab Stunting

Program Makan Siang dan Susu Gratis diklaim oleh Tim Prabowo-Gibran sebagai solusi dari masalah stunting. Saat ini prevalensi stunting di Indonesia masih di angka yang mengkhawatirkan yaitu 21,6% (Kemenkes, 2023), masih jauh dari target yang direncanakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Nasional (RPJMN) 2020—2024 yang berkisar pada angka 14% di Tahun 2024.

Stunting bisa dicegah melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan spesifik berupa perbaikan gizi ibu dan anak. Kedua, pendekatan sensitif berupa semua kontribusi yang menyebabkan tumbuh kembang anak tidak optimal mulai dari pola asuh, kebersihan, literasi orang tua, sarana air minum dan sanitasi, serta imunisasi.

Dalam Petunjuk Teknis Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang diterbitkan oleh Kemenkes (2023), tidak terdapat satu pun rekomendasi untuk memberikan susu dalam menyelesaikan stunting. Rekomendasi dari Juknis PMT yang dikeluarkan oleh Kemenkes justru makanan yang padat gizi dan menggunakan gabungan dari dua macam lauk kaya protein hewani seperti telur dan ikan atau telur dan daging untuk mendapatkan asam amino esensial yang lengkap.

Jika dipandang dari perspektif yang mendalam, masalah stunting merupakan puncak dari sebuah gunung es. Masalah utamanya terletak pada rendahnya kualitas sistem pangan di Indonesia. Melalui pendekatan sistemik dalam memahami stunting, kita akan menyadari bahwa masalah intinya bukan hanya seputar ketidakmampuan warga untuk makan siang setiap hari.

Masalah stunting berkaitan dengan berbagai aspek seperti metode bercocok tanam, logistik, diversifikasi pangan, krisis iklim, hingga perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi pangan. Semua elemen tersebut saling terkait. Oleh karena itu, solusinya juga harus bersifat sistemik, bukan parsial dengan menyediakan makan siang atau susu gratis.

Upaya pencegahan stunting membutuhkan berbagai solusi, termasuk pola makan yang sehat dan keberagaman sumber pangan. Tanpa pendekatan yang komprehensif, upaya pencegahan stunting sulit diwujudkan. Berdasarkan Indeks Keamanan Pangan Global tahun 2019, Indonesia menghadapi tantangan dalam infrastruktur pertanian, termasuk distribusi pangan. Kekurangan dalam distribusi pangan bisa mengakibatkan kelangkaan pangan di banyak wilayah, terutama di daerah yang rentan terhadap kelaparan.

Jika tujuan dari program ini saja tidak menjawab kondisi aktual yang dipermasalahkan (stunting), maka program ini patut dipertanyakan relevansi dan kewarasannya. Apalagi Prabowo-Gibran menekankan target ketercapaian penerimaan program ini hingga 100% di sekolah dan pesantren. Program kerja Presiden dan Wakil Presiden selain harus dilihat dari tujuan, juga harus dilihat dari kemampuan anggaran yang menopangnya.

Bagaimana Kondisi Anggaran Kita?

Konser pesta rakyat gemoy dan santuy

Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka (kanan) didampingi istrinya Selvi Ananda (kiri) menyapa masyarakat saat Konser Pesta Rakyat Gemoy dan Santuy di Denpasar, Bali, Selasa (9/1/2024).ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/tom.

Awal tahun 2024, di hadapan peserta diskusi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (4/1) Prabowo-Gibran menyatakan sanggup membiayai program makan siang gratis dan susu ini. Bahkan, ia menyatakan sanggup membiayai pembangunan IKN dengan uang negara.

Makan siang gratis diperkirakan memerlukan anggaran sebesar Rp 440 triliun dan IKN sebesar Rp 466 triliun. Untuk menguji relevan atau tidaknya program ini, kita perlu melihatnya paling tidak dari dua aspek: aspek tujuan/manfaat yang telag dibahas di paragraf sebelumnya, serta aspek kemampuan anggaran untuk menopangnya.

Jika melihat realisasi sementara APBN 2023 yang mencapai Rp 3.122 triliun yang semula direncanakan sebesar Rp 3.061 T, terdapat kenaikan sekitar 2% dari APBN. Sementara alokasi untuk sektor strategis seperti pendidikan sebesar Rp 612 triliun, kesehatan Rp 86 triliun, pertahanan Rp 134 triliun, Polri Rp 111 triliun, PUPR Rp 125 triliun, dan transfer ke daerah dan desa yang mencapai Rp 815 triliun yang jika dijumlah mencapai Rp 1.883 triliun.

Anggaran di sektor strategis tersebut jika ditambah dengan anggaran untuk makan siang gratis yang sebesar Rp 440 triliun dan IKN (tanpa melibatkan swasta) yang sebesar Rp 466 triliun, total anggaran akan mencapai Rp 2.789 triliun, atau 89,3% dari realisasi sementara APBN 2023. Hanya tersisa Rp 333 triliun, atau 11,7%.

Sementara itu, kita berkewajiban membayar bunga dan cicilan utang sebesar Rp 497 triliun. Ini berarti APBN akan defisit sebesar Rp 164 triliun. Jika terpilih, Prabowo-Gibran mungkin akan menambah utang untuk membiayai defisit tersebut.

Ironisnya, Prabowo dulu sering mengkritik utang pemerintah yang meningkat drastis di era Jokowi. Jika tidak menambah utang, maka di luar sektor pertahanan, Polri, pendidikan, kesehatan, dan PUPR, semua pegawai pemerintah harus dirumahkan tanpa gaji. Apakah memungkinkan?

Program Ambisius, Pohon Duit, dan Rasio Pajak 23%

Drajat Wibowo, Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, menyatakan bahwa mereka telah mengidentifikasi sumber pendanaan baru yang dapat mendukung pembiayaan program yang telah direncanakan ia menyebutnya sebagai “Pohon Duit” baru, sehingga tidak akan menambah beban keuangan negara.

Salah satu yang paling menarik adalah sumber pendanaan yang didapat melalui revisi satu pasal dari satu aturan yang bisa menambah penerimaan negara hingga ratusan triliun, namun ia enggan menyebutkan pasal mana yang dimaksud. Kita patut bertanya, mengapa tidak disebutkan saja aturannya? Selama tidak memiliki argumentasi yang logis, kita patut skeptis atas tambahan beban negara yang disebabkan program ambisius ini.

Pada kesempatan yang lain, Tim Ekonomi Prabowo-Gibran berencana meningkatkan Rasio Pajak menjadi 23% pada tahun 2029. Sebagai perbandingan, rasio pajak Indonesia pada tahun 2022 hanya mencapai 10,39% dari PDB, tidak lebih baik dari rasio pajak tahun 2014 yang sebesar 10,9% pada saat Presiden Joko Widodo pertama kali menjabat. Sebuah kebijakan yang beresiko tinggi dan akan mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi.

Kita tidak bisa tidak cemas. Untuk menutup defisit anggaran tersebut, apakah keistimewaan pegawai negeri yang selama ini bebas pajak natura atas pajak penghasilan (PPh) akan dihapus? Apakah iuran BPJS mereka, yang 80% dibayarkan oleh negara, juga akan dihapus dan mereka menjadi peserta mandiri seperti masyarakat sektor informal? Apakah bantuan iuran BPJS untuk rakyat susah juga akan dihapus demi membiayai makan siang gratis? Jika anggaran masih belum juga cukup, apakah para profesional dan pengusaha kecil dan menengah, termasuk pekerja informal, harus bersiap untuk dipajaki lebih besar?

Penyelesaian stunting tidak cukup dengan memberikan makan siang dan susu gratis. Jangankan cukup, tepat guna pun tidak. Dalam demokrasi, seorang capres memang boleh saja mengampanyekan kebijakan tak waras. Soal utang dan bagaimana membayarnya, serahkan saja pada generasi (c)emas mendatang.

Kita berdoa para pemilih muda hari ini memiliki pilihan yang lebih rasional. Kita berdoa, 14 Februari nanti kita memilih menggunakan kompas moral dan rasionalitas agar tak terjebak pada potongan video berupa citra yang dramatik dan masif menutupi substansi gagasan. Bangun! Bukan waktunya terbuai oleh gimmick dan joget TikTok yang tidak bermanfaat.

*Muhammad Ibnu Faisal adalah associate researcher di Next Policy, lembaga think tank independen yang berfokus pada riset inovasi kebijakan publik dan kepemimpinan Indonesia masa depan.

*) Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.