tirto.id - Pengadilan Mesir menjatuhkan hukuman penjara selama tujuh tahun kepada mantan Menteri Imigrasi Mohamed Nasr El-Din Allam dalam kasus korupsi, pada Kamis (9/2/2017).
Korupsi yang dilakukan Mohamed Nasr El-Din Allam itu terkait dengan penjualan ilegal tanah pertanian untuk pembangunan, demikian laporan Antara dikutip dari kantor berita MENA.
Pengadilan Kejahatan Giza menghukum Allam beserta pelaku bisnis buronan bernama Ahmed Abdel-Salam Qura karena menjual tanah pertanian di Ayyat, sebuah distrik di Giza, untuk melakukan pembangunan.
Akibat perbuatan tersebut, kedua terdakwa dianggap merugikan uang negara sebesar lebih dari 37 miliar pound Mesir atau setara dengan Rp22,59 triliun. Selain itu, pengadilan pun menjatuhkan hukuman kepada keduanya dengan masing-masing hukuman tujuh tahu penjara.
Hukuman tersebut adalah bagian dari gerakan antikorupsi besar-besaran yang dicanangkan pemerintah Mesir dalam beberapa tahun belakangan ini.
Gerakan antikorupsi juga berhasil menyeret sejumlah pejabat dan pegawai tinggi Mesir ke penjara dan berhasil mengembalikan uang negara dalam jumlah banyak.
Salah satu contoh, pada April 2016, mantan Menteri Pertanian Salah Helal dan wakilnya dihukum 10 tahun penjara karena tertangkap menerima suap dalam pemberian izin kepemilikan tanah negara kepada pengusaha ternama Mesir.
Akibat perbuatan itu, Helal dikenai denda sebesar satu juta pound (sekitar Rp753 juta) sementara wakilnya didenda setengah juta pound.
Selain itu, pada Agustus 2016 lalu, mantan Menteri Pengadaan Khaled Hanafy mengundurkan diri di tengah kecaman menyangkut penggunaan uang jutaan dolar untuk subsidi pembelian gandum.
Hanafy juga dituduh menghamburkan uang sebanyak tujuh juta pound (sekitar Rp5,2 miliar) saat menginap di sebuah hotel mewah di Kairo sejak ia menjabat pada 2014. Namun, sang menteri membantah tuduhan itu.
Dalam dua kasus terpisah pada November 2015, pihak berwenang Mesir menangkap dan memecat dua hakim senior, satu di antaranya karena memiliki 68 kilogram ganja. Satu lainnya terjerat kasus suap dalam jumlah besar untuk membebaskan seorang terdakwa penyelundupan obat-obatan terlarang.
Pada Desember 2016, badan resmi antikorupsi Administrative Control Authority (ACA) mengatakan pihaknya menangkap basah seorang kepala perusahaan pertanian nasional karena menerima suap terkait perintah impor yang menguntungkan perusahaan tersebut. ACA juga menangkap seorang pejabat perpajakan karena menerima suap untuk menurunkan jumlah tagihan pajak sebuah perusahaan.
Hisham Genina, mantan kepala badan audit Central Auditing Authority (CAA) Mesir, mengeluarkan pernyataan pada akhir 2015. Pernyataan itu berisi dugaan korupsi besar-besaran di berbagai lembaga negara Mesir, yang pada 2015 saja angkanya lebih dari 600 miliar pound (sekitar Rp452 triliun).
Namun, suatu komite yang dibentuk atas perintah Presiden Abdel-Fattah al-Sisi menyangkal tuduhan Genina itu dengan menyebutnya "menyesatkan dan dilebih-lebihkan." Genina dipecat pada Maret 2016 melalui keputusan presiden.
Dari 168 negara dan wilayah, Mesir menduduki posisi ke-68 sebagai negara paling tidak korup dalam Indeks Persepsi Korupsi 2015 yang dikeluarkan oleh Transparansi Internasional. Sebelumnya, Mesir berada pada posisi ke-95 pada 2014 dan ke-114 pada 2013.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto