Menuju konten utama

Melihat Jakarta dari Kaca LRT

Saya berkesempatan menjajal LRT, Selasa (26/2/2019), dari Rawamangun ke Kelapa Gading. Aspek teknis nyaris selesai.

Melihat Jakarta dari Kaca LRT
Penumpang berada di dalam kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) rute Velodrome-Kelapa Gading saat diuji coba di Jakarta, Selasa (26/2/2019).

tirto.id - Moda transportasi massal ini memberi sentuhan yang berbeda dibanding angkutan umum lain yang sudah ada. Saya sengaja menaiki tangga untuk mengaksesnya, meski tersedia lift.

Keluar dari lift, ada guiding block atau ubin pemandu yang mengarahkan pengunjung ke dekat pintu masuk angkutan.

Udara begitu panas dan pengap sore itu, Selasa (26/2/2019), terlebih karena desain bangunan yang penuh kaca dan tak ada penyejuk udara. Saya berdiri di peron Stasiun Velodrom Light Rapid Transportation (LRT), Rawamangun, Jakarta Timur. Ini adalah ujung timur dari trayek Velodrom-Depo.

LRT sendiri dicanangkan beroperasi akhir Maret nanti. Saya berkesempatan untuk menjajalnya sebelum dibuka untuk masyarakat.

Sembari menunggu, saya melemparkan pandangan ke bawah, ke jalan raya. Mobil-mobil hampir tak bergerak. Macet seperti hari-hari biasa.

Tak lama, sekitar pukul empat sore, LRT muncul membalap mobil-mobil tersebut dengan melaju di lapisan jalan yang berbeda.

Saat ia berhenti tepat di depan saya, serta terbuka pintunya, angin segar menyeruak. Hanya lima orang yang memasuki gerbong yang pengelola sebut dengan nama "cars". Tiga awak media, dua manajemen LRT.

Seketika saya membayangkan saat transportasi tersebut mulai beroperasi. Saya membayangkan gerbong ini terisi penuh orang yang hendak berangkat kerja, pulang ke rumah, atau sekadar vakansi di akhir pekan. Pengelolanya menyebut ia bisa mengangkut 270 orang sekaligus.

Suara perempuan dari pengeras suara menyambut kami, sesaat sebelum LRT meninggalkan stasiun. Suara yang identik dengan sejumlah transportasi umum lainnya seperti Transjakarta atau KRL.

"Enjoy your trip!"

LRT bergerak ke arah utara ibu kota. Pandangan saya berpindah-pindah dari satu sisi kaca ke sisi lainnya.

Saat kereta bergerak ke Stasiun Pacuan Kuda, pemandangan sisi timur didominasi oleh perumahan dan sesekali pohon. Rumah-rumah itu tidak lebih tinggi dari pandangan saya.

Pemandangan berbeda terlihat di sisi barat. Gedung-gedung menjulang tinggi, hampir tidak pernah absen sepanjang jalan.

Salah satunya gedung bertuliskan Columbia Asia.

Satu hal yang saya nikmati saat memandangi Jakarta dari atas adalah tidak ada atribut kampanye bergambar wajah-wajah calon anggota legislatif--teroris visual, kata Sumbo Tinarbuko.

Perasaan tersebut seketika pupus saat memasuki kawasan Pulomas. Di sisi barat muncul wajah caleg tersenyum, mengenakan baju merah, tercetak di balon udara berbentuk persegi yang juga berwarna merah.

Semakin ke utara, gedung-gedung di sisi barat Jakarta semakin menjulang semakin tinggi. Berbeda dengan sisi timur yang bangunannya hampir tak ada yang setinggi LRT. Semakin ke utara pon jumlah pohon semakin menyusut.

Stasiun demi stasiun terlewati, mulai dari Velodrome, Pacuan Kuda, Pulomas, Kelapa Gading Boulevard, hingga Mal Kelapa Gading. Sesampainya di stasiun terakhir, LRT langsung bergerak kembali ke titik awal.

Total waktu yang dihabiskan untuk pulang-pergi kira-kira 30 menit, atau 15 menit sekali jalan, dengan jarak tempuh--berdasarkan Google Maps--sepanjang 11,4 kilometer. Dengan catatan: LRT tak berhenti kecuali titik awal dan akhir, dan kecepatannya pun lebih lambat, kata salah seorang pendamping dari manajemen, dibanding jika sudah beroperasi penuh.

LRT nanti akan beroperasi mulai pukul 06.00 sampai 22.00. Pada jam sibuk, yakni pukul 06.00-10.00 dan 16.00-20.00, kereta akan muncul setiap lima menit sekali. Di luar jam itu kereta muncul sekitar 15 menit sekali.

Saya juga diajak berkeliling di Stasiun Velodrom. Di sana ada ruang kosong tanpa bangku, tertempel simbol orang dengan kursi roda, anak kecil dalam kereta bayi, serta koper.

Direktur Utama PT LRT Jakarta, Allan Tandiono, mengatakan ingin memastikan aspek keramahan bagi penyandang disabilitas. Dan sejauh ini Allan yakin LTR mampu merealisasikan itu.

"Kami lagi kejar proses pengujiannya dan tim operator terus latihan," ujarnya. Di stasiun ini ada pula ruang kesehatan dan ruang menyusui.

Aspek teknis sekilas memang nyaris tuntas. Tinggal terus diuji coba saja. Satu hal yang belum rampung adalah penentuan tarif, yang kewenangannya tak lagi di PT LRT, tapi Pemprov dan DPRD DKI.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan "suratnya [untuk pembahasan tarif] sudah ke sana [DPRD DKI]". Ini ia nyatakan pada hari yang sama sebelum saya menjajal LRT.

Tapi Wakil Ketua DPRD DKI Santoso dan Anggota Komisi B Prabowo Soenirman mengaku belum mendapat apa-apa.

"Sampai saat ini kami masih menunggu usulan gubernur untuk dibahas, kaitannya dengan PSO atau besarnya subsidi yang diberikan."

Baca juga artikel terkait LRT atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Rio Apinino