tirto.id - Sidang gugatan Keraton Yogyakarta terhadap PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk mencabut pencatatan atas tanah seluas 297.192 meter persegi yang terletak di area Stasiun Yogyakarta terus bergulir. Agenda sidang di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta dengan nomor 137/Pdt.G/2024/PN YK masuk proses mediasi hari ini, Kamis (21/11/2024).
Heri Kurniawan, Humas PN Yogyakarta, yang juga ditunjuk sebagai Hakim Mediator dalam perkara, mengatakan mediasi selanjutnya akan menunggu Pilkada Serentak 2024 rampung.
"Mereka (penggugat dan tergugat) tahapan pertemuan untuk mediasi atau tahapan mediator. Tadi diagendakan minggu depan, mereka minta Kamis habis bulan ini. [Jadi dijadwalkan] awal Desember, [alasannya] mau pilkada. Minta usai pilkada mau bertemu lagi," kata Heri diwawancarai di PN Yogyakarta, Kamis.
Heri membeberkan, mediasi bersifat tertutup. Maka tidak bisa memberi penjelasan gamblang terkait proses ini. Namun dia menyebut bahwa pihak yang hadir dalam mediasi pertama ini adalah kuasa hukum Keraton Yogyakarta sebagai penggungat. Sementara pihak tergugat yang hadir dari KAI, Kementerian Keuangan, dan Pertanahan.
Selain itu, sudah ditentukan pula bahwa Heri akan berlaku sebagai Hakim Mediator dalam perkara ini.
"Mereka tinggal menyusun draf perdamaian. Kan mencari perdamaian, jalan terbaik," ujar Heri.
Draf yang dimaksud Heri adalah tulisan berupa keinginan dari masing-masing pihak untuk dicarikan kesepakatan bersama secara musyawarah.
"Draf, mereka menyusun hal yang menjadi keinginan mereka untuk dimediasikan. Tidak masuk materi pokok. Kalau mediasi lebih pada kepengennya apa secara musyawarah dan perdamaian, bisa menjadi solusi terbaik," jelas Heri.
Waktu mediasi, kata Heri, sesuai aturan adalah 30 hari atau satu bulan. Mediasi dapat selesai kurang dari waktu yang ditentukan jika tiap pihak sama-sama sepakat dan tercetus perdamaian.
"Kalau satu bulan tidak deal, bisa langsung ke persidangan. Kalau mentok tidak ada solusi dari penggugat atau tergugat, ndak ada pertemuan, nggak bisa didamaikan, nanti Hakim Mediator melapor ke Hakim Ketua Majelis, [bahwa mediasi] tidak berhasil. Dilanjut ke persidangan," kata Heri.
Markus Hadi Tanoto, kuasa hukum GKR Condrokirono yang merupakan putri kedua Raja Keraton Yogyakarta sekaligus penggugat, mengatakan bahwa pihaknya memiliki bukti kepemilikan tanah sengketa.
"Keraton punya sertifikat hak milik (SHM) pasti. Kan ada dasarnya. Kalau sampai ke persidangan, kami tunjukan itu. [Sekarang] kami nggak akan tunjukan dulu," ucapnya.
Markus juga mengatakan SHM yang dimiliki Keraton Yogyakarta atas tanah sengketa menjadi dasar gugatan pihaknya terhadap PT KAI.
"Sudah ada, kalau enggak, nggak mungkin [melakukan gugatan]. Kalau sudah ada SHM nggak usah ditanya kapan [diterbitkan], sudah dimiliki," ujar Markus.
Sementara kuasa hukum PT KAI enggan menjawab pertanyaan wartawan saat disodori pertanyaan.
Sebelumnya, Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengatakan bahwa yang dilakukan pihaknya dalam gugatan ini berfokus pada kepastian hukum dan pengembalian hak atas tanah Kasultanan di Stasiun Yogyakarta. Apalagi status tanah tersebut merupakan Hak Guna Bangunan (HGB).
"[Lahan Stasiun Yogyakarta] itu kan punya aset yang dipisahkan dari negara. Nah, Sultan Ground menjadi aset BUMN, kan gitu. BUMN, PT KAI," ujarnya pada wartawan di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, pada Jumat (15/11/2024).
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini juga menjelaskan, bahwa Keraton dan PT KAI telah sepakat untuk menertibkan administrasi tanah yang digunakan PT KAI.
"Kami sepakat mereka tidak bisa mengeluarkan itu (status tanah sebagai aset PT KAI), [untuk menertibkan administrasi] harus dibatalkan lewat pengadilan. Prosesnya sudah lama. Sudah sepakat, kalau enggak, enggak ke pengadilan," jelasnya.
Menurut Sultan, PT KAI hanya memiliki status hak guna bangunan (HGB) atas tanah di kawasan stasiun. Oleh bebab itu, tuntutan dilakukan Keraton untuk memperjelas posisi hukum atas tanah Kasultanan yang selama ini diklaim oleh PT KAI sebagai bagian dari aktiva tetap mereka.
"Makanya nyuwun sewu. Jadi yang terjadi kira-kita PT KAI punya aset HGB di atas Sultan Ground. Gitu saja," ucap Sultan.
Gugatan ini resmi diajukan GKR Condrokirono melalui kuasa hukum Keraton Yogyakarta, Markus Hadi Tanoto, pada 22 Oktober 2024 di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta dengan nomor dengan nomor 137/Pdt.G/2024/PN YK. Dalam tuntutannya, Keraton meminta agar PT KAI dan Kementerian BUMN mencabut pencatatan atas tanah seluas 297.192 meter persegi yang terletak di area Stasiun Yogyakarta.
Menurut penggugat, tanah tersebut merupakan bagian dari tanah Kesultanan yang tidak boleh dicatatkan atas nama pihak lain tanpa persetujuan resmi.
Selain meminta penghapusan pencatatan kepemilikan tanah, penggugat juga mengharapkan agar PT KAI dan Kementerian BUMN tunduk pada Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta No. 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan serta Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Irfan Teguh Pribadi