tirto.id - Meiliana divonis 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Tanjung Balai karena dianggap telah melanggar pasal penistaan agama setelah pada 2016 lalu ia mengeluhkan bisingnya suara azan yang berasal dari pelantang masjid di sekitar rumahnya.
Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsudin menyatakan kasus Meiliana harus diklarifikasi dan dijelaskan apa Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dilakukannya.
"Pada hemat saya, kalau hanya sekedar memprotes apalagi dengan cara baik agar azan jangan terlalu keras, maka itu tidak menistakan agama," ujar Din melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Senin (27/8/2018).
Namun, Din melanjutkan, jika Meiliana menolak sambil mencela azan sebagai ajaran atau praktik keagamaan maka itu termasuk menistakan agama.
"Kalau yang dilakukan adalah memprotes, tapi dengan cara kasar dan sinis, sambil mencela dan menghina, maka sesungguhnya yang dia lakukan itu 'bukan memprotes suara adzan' tapi 'mencela praktik keagamaan umat agama lain' maka sesungguhnya dia menistakan agama," ujar Din.
Dalam laporan penelitian berjudul Rekayasa Kebencian dalam Konflik Agama: Kasus Tanjung Balai yang dibuat oleh Siswo Mulyartono, Irsyad Rafsadi dan Ali Nursahid dari Pusat Studi Agama dan Demokrasi, Yayasan Paramadina, terungkap sebetulnya tak ada masyarakat yang mau melaporkan Meiliana ke polisi.
Majelis Ulama Indonesia Kota Tanjung Balai juga enggan mengeluarkan fatwa penodaan agama kepadanya. Namun, lembaga lain seperti FUI, HTI, dan pesantren al-Wasliyah mendesak.
MUI kalah suara. Pada Januari 2017, mereka mengeluarkan fatwa yang isinya adalah apa yang dilakukan Meiliana masuk dalam kategori penistaan terhadap agama Islam.
Kejadian-kejadian ini berlangsung bersamaan dengan aksi-aksi menentang Basuki Tjahaja Purnama di Jakarta, atas dugaan pasal yang sama.
Polisi, dalam hal ini Polda Medan, akhirnya menetapkan status tersangka kepada Meiliana pada Maret 2017. Pasal yang dikenakan adalah pasal 156 subsider 156 a KUH Pidana tentang penistaan agama, sama seperti Ahok.
Sidang-sidang pun berlanjut, tak jarang dengan kehadiran massa. Meiliana hanya bisa menangis ketika hakim Wahyu Prasetyo Wibowo dari Pengadilan Negeri Medan akhirnya memutusnya bersalah dan menghukumnya dengan kurungan 1,5 tahun penjara pada Selasa (21/8/2018).
Editor: Dipna Videlia Putsanra