tirto.id - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah dipastikan memperpanjang waktu negosiasi dengan PT Freeport Indonesia hingga Januari 2018.
Sejatinya, status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang dimiliki PT Freeport Indonesia habis pada hari ini (10/10/2017). Namun perundingan antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia tersebut belum juga dapat diselesaikan.
“IUPK selesai tanggal 10 Oktober, kami akan kasih tiga bulan saja,” kata Jonan saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Senin (9/10/2017).
Menurut Jonan, kurun waktu tiga bulan tersebut akan digunakan pemerintah untuk melanjutkan perundingan atas sejumlah poin yang telah disepakati kedua belah pihak sejak akhir Agustus 2017 lalu. Dengan begitu, secara otomatis izin ekspor pun akan ikut diperpanjang sampai tiga bulan ke depan.
“Kalau IUPK-nya kan setiap enam bulan, ini diperpanjang tiga bulan untuk bisa menyelesaikan (negosiasi). Seperti 51 persen itu kapan divestasinya, jadwalnya bagaimana, harganya berapa. Pasti tiga bulan saja,” ungkap Jonan.
Adapun Jonan mengaku optimistis perundingan bakal selesai dalam kurun waktu tiga bulan ini.
Masih dalam kesempatan yang sama, Jonan mengakui kalau dirinya sudah tidak ikut proses negosiasi sejak 1,5 bulan lalu. Jonan mengatakan perundingan dengan PT Freeport Indonesia telah diserahkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Rini Soemarno.
“Sejak diputuskan kerangkanya, saya sudah minta Menteri Keuangan terkait penerimaan negaranya, dan divestasi dengan Menteri BUMN. Presiden akhirnya minta saya bantu lagi, supaya bisa jalan,” ujar Jonan.
Lebih lanjut, Jonan juga menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo menginginkan hasil negosiasi yang menguntungkan kedua belah pihak (win-win).
“Proses divestasi nggak bisa 10 tahun lagi. Ini harus jalan. Harus dibikin tahapannya dan harus sesuai dengan kemampuan keuangan pemerintah, BUMN, BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), serta valuasinya,” ucap Jonan.
Masih dalam kesempatan yang sama, Jonan sempat memperkirakan nilai divestasi sebesar 51 persen dari PT Freeport Indonesia mencapai 4 miliar dolar AS.
Perhitungan tersebut disampaikan Jonan berkaca pada PT Freeport Indonesia yang berkontribusi sekitar 40 persen terhadap saham Freeport McMorran (FCX) di New York, Amerika Serikat. Adapun nilai sahamnya sendiri ditaksir sebesar 20,74 miliar dolar AS.
“Kalau direferensi dari situ, rata-rata kontribusi keuntungan dalam 5-10 tahun dari operasi Grasberg sekitar 40 persen, nilainya 8 miliar (dolar AS). Sebesar 51 persennya ya 4 miliar dolar AS. Tinggal minta premiumnya berapa,” jelas Jonan.
Kendati demikian, pemerintah belum mau menjelaskan strategi yang akan ditempuh untuk pelaksanaan hal-hal yang sifatnya teknis. Jonan sendiri meminta agar adanya agenda tertutup untuk membahas tentang upaya pemerintah tersebut.
Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha mengatakan perlu adanya apresiasi terhadap pemerintah yang memperpanjang status IUPK Freeport. Oleh karena itu, Satya berharap PT Freeport Indonesia pun dapat bersikap kooperatif dengan langkah yang sudah diambil pemerintah.
“Dengan pemerintah memberikan IUPK, diizinkan ekspor, terus kita negosiasi, itu luar biasa. Ada goodwill pemerintah yang ditunjukkan kepada Freeport, padahal negosiasi belum selesai,” ucap Satya seusai rapat kerja, kemarin.
Setelah ini, Komisi VII DPR RI pun bertekad untuk terus memantau perkembangan negosiasi yang dilakukan pemerintah dan PT Freeport Indonesia. Berdasarkan hasil pada rapat kerja, Komisi VII DPR RI meminta agar pemerintah menginformasikan setiap perkembangan dari proses negosiasi.
“Panduan kita kepada pemerintah sudah jelas, yakni menjaga konstitusi, serta berlaku sesuai perundang-undangan dan aturan pemerintah yang dikeluarkan,” kata Satya.
Saat disinggung apakah DPR RI akan memanggil PT Freeport Indonesia, Satya bilang tidak ada rencana untuk itu. Menurut Satya, Komisi VII DPR RI menyerahkan sepenuhnya proses negosiasi kepada pemerintah. “Itu bukan porsi kita,” ujar Satya.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Maya Saputri