tirto.id - Damhuri Muhammad geleng-geleng kepala saat membaca sejumlah berita terkait mundurnya Yudi Latif sebagai kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Ia kesal lantaran pernyataan yang diungkap nara sumber dalam sebuah artikel berita yang di-twit-kannya berkebalikan dengan fakta yang ia yakini.
“Wkwkwk. Dari mana ceritanya itu pak? Semua orang juga punya keluarga,” tulis Damhuri mengomentari sebuah artikel berjudul “Mahfud MD: Yudi Latif Mundur dari Kepala BPIP Mau Urus Keluarga” yang dipublikasikan Detik, Jumat (8/7/2018).
Lelaki yang sempat menjadi Tenaga Ahli Madya di BPIP ini berulang kali menuliskan kejengkelannya dalam lini masa akun Twitter pribadinya terkait peristiwa mundurnya Yudi Latif. Sembilan bulan bekerja bersama Yudi jadi alasan Damhuri tahu banyak apa latar masalah yang memicu atasannya itu mundur.
“Saya tahu betul apa yg dialaminya, terutama setelah UKP-PIP berubah menjadi BPIP Maret 2018 lalu,” begitu potongan tulis Damhuri di akunnya.
Perubahan UKP-PIP menjadi BPIP menjadi salah satu latar yang memicu Yudi keluar. Akan tetapi, masalah itu rupanya hanya secuil dari sekelumit masalah yang ada di tubuh badan bentukan Presiden Joko Widodo itu.
Saat dihubungi Tirto Sabtu (9/7/2018), Damhuri pun menceritakan masalah tersebut. Ia berkata “intinya Yudi mundur karena akumulasi dari kekecewaan sejak awal UKP-PIP dibentuk pada Juni 2017.”
Pernyataan Damhuri membuka cerita lain dari versi keterangan yang diungkapkan anggota Dewan Pengawas BPIP Mahfud Md, Juru Bicara Presiden Johan Budi SP, dan Presiden Joko Widodo sendiri. Yudi bukan keluar karena masalah keluarga.
“Enggak ada itu, ngeles istana saja.”
Beragam Masalah di BPIP
Awal kekecewaan itu mulai terjadi dari ketidakjelasan tata kelola administrasi hingga kantor. Unit Kerja yang seharusnya punya ruang kerja ini nyatanya hanya diberi satu ruang yang sangat sempit dan menumpang. Ruang tersebut pun berada di sayap timur Sekretariat Negara yang berada di Jalan Veteran Raya.
“Kadang kami sedang rapat harus keluar karena ruangannya dipakai,” ucap Damhuri menceritakan awal mula bekerja di unit tersebut.
Kantor untuk UKP-PIP ini disediakan sekitar Oktober 2017, padahal unit ini sudah bekerja sejak Juli 2017. Selesai kantor diberikan, kata Damhuri, masalah baru muncul. Petugas sekretariat yang diberikan Sekretariat Kabinet (induk awal dari UKP-PIP) tidak kompeten.
Petugas tak mengerti bagaimana menyusun penganggaran dalam mendukung program kerja sehingga terkadang Tenaga Ahli dan Sekretariat harus ribut gara-gara masalah anggaran berbelit. Masalah mulai terasa jadi ruwet lantaran petugas sekretariat yang disediakan Seskab ini dirasa tidak transparan dalam mengelola keuangan.
“Misalnya ada anggaran kegiatan Rp65 juta, anggaran yang sudah disetujui hanya turun Rp35 juta, dan sisanya entah ke mana?” kata Damhuri.
Ketidaktransparanan dalam pengelolaan anggaran itu juga diperparah dengan belum cairnya gaji untuk 26 tenaga ahli yang bekerja di UKP-PIP. Terhitung sejak Juli 2017, Damhuri mengatakan, para tenaga ahli belum menerima pembayaran gaji. Masalah ini yang bikin Yudi meradang.
“Yudi betul-betul terbebani, bahkan dia gagal memohon terakhir kali minta enggak usah dulu dirapel beberapa bulan, keluarkan satu bulan dulu supaya bisa berlebaran. Itu pun tak bisa dipenuhi,” ucap Damhuri.
“Di rapat terakhir itu [Yudi bilang], kalau gaji kalian tidak turun menjelang lebaran ini, saya akan mundur. Mudah-mudahan kemunduran saya bisa mempercepat pembayaran gaji kalian,” kata Damhuri menuturkan pernyataan Yudi.
Kewenangan Yudi Diamputasi
Di luar masalah sekretariat, Damhuri mengatakan ada masalah lain yang juga menjadi ganjalan buat Yudi. Ini bermula saat perubahan UKP-PIP menjadi BPIP lewat Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018.
Perubahan bentuk dan nama ini rupanya tak melibatkan Yudi selaku Kepala UKP-PIP. “Yudi tak tahu bagaimana nanti bentuk organisasi dan jabatan struktural yang akan dibentuk,” ungkap Damhuri.
Kondisi ini diperparah dengan pembentukan Satuan Tugas Khusus yang dilakukan Dewan Pengarah. Dewan yang dipimpin Megawati Soekarnoputri ini tiba-tiba menunjuk Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Eka Tjahjana sebagai Ketua Satgasus yang akan bertugas melakukan rekrutmen dan membentuk organisasi kepegawaian.
Belum selesai dengan proses rekrutmen yang dilakukan Satgasus, Hariyono yang sebelumnya menjabat Deputi II Kepala UKP-PIP tiba-tiba diangkat menjadi Wakil Kepala BPIP dan dilantik oleh Megawati Soekarnoputri yang kini menjadi Ketua Dewan Pengawas. Haryono punya tugas mengurus masalah internal BPIP mulai dari pengajuan surat hingga penentuan program.
“Sejak itu muncul dua kepemimpinan di BPIP. Setelah ditelusuri, banyak aturan yang membuat Wakil Kepala BPIP bisa melewati Kepala BPIP,” kata Damhuri.
Kondisi ini, kata Damhuri, yang membuat Yudi semakin terjepit. “Yudi seperti tak punya kewenangan apa-apa dan hanya dipasang sebagai simbol pemikir.”
Bantahan BPIP
Saat dihubungi Tirto, salah seorang anggota Satgasus BPIP Benny Susetyo menampik keterangan dari Damhuri. Ia malah menyitir pernyataan Juru Bicara Presiden Johan Budi S.P. dan anggota Dewan Pengarah BPIP Mahfud Md yang menyebut Yudi mundur dari jabatannya karena urusan keluarga.
"Alasannya sesuai dengan pernyataan Pak Mahfud [anggota Dewan Pengarah BPIP] bahwa [Yudi mundur] karena alasan keluarga, single parent, perlu waktu mengurusi anak-anaknya," kata Benny kepada Tirto.
Terpisah, Wakil Kepala BPIP Hariyono menyebut Yudi selalu dilibatkan dalam pembentukan dan peralihan status UKP-PIP menjadi BPIP. “Hanya saja kewenangan kepala BPIP berbeda dengan kepala UKP PIP. Dalam BPIP kewenangannya dibagi dengan Dewan Pengarah,” kata Hariyono kepada Tirto.
Ia juga membenarkan pernyataan Benny dan tak mengomentari masalah lainnya. Hariyono bahkan balik meminta masalah ini jangan dibesar-besarkan.
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Maulida Sri Handayani