tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat Mahkamah Agung harus berbenah diri lantaran vonis ringan untuk koruptor kembali terjadi di tahun ini.
"Hal yang sedikit berbeda, kali ini pemberian diskon hukuman juga marak terjadi di tingkat Peninjauan Kembali (PK). Mahkamah Agung tidak lagi dianggap lembaga pemberi keadilan untuk kasus korupsi sejak ditinggal Artidjo Alkostar," ucap Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, di kantornya, Minggu (29/12/2019).
Ia melanjutkan, lembaga peradilan menjatuhkan vonis ringan terhadap pelaku korupsi, setidaknya ada dua putusan yang cukup fatal bagi pemberantasan korupsi. Pertama, vonis lepas terdakwa kasus BLBI, Syafruddin Arsyad Tumenggung selaku mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, pada tingkat kasasi.
Kedua, vonis bebas terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, Sofyan Basir selaku mantan Direktur PLN pada persidangan tingkat pertama. "Dua putusan ini seakan meruntuhkan kerja keras penegak hukum untuk mengungkap skandal korupsi tersebut," ujar Kurnia.
Sepanjang tahun 2019, ICW mencatat ada enam putusan yang meringankan narapidana korupsi seperti Irman Gusman, Choel Mallarangeng, Suroso, Tarmizi, Patrialis Akbar, dan Sanusi.
Gelombang narapidana korupsi yang mencoba peruntungan melalui peninjauan kembali pun tak kalah banyak, lanjut Kurnia, saat ini saja terdapat 23 pelaku korupsi yang sedang berproses di Mahkamah Agung.
"Untuk itu penting bagi Mahkamah Agung untuk berbenah. Bukan tidak mungkin vonis ringan selama ini dijadikan bancakan untuk melakukan kejahatan korupsi oleh oknum di pengadilan," ujar Kurnia.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Hendra Friana