tirto.id - Pendiri Zero Net Waste Management Consortium (ZNWMC), Ahmad Safrudin, menyoroti masih maraknya kemasan kecil Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di pasaran. Ahmad berpandangan, dengan adanya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, kemasan kecil AMDK sudah seharusnya berkurang.
Beleid di atas mendorong market leader AMDK untuk menghentikan penggunaan kemasan berukuran kecil dan beralih ke kemasan berukuran besar (upsizing). Ikhtiar ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi timbulan sampah hingga 30% pada 2030. Namun demikian, situasi di lapangan menunjukkan situasi jauh api dari panggangan.
“Faktanya, terjadi dua perlawanan korporasi terhadap regulasi. Pertama, dengan tetap memproduksi kemasan berukuran kecil. Kedua, dengan tidak mendaftar untuk mengikuti Peta Jalan Pengurangan Sampah,” ungkap Ahmad Safrudin di Kompas.com Talks bertajuk "Mitos Vs Fakta: Benarkah Semua Plastik Adalah Sampah?” di Jakarta, Jumat (21/2/2025).
Keterangan Safrudin didasarkan pada riset “Potret Sampah 6 Kota” yang dilakukan ZNWMC dengan Litbang Kompas tahun 2023 silam. Memeriksa sampah plastik, tim peneliti menemukan kantong plastik, bungkus mie instan, dan gelas (cup) air mineral mendominasi isi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, Samarinda, dan Bali.
Temuan dua tahun silam tersebut boleh dibilang masih relevan dengan situasi belakangan. Riset Sungai Watch yang dilakukan di Bali dan Banyuwangi tahun lalu menunjukkan, dari 623.021 item sampah yang dikumpulkan, 36.826 item diantaranya (5,9%) berasal dari kemasan gelas produk AMDK sebuah perusahaan multinasional.
Dalam pengantar laporannya, Sungai Watch menyebut punya misi untuk menghentikan plastik masuk ke laut dengan membersihkan sungai dan meminta pertanggungjawaban perusahaan yang memproduksi plastik.
“Salah satu alat paling ampuh dalam perjuangan melawan polusi plastik adalah Laporan Audit Merek tahunan kami, yang kini telah memasuki tahun kelima. Laporan ini lebih dari sekadar data. Laporan ini merupakan peringatan bagi perusahaan, pembuat kebijakan, dan konsumen tentang merek yang mendominasi aliran limbah plastik kita,” bunyi pengantar laporan yang dirilis Sungai Watch.
Hasil brand audit dari Sungai Watch menunjukkan bahwa para pemimpin pasar lah yang menjadi penyumbang polutan sampah plastik terbesar. Jika ditilik dari jenis produknya, maka yang berkontribusi adalah para market leader kemasan gelas plastik, susu kotak kemasan, minuman teh kemasan, minuman probiotik, hingga pasta gigi.
AMDK Kemasan Kecil Punya Nilai Ekonomi Rendah
Produk AMDK kemasan gelas memang sedang banyak disorot. Tiza Mafira, Direktur Eksekutif Diet Plastik Indonesia, menyebut bahwa AMDK gelas plastik adalah contoh buruk sekaligus boros penggunaan plastik. Satu produk air minum, ujarnya, memakai empat jenis plastik yang berbeda: gelas, tutup, sedotan, dan plastik pembungkus sedotan.
"Pencegahan lebih baik daripada pengobatan. AMDK gelas lebih baik dilarang karena alternatifnya pun banyak," tutur Tiza.
Selain soal penggunaan plastik yang boros, produk AMDK kemasan gelas juga dianggap memiliki nilai ekonomi rendah. Ini diungkapkan oleh CEO Kita Bumi Global, Hadiyan Faris Azhar. Selain nilai ekonominya sulit, kemasan gelas ini juga sulit dikumpulkan dan didaur ulang.
“Mengumpulkan sampah berukuran kecil itu sulit. Belum lagi kita harus membersihkan berbagai kontaminan di dalamnya, sehingga nilai jualnya pasti akan menyusut,” jelas Hadiyan di Jakarta, Jumat (21/2/2025).