tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD merespons perihal gugatan praperadilan tersangka pelecehan seksual terhadap pegawai Kementerian Koperasi dan UMKM.
"Berdasar hasil rapat koordinasi, kami akan terus mendorong perkara ini dilanjutkan. Untuk diproses kembali sesuai laporan korban," kata Mahfud, Rabu, 18 Januari 2023. Mahfud mengklaim paham bahwa praperadilan belum memutus pokok perkara.
"Sehingga jika proses ini dilanjutkan kembali, maka tak dapat dikatakan ne bis in idem. Karena pokok perkara yaitu sesuai dengan Pasal 286 KUHP belum pernah disidangkan," terang Mahfud.
Ne bis in idem adalah perkara dengan objek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama, diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya.
Hasil rapat koordinasi juga meminta agar Divisi Propam Polri memeriksa penyidik Polresta Bogor yang menangani kasus ini, yang sejak awal dianggap sangat tidak profesional. Ketidakprofesionalan itu adalah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan surat yang berbeda ke alamat dan alasan yang berbeda pula.
SP3 kepada jaksa menyatakan perkara disetop karena keadilan restoratif, tapi surat pemberitahuan kepada korban menyebutkan penerbitan SP3 lantaran tidak cukup bukti. "Satu kasus sama diberikan alasan yang berbeda kepada pihak yang berbeda," ujar Mahfud.
Merujuk kepada Pasal 12 Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, yang berlaku ketika kasus ini diproses, bahwa perkara yang bisa diterapkan dengan mekanisme keadilan restoratif adalah kasus yang tidak menimbulkan kehebohan, tidak meresahkan publik, dan tidak mendapatkan penolakan dari masyarakat.
Syarat tersebut, kata Mahfud, tidak dipenuhi. Kemudian perlu diperiksa penyidik perkara karena telah memberikan penjelasan yang dijadikan dasar oleh hakim praperadilan yakni pencabutan SP3 hanya berdasar hasil rapat koordinasi Kemenko Polhukam. Faktanya, rapat koordinasi di Kemenko Polhukam hanya menyamakan persepsi bahwa salah penanganan.
Sedangkan pro justitia-nya agar dibicarakan melalui gelar perkara internal oleh jajaran Polresta Bogor. Sementara proses internal Polresta Bogor untuk melaksanakan keputusan rapat koordinasi Kemenko Polhukam telah dilaksanakan.
"Sehingga pencabutan SP3 itu tidak langsung karena keputusan rakor, melainkan hasil rakor telah dituangkan dalam proses-proses formal di internal Polresta Bogor," jelas Mahfud.
Terduga pelaku pelecehan seksual di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mengajukan praperadilan perihal sah atau tidaknya penetapan tersangka. Hasilnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bogor mengabulkan gugatan praperadilan.
"Mengadili, mengabulkan permohonan praperadilan pemohon," bunyi putusan dalam situs Sistem Informasi Penanganan Perkara PN Bogor, Selasa, 17 Januari 2023. Putusan terhadap perkara bernomor 5/Pid.Pra.2022/PN Bgr itu diketok oleh hakim pada 12 Januari.
Para pemohon yakni Zaka Pringga Arbi, Wahid Hasyim, dan Muhammad Fiqar; dan termohon ialah Kapolres Bogor Kota. Hakim pun menetapkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) sah.
"Menyatakan sah Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor S.PPP/813 b/III/RES 1.24/2020 tertanggal 18 Maret 2020 dan tidak sah penetapan tersangka atas nama para pemohon dalam penyidikan perkara sesuai Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/813.a/RES 1.24/I/2020/Sat Reskrim tanggal 1 Januari 2020," demikian putusan tersebut.
ND, korban, mengalami pemerkosaan pada 6 Desember 2019, setelah dicekoki minuman keras. Ia diduga diperkosa oleh WH (PNS Golongan 2C di Kemenkop UKM), ZP (CPNS Kemenkop UKM), serta MF dan NN (tenaga honorer Kemenkop UKM). Korban juga sempat dipaksa menikah dengan ZP agar kasus ini tidak diproses hukum.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky