tirto.id - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Andi Gani (KSPSI AGN) mendatangi Mahkamah Konstitusi, Sabtu (1/5/2021). Mereka menuntut agar hakim Mahkamah Konstitusi memutus gugatan yang diajukan oleh para buruh tentang Undang-Undang Cipta Kerja secara adil agar tidak menimbulkan reaksi buruk dari para buruh.
"Putusan MK akan berakibat berisiko besar kalau tidak berimbang dan tidak seadil-adilnya, akan mendapat penolakan besar dari jutaan buruh di seluruh Indonesia. Karena itu kami datang ke MK untuk mengingatkan kepada MK, melakukan sidang dengan baik melihat bukti-bukti yang sudah kami ajukan dari KSPI dan KSPSI," kata Presiden KSPSI AGN Andi Gani usai audiensi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Sabtu (1/5/2021).
Sebagai catatan, KSPSI dan KSPI mengajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Cipta Kerja pada November 2020 lalu. Sampai saat ini, pihak MK belum memutus permohonan tersebut.
Di saat yang sama, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, audiensi dengan MK merupakan salah satu upaya buruh memenuhi hak konstitusional mereka. Mereka pun berdemonstrasi dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai aturan pemerintah. Said pun tidak memungkiri akan ada aksi lanjutan setelah audiensi dengan pejabat MK.
"Aksi ini bukan aksi yang pertama dan terakhir tentu ada aksi-aksi lanjutan untuk mengawal sidang-sidang MK dengan catatan jumlah massa terbatas berkoordinasi dengan Satgas COVID-19 dan petugas keamanan dan tetap menerapkan prokes termasuk rapid test antigen," kata Said di lokasi yang sama.
Said pun kembali menegaskan kepada MK kalau UU Cipta Kerja bermasalah. Ia lantas menyebut sejumlah gubernur daerah seperti Jawa Barat, Jakarta, Kalimantan Barat, 50 bupati/wali kota dan 20 anggota DPRD menolak UU Cipta Kerja.
Selain itu, ia juga mengingatkan kalau jutaan buruh, termasuk anggota KSPSI AGN yang mencapai 3 juta dan KSPI yang mencapai 2,2 juta itu menolak UU Cipta Kerja. Dalam catatan KSPI sendiri, penolakan terjadi karena melihat undang-undang yang digagas di era Jokowi itu tidak memenuhi asas partisipasi publik.
Ia juga menyebut UU Cipta Kerja merugikan hak pekerja seperti masalah outsourcing terus-menerus dan potensi dipecat tanpa pemenuhan hak. Situasi tersebut justru membuat negara abai kepada buruh.
"Oleh karena itu, kami mengharapkan MK dengan seadil-adilnya bisa memutuskan uji materiel yang dilakukan KSPSI AGN dan KSPI dikabulkan seluruhnya yaitu mendrop klaster ketenagakerjaan di Undang-Undang Cipta Kerja," kata Said.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri