Menuju konten utama

Macam-Macam Sikap Anak Saat Orangtua Menikah Lagi

Anak laki-laki cenderung lebih dapat menerima kehadiran orangtua tiri.

Macam-Macam Sikap Anak Saat Orangtua Menikah Lagi
Maia Estianty menikah dengan Irwan Mussry. Instagram/@maiaestiantyreal

tirto.id - Maia Estianty resmi menjadi istri Irwan Mussry, pemimpin grup retail yang menaungi distribusi jam tangan premium Time International. Akad nikah keduanya digelar di Masjid Tokyo Camii & Turkish Culture Center di Tokyo, Jepang pada Senin pagi (29/10/2018) waktu setempat. Prosesi tersebut dihadiri oleh kedua orang tua Maia dan ketiga putra dari pernikahannya bersama Ahmad Dhani.

Melalui akun Instagram, penyanyi sekaligus produser musik tersebut mengunggah foto dirinya berpose dengan Irwan Mussry serta anak-anaknya dalam balutan gaun pengantin berwarna putih. Ia menulis keterangan foto:

“Alhamdulillah..this is it..this is what you are waiting for, guys...the picture...My new chapter with my hubby and the boys...Welcome to the family 'DAD'"

Tak hanya itu, Maia juga mengunggah foto ketiga buah hatinya, yakni Al Ghazali, El Rumi, dan Dul Jaelani yang sedang berdoa ketika akad nikah berlangsung. Di caption foto ia mengucapkan terima kasih atas restu yang diberikan padanya dan Irwan Mussry.

“Terima kasih anak2ku yang ikhlas melepas bundamu kepada seseorang yang dulunya mungkin tidak kalian kenal, tapi hari itu kalian mendoakan yang terbaik untuk kami agar bunda dan daddy bahagi. ... Tangisan kalian hari itu, tidak akan pernah bunda lupakan,” ungkapnya.

Sementara itu, baik Al, El, dan Dul mengunggah foto beserta caption yang isinya kurang lebih sama di Instagram. Mereka mengucapkan selamat dan berharap pernikahan sang bunda bisa terus langgeng.

“I love you so much bunda. I wish you all the happiness for your new chapter in your life. Alhamdulillah,”tulis Al.

“Congrats both of you @irwanmussry @maiaestiantyreal. Sakinah Mawaddah Warahmah, InshaALLAH. Happily ever after!”kata El.

"Selamat ya Bunda. As long as you’re happy. Malaikatku tercinta,”unggah Dul.

Anak Lelaki Cenderung Dapat Menerima

Menurut Michael Ryan Shrifter dari Pasific University, ada dua faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan anak akan orangtua tiri. Ia mengatakan bahwa gender dan watak menjadi variabel penentu apakah anak bisa menerima dan menyesuaikan diri dengan ayah atau ibu baru.

Lewat penelitian yang bertajuk “Adjustment to Parental Divorce and Remarriage: An Examination of the Impact of Gender and Temperament in Children” (PDF) (2007, 28-29), Shrifter menjelaskan bahwa anak laki-laki cenderung lebih dapat menerima kehadiran orangtua tiri.

“Sementara itu, anak perempuan cenderung marah dan merasa terancam saat orangtua, khususnya sang ibu, menikah lagi,” ungkapnya.

Shrifter lantas mengatakan watak anak yang positif bakal memfokuskan diri pada hal baik di tengah situasi lingkungan tak mengenakkan. Makanya, ia akan berusaha mencari cara untuk mengatasi persoalan selama proses penyesuaian dengan orangtua tiri berlangsung.

“Sebaliknya, anak dengan tabiat negatif (impulsif dan memiliki emosi negatif) akan memandang pernikahan sebagai hal yang mengancam sehingga lebih sering mengelak,” jelasnya.

Di sisi lain, psikolog Amy Bellows menjelaskan bahwa faktor seperti umur, kepribadian anak, dan kondisi perceraian atau pengasuhan usai berpisah berdampak pada intensitas kesulitan yang dialami anak saat menyesuaikan diri terhadap pernikahan orangtua yang terjadi kedua kali atau lebih.

Ia mengatakan bahwa anak berusia 6 hingga 10 tahun akan berpikir dan merasa bersalah saat menjalin hubungan dengan keluarga tiri. Sementara itu, anak berumur 11 sampai 12 tahun rentan mengalami konflik dengan orangtua tiri sebab ada perubahan fisik dan emosional yang dialami.

Untuk anak berusia 13 hingga 18 tahun, Bellows mengatakan bahwa mereka dapat merasa kebebasannya terancam akibat peraturan baru yang dibentuk usai orangtuanya menikah lagi. Selain itu, kesadaran akan hal berbau seksualitas membuat para remaja tersebut tak nyaman menyaksikan perilaku romantis yang dilakukan ayah atau ibu dengan pasangan baru.

Infografik Saat Orangtua Menikah Lagi

Kekikukan Anak Perempuan dalam Menerima Ayah Tiri

Perihal seksualitas, Andrita (26) mengatakan bahwa soal tersebut tak mengganggu dirinya sebab baik ibu dan ayah tirinya bukanlah tipe pasangan yang gemar pamer kemesraan atau Public Display Affection (PDA). Kepada Tirto, perempuan asal Yogyakarta tersebut menceritakan ibunya menikah lagi saat ia berusia 18 tahun dan ia beserta dua saudaranya hidup dengan ayah tiri sejak saat itu.

Andrita menjelaskan bahwa ibunya sengaja memilih menikah saat ia dewasa lantaran merasa bahwa di usia itu anaknya sudah bisa mengerti dan menjaga diri.

“Mamah tidak langsung mau menikah karena pertimbangannya ketika anak masih kecil kan enggak bisa protect diri dan enggak tau kalau misalnya si suami enggak benar. Makanya [ia] menikah ketika anaknya semua sudah besar,” katanya.

Ibunya, menurut Andrita, telah menjadi orangtua tunggal sejak ia berumur 1 tahun lebih. Namun, karena saat itu Andrita telah mengerti soal perbedaan lawan jenis, ia merasa tak aman jika ayah tirinya melakukan kontak fisik di area tertentu.

“Pernah tidur lalu [saya] dibangunkan [oleh ayah tiri] dengan memegang paha. Gimana-gimana kan tetap saja itu cowok. Kalau [sama] kakak cowok, mau ngangkang kan enggak mungkin ngapa-ngapain. Tapi, kalau misalnya sama orang yang sebenarnya tidak terlalu akrab kan aneh,” jelasnya.

Hingga saat ini, Andrita mengaku kesulitan dalam menyesuaikan dan menerima hal ini.

Menurut unggahan di situsweb HelpGuide, anak perempuan memang cenderung merasa tak nyaman dengan afeksi fisik yang diberikan ayah tiri. Namun, semua anak baik kecil, besar, laki-laki, atau perempuan pada dasarnya membutuhkan kepercayaan agar hubungan keluarga baru yang terbentuk bisa kuat.

Sejumlah cara pun dapat dilakukan untuk mewujudkan hal itu. Pada tahap awal, emosi negatif yang diperlihatkan anak ada baiknya tak menjadi fokus utama. Orangtua justru mesti mendiskusikan peran masing-masing dalam hal membesar anak berikut peraturan yang berlaku dalam rumah. Dalam hal ini, ayah atau ibu tiri sebaiknya bertindak sebagai teman atau fasilitator dan bukan orang yang mendisiplinkan anak.

Lebih lanjut, keterlibatan ayah dan ibu kandung juga turut membantu anak saat membangun relasi dengan orangtua tiri. Anak perlu diberi pemahaman bahwa ayah atau ibu tiri adalah orang yang bakal menyayangi mereka tapi tidak akan menggantikan orangtua kandung.

Terakhir, komunikasi terbuka dan kemampuan untuk tak mengedepankan emosi saat berbicara menjadi kunci terciptanya kepercayaan dalam hubungan keluarga baru.

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Nindias Nur Khalika

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Nindias Nur Khalika
Editor: Maulida Sri Handayani