tirto.id - Upaya perlawanan seperti aksi massa, unjuk rasa, atau demonstrasi dalam sosiologi disebut sebagai gerakan sosial. Gerakan sosial adalah kegiatan terorganisir dan terencana yang dilakukan oleh sejumlah orang yang memiliki tujuan tertentu demi kepentingan bersama.
Mengutip dari artikelMengenal Gerakan Sosial dalam Perspektif Ilmu Sosial yang terbit dalam Hasanuddin Journal of Sociology (Vol. 1, No. 1, 2019), terdapat sejumlah karakteristik dalam gerakan sosial, yaitu:
Pertama, dilakukan oleh banyak orang yang memiliki visi, misi, dan tujuan yang sama atas sebuah permasalahan tertentu.
Kedua, memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Ketiga, terorganisir melalui sebuah kelompok sosial tertentu yang memiliki peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis.
Terdapat sejumlah teori dalam memandang gerakan sosial, beberapa teori adalah teori tradisional dan modern. Berikut rinciannya seperti dikutip dari Introduction to Sociology - 1St Canadian Edition
1. Resource Mobilization Theory
Dalam teori ini, istilah mobilization merujuk pada proses kontekstual yang terdiri atas proses pembentukan massa untuk mencapai tujuan tertentu sehingga dalam teori ini proses kontekstual dianalisis untuk dapat meraih misi gerakan sosial.
Sebagai teori yang menekankan pada proses pembentukan massa, maka terdapat beberapa hal yang aktor penentu keberhasilan gerakan sosial, yakni:
- Organisasi Gerakan sosial.
- Pemimpin dan kepemimpinan.
- Sumberdaya dan mobilisasi sumberdaya.
- Jaringan dan partisipasi.
- Peluang dan kapasitas masyarakat.
Teori ini menyatakan bahwa gerakan sosial adalah sesuatu yang kompleks dimana terdapat beberapa syarat agar hal tersebut dapat terjadi, yakni adanya kondusifitas dan ketegangan struktural.
Kondusifitas struktural adalah kesadaran masyarakat atas suatu fenomena tertentu, sedangkan ketegangan struktural, yakni kondisi masyarakat yang mengalami ketegangan akibat tidak terpenuhinya harapan masyarakat atas suatu fenomena.
Value-Added Theory berargumen bahwa gerakan sosial ada untuk mengurangi ketegangan struktural. Upaya penghilangan ketegangan ini dilakukan melalui penyebaran informasi terkait permasalahan tertentu dan tindakan massa yang ditempuh oleh mobilisasi aksi.
3. Emergent-Norm Perspective
Emergent-Norm Perspective adalah teori yang dikemukakan oleh Turner dan Killian pada 1972. Teori ini berargumen bahwa latar belakang terjadinya gerakan sosial adalah adanya norma baru yang muncul akibat perubahan tertentu.
Teori ini berdasar pada perspektif bahwa norma adalah sesuatu yang terus berubah sehingga diperlukan gerakan sosial yang rasional sebagai respons atas perubahan baru yang bersifat ambigu.
Emergent-Norm Perspective terjadi dalam beberapa tahap, yakni sebagai berikut:
- Individu menyadari bahwa dirinya tengah berada dalam situasi yang tidak diatur dalam norma yang telah ada sebelumnya.
- Sekumpulan individu dengan kesadaran bahwa tengah mengalami sebuah norma baru melakukan interaksi dan mengembangkan pedoman norma baru untuk merespon kejadian tersebut.
Teori ini dipaparkan pertama kali oleh McPhail dan Miller pada 1973. Assembling Perspective memandang individu dalam sebuah kelompok gerakan sosial sebagai individu rasional yang berdiri sendiri, sedangkan kerumunan adalah kelompok yang secara aktif melakukan tindakan untuk tujuan kolektif.
Terdapat sejumlah tahap dalam gerakan sosial dalam Emergent-Norm Perspective, yaitu:
- Assembling Processes, adalah tahap berkumpulnya tiap individu dalam sebuah kelompok.
- Gathering, adalah proses berkumpulnya kelompok-kelompok kecil agar dapat tergabung dalam sebuah kerumunan yang lebih besar. Masing-masing anggota kelompok tidak melakukan kegiatan yang sama persis dan tetap menjadi bagian atas diri individu.
- Dispersal Processes, adalah kondisi dimana kelompok mengalami membubarkan diri karena adanya perintah pihak lain atau persaingan antarkelompok.
New Social Movement Theory adalah teori yang berkembang di Eropa pada 1950-an dan 1960-an pada masa pasca-industri. Teori ini hadir saat isu-isu mengenai aspek humanis, kultural, dan nonmaterial sedang berkembang di Eropa.
New Social Movement Theory lebih berfokus pada permasalahan mengenai hak asasi manusia. Contoh dari gerakan ini adalah gerakan legalisasi ganja, hak-hak transgender, dan feminisme.
- Terdapat beberapa karakteristik dalam New Social Movement Theory, yaitu :
- Gerakan sosial bersifat transnasional dimana isu dalam negara tertentu menjadi permasalahan global.
- Fokus pada perubahan kultural dan perbaikan lingkungan sosial dan fisik.
- Gerakan ini mendapat dukungan dari individu dengan latar belakang yang beragam tanpa adanya perbedaan kelas tertentu.
Editor: Dipna Videlia Putsanra