tirto.id - Hampir setiap hari media memberitakan kasus korupsi di berbagai daerah, berbagai instansi, berbagai pejabat, baik di negara orang maupun di negeri sendiri, Indonesia. Pemberitaan tidak hanya fokus pada penangkapan koruptor, tetapi dilengkapi oleh berapa jumlah uang negara yang digasak, bagaimana modusnya, siapa saja yang terlibat. Media juga terus memberitakan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan prestasi kejaksaan yang belakangan mulai menunjukkan taringnya dalam membongkar kasus korupsi.
Bukan tidak beralasan bahwa media konsisten menayangkan pemberitaan kasus korupsi. Sebagai pilar keempat demokrasi, media punya tanggung jawab agar kasus-kasus yang melibatkan kepentingan publik seperti pemberantasan korupsi tidak tenggelam diterpa isu-isu lainnya. Dengan memberitakan korupsi, media mengingatkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan. Inilah peran media dalam membantu negara menyelesaikan persoalan korupsi yang merugikan banyak pihak.
Peran media dalam memberantas korupsi tidak boleh dipandang sebelah mata. Baik media dalam negeri maupun media luar negeri telah menunjukkan kekuatannya melawan koruptor. Selain melakukan pengawasan melalui liputan berita yang beragam, media juga memiliki kekuatan untuk mengungkap berbagai skandal yang sebelumnya tertutup rapat atau ditutup-tutupi, sehingga terbuka lebar melalui investigasi. Dengan kebebasannya dalam mengakses dan menyebarkan berbagai informasi publik, media juga bisa melakukan penyelidikan menyeluruh, sehingga bisa memberikan warning agar orang takut berbuat korupsi.
Beberapa kasus korupsi di negara-negara besar terungkap berkat jurnalisme investigasi. Di Amerika Serikat, skandal Watergate antara tahun 1972-1974 diungkap The Washington Post. Media tersebut melakukan penyelidikan untuk mengungkap keterlibatan Presiden Richard Nixon dalam korupsi. Hasil investigasinya membuktikan kalau Presiden Nixon bersalah, dan akhirnya dia mundur dari jabatannya.
Media juga menunjukkan keberaniannya untuk melakukan investigasi, dan berhasil mengungkap skandal korupsi 1MDB di Malaysia tahun 2015-2018. Investigasi dilakukan oleh The Wall Street Journal dan Sarawak Report. Hasil investigasinya berhasil mengungkap skandal korupsi besar yang melibatkan Perdana Menteri Najib Razak, yang menyalahgunakan uang negara lebih dari 4,5 miliar dolar AS. Perdana Menteri Najib Razak kemudian dihukum 12 tahun.
Pada tahun 2016, Konsorsium Jurnalis Investigatif Internasional (ICIJ) berhasil mengungkap Panama Papers, lagi-lagi berkat investigasi yang dilakukan para jurnalis. Para jurnalis ini berhasil mengungkap dokumen rahasia, bagaimana cara para pemimpin dunia, pengusaha, dan selebriti, menyembunyikan kekayaannya di luar negeri untuk menghindari pajak, atau istilah lainnya melakukan pencucian uang.
Media di Indonesia juga punya prestasi tidak kalah mentereng dalam membongkar kasus-kasus korupsi. Beberapa kasus besar berhasil diungkap dan terus dikawal oleh media hingga pelakunya dihukum. Misalnya, kasus korupsi E-KTP (2017) yang dikuliti Tempo, Kompas, Detik, dan CNN Indonesia. Kasus proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun, dan media terus mengawal para koruptornya hinggai divonis.
Media seperti Tempo, Kompas, dan Metro TV juga ikut mengawasi kasus korupsi yang terjadi di Wisma Atlet pada tahun 2010-2013. Tuduhan korupsi dalam proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang bernilai Rp 191 miliar. Media memiliki peran penting dalam mengungkap rekaman percakapan suap tersebut, sehingga memaksa aparat hukum untuk segera mengambil tindakan.
Kasus suap yang melibatkan Hakim Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar pada tahun 2013 juga berhasil diawasi Tempo, Kompas, Tribunnews, dan CNN Indonesia. Dalam hal ini, Ketua Mahkamah Konstitusi itu ditangkap karena kedapatan menerima suap sebesar Rp 57,78 miliar dan 500 ribu dolar AS terkait sengketa Pilkada. Di sini, media berperan dalam mengekspos jaringan mafia di sistem peradilan, dan mendukung perubahan sistem peradilan di Mahkamah Konstitusi.
Kontan, Tempo, CNBC Indonesia, Bisnis Indonesia juga berhasil memantau perkembangan kasus korupsi Jiwasraya tahun 2020. Peran media dalam mengadvokasi kerugian nasabah mendesak pemerintah untuk bertindak tegas. Kerugian investasi senilai Rp 16,8 triliun terjadi di PT Asuransi Jiwasraya. Pelakunya juga divonis seumur hidup.
Pada masa COVID-19 (2020-2021), tatkala situasi kondisi serba susah, media seperti Tempo, Kompas, CNN Indonesia, dan Detik melakukan pengawasan terhadap kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos). Dalam kasus ini, media berperan meningkatkan kesadaran publik mengenai penyelewengan dana pandemi dan mendesak KPK untuk menyelidiki masalah ini sampai tuntas. Menteri Sosial kala itu, Juliari Batubara, terbukti memanfaatkan dana Bansos COVID-19 dengan menaikkan harga barang demi keuntungan pribadi. Pelaku dijatuhi hukuman penjara selama 12 tahun.
Dengan bejibunnya laporan mengenai kasus korupsi serta berbagai hukuman bagi para pelakunya, masyarakat dan pejabat mestinya takut berbuat korup. Pemberitaan kasus korupsi di media juga menciptakan tekanan sosial dan politik terhadap pejabat dan lembaga yang terlibat. Media telah mengedukasi masyarakat tentang bahaya korupsi, sehingga masyarakat lebih kritis untuk melakukan berbagai pengawasan di lingkungan tempat kerja.
Namun demikian, media tidak akan bisa berbuat banyak kalau kebebasannya dalam menjalankan tugas dibatasi, atau sampai dirampas, sebagaimana ancaman yang mencuat jika RUU Penyiaran disahkan. Untuk diketahui, RUU Penyiaran melarang media melakukan jurnalisme investigasi, yang dalam banyak kasus terbukti memberi manfaat bagi kepentingan publik. Jika kerja media dibatasi, besar kemungkinan korupsi semakin merajalela.
Agar terhindar dari hal tersebut, pemerintah dan pembuat aturan bisa berkaca pada Finlandia yang memberi kebebasan kepada media untuk mengawasi kinerja mereka. Hasilnya, Finlandia menjadi salah satu negara di Eropa yang berhasil memberantas korupsi.
*Penulis adalah Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung
*) Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.