tirto.id - Tingkat kelahiran yang tinggi terus memacu pertumbuhan penduduk di Indonesia. Saat ini, Indonesia berada di peringkat keempat dalam hal penduduk terbanyak di dunia. Namun, tingkat pertumbuhannya sudah cenderung melandai. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan penurunan tingkat pertumbuhan dari tahun 2000-2010 yang sebesar 1,49 persen menjadi 1,40 persen pada 2014.
Jumlah penduduk Indonesia mencapai 257.564.000 orang pada 2015, meningkat dari tahun sebelumnya yakni 254.454.778 orang. Sedangkan Cina adalah negara dengan penduduk terbanyak di dunia yakni sebanyak 1.370.840.000 orang kemudian disusul India dan Amerika Serikat.
Mantan Kepala BKKPN Sugiri Syarief mengungkapkan, ledakan jumlah penduduk di Indonesia setiap 100 tahun naik lima kali lipat ketimbang 100 tahun sebelumnya. "Pada Tahun 1900 jumlah penduduk mencapai 40 juta, sedangkan pada Tahun 2000 mencapai 200 juta,” kata Sugiri, seperti dilansir dari Antara. Dengan fakta ini, maka diprediksi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2100 akan mencapai satu miliar atau naik lima kali lipat dari seratus tahun sebelumnya.
Jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah akan memunculkan beragam masalah seperti kualitas kesehatan, lingkungan, dan ketersediaan pangan. "Kalau jumlah penduduknya bertambah maka akan berdampak pada kebutuhan pangan yang besar. Indonesia bebannya akan semakin besar karena saat ini masih mengimpor beras,” kata Sugiri.
Dari sisi kesehatan, tingginya tingkat kelahiran akan berdampak pada tingkat kematian ibu hamil dan beragam persoalan kesehatan, seperti kasus aborsi.
BKKBN dan Program KB
Pertumbuhan penduduk yang pesat dan memunculkan beragam masalah, sudah lama menjadi perhatian pemerintah. Muncul program Keluarga Berencana (KB). Organisasi keluarga berencana dimulai dari pembentukan Perkumpulan Keluarga Berencana pada tanggal 23 Desember 1957 di gedung Ikatan Dokter Indonesia. Nama perkumpulan itu sendiri berkembang menjadi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) atau Indonesia Planned Parenthood Federation (IPPF) dan kini menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Kebijakan dan langkah-langkah dalam bidang kependudukan dan Keluarga Berencana sudah dicanangkan sejak Repelita I dan merupakan bagian dari serangkaian rencana jangka panjang untuk pengendalian penduduk. Selain itu, setiap tanggal 29 Juni juga ditetapkan pemerintah sebagai hari Keluarga Berencana Nasional untuk memperlihatkan keseriusan pemerintah dalam pengendalian penduduk.
Awalnya, jangkauan program KB ke seluruh Indonesia dilakukan setahap demi setahap. Dalam Repelita I, program ini hanya dilaksanakan di Jawa-Bali yang sangat padat penduduknya. Selanjutnya, dalam Repelita III, jangkauannya mencakup seluruh provinsi.
Pelaksanaan program KB awalnya berpusat pada klinik-klinik dan rumah-rumah sakit. Setelah program KB dinilai penting untuk kesehatan dan kesejahteraan keluarga, keikutsertaan masyarakat terus digalakkan dan meluas di berbagai klinik dan rumah sakit.
Data dari BKKBN menunjukan jumlah klinik KB terus bertambah baik yang berada di Rumah Sakit, Rumah Sakit bersalin, Puskesmas, Pustu dan Lainnya. Pada tahun 2015 sebanyak 364 klinik KB diseluruh Indonesia yang terbagi pada Rumah Sakit sebanyak 30 klinik, 6 klinik di Rumah Sakit bersalin, 112 klinik di Puskesmas, 68 klinik di Pustu dan 148 Lainnya. Selain itu ada juga sekitar 222 klinik di desa siaga. Jumlah itu menurun drastis dibandingkan tahun sebelumnya, sekitar 27.359 klinik KB dan 12.643 klinik KB di Desa Siaga.
Meski sudah dibangun klinik KB, tetapi hanya 61,75 persen peserta KB pada tahun 2014 yang menggunakan alat KB. Persentase tersebut menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 61,98 persen.
Melihat jumlah penduduk yang terus meningkat serta peserta KB yang menurun, awal tahun 2014 BKKBN berkoordinasi dengan BPJS terkait program Keluarga Berencana. BPJS Kesehatan bergerak pada demand side (akses jaminan) sementara Kementerian Kesehatan dan BKKBN pada supply side (Penyedia Provider, alat kontrasepsi). Ada pula Permenkes Nomor 59 Tahun 2014 tentang pelayanan KB yang dicakup oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Selain itu, kampanye “Dua Anak Cukup" terus digaungkan untuk mengganti slogan “Banyak Anak Banyak Rezeki". Tak hanya kampanye, pemerintah juga penyediaan sarana-sarana keluarga berencana serta peningkatan pengetahuan, sikap dan praktek keluarga berencana. Tapi biasanya hanya daerah perkotaan atau yang memiliki akses yang lebih peduli terhadap program KB. Lantas bagaimana dengan pencanangan program KB pada penduduk yang berada di kampung-kampung yang minim informasi?
Kampung KB
Slogan "Cukup Dua Anak" sudah mulai tergusur "Banyak Anak Banyak Rejeki". Pemerintah menyadari hal itu. Tak mau program KB sirna, pemerintah kembali menggalakkannya. Pada Januari 2016, Presiden Jokowi meresmikan “Kampung KB” yang diharapkan dapat menjadi “miniatur program KB” yang diutamakan bagi daerah miskin, padat penduduk dan minim akses kesehatan. Angaran BKKBN pun pada tahun 2016 mencapai Rp3,8 triliun.
"Kami menggunakan pendekatan Kampung Keluarga Berencana di seluruh Indonesia yang diharapkan dapat mengurangi secara signifikan angka putus kesertaan program Keluarga Berencana," ujar Presiden Joko Widodo, seperti dikutip Antara.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kenko PMK) kini menggalakkan 1.000 kampung keluarga berencana (KB) di 34 provinsi yang ada di Tanah Air.
"Upaya ini dilakukan agar jumlah penduduk tidak terus mengalami lonjakan sehingga perlu melibatkan seluruh kabupaten/kota di 34 Provinsi yang ada di Indonesia untuk program kampung KB ini," ujar Menteri PMK Puan Maharani.
“Kampung KB” juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di tingkat kampung atau yang setara melalui program kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga. Namun, untuk membentuk sebuah Kampung KB pada suatu wilayah, dibutuhkan dukungan dan komitmen Pemerintah Daerah, partisipasi aktif dari masyarakat serta data yang tersedia.
Kampung Keluarga Berencana (KB) Mustika Jaya di "ujung" Indonesia yang berada di Kota Sabang Aceh merupakan Kampung KB pertama pada tingkat kabupaten/kota di Indonesia. selain itu, di Kota Bogor juga sudah dicanangkan Kampung KB. Menurut Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera (KBKS) Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Bogor Rina Widayanti, Kampung KB yang terbentuk baru di satu lokasi yakni di RW 11 Kampung Muara, Kelurahan Pasir Jaya.
Menurut Rina, pembetukan Kampung KB diharapkan dapat mempercepat akselerasi program KB di Kota Bogor. Mengingat, selama 10 tahun belakang program keluarga berencana stagnan atau jalan di tempat.
"Maka dengan adanya Kampung KB mudah-mudahan program KB bisa meningkat terutama dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mengendalikan laju pertumbuhan penduduk," katanya.
Monitoring dan evaluasi akan setiap tiga bulan atau per enam bulan maupun per tahun, sehingga data-data dapat lebih akurat dan dengan adanya kampung KB dan dapat mengevaluasi apa saja yang dilakukan ke depannya, sebelum menghadapi bonus demografi Tahun 2020.
Bonus Demografi
Bonus demografi adalah suatu fenomena dimana struktur penduduk sangat menguntungkan dari sisi pembangunan karena jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedang proporsi usia muda sudah semakin kecil dan proporsi usia lanjut belum banyak.
Indonesia diprediksi akan mendapatkan bonus demografi, yaitu jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) mencapai sekitar 70 persen, sedang 30 persen penduduk yang tidak produktif (usia 14 tahun ke bawah dan usia di atas 65 tahun) yang akan terjadi pada tahun 2020-2030 .
Dengan demikian, pada tahun 2020-2030, Indonesia akan memiliki sekitar 180 juta orang berusia produktif, sedang usia tidak produktif sekitara 60 juta jiwa, atau 10 orang usia produktif hanya menanggung 3-4 orang usia tidak produktif .
Namun, jika bangsa Indonesia tidak mampu menyiapkan akan terjadinya bonus demografi, seperti penyediaan lapangan kerja dan peningkatan kualitas SDM seperti pendidikan yang tinggi dan pelayanan kesehatan dan gizi yang memadai, maka akan terjadi permasalahan, yaitu terjadinya pengangguran yang cukup besar.
Oleh karena itu, maka perlunya mengendalikan jumlah penduduk dengan mendukung program KB, terutama untuk meningkatkan kualitas keluarga dan generasi mendatang.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti