tirto.id - Pemerintah memberlakukan pengetatan pada libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 untuk menekan kenaikan kasus COVID-19. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan bentuk pengetatan ini berupa pembatasan operasional tempat yang mengundang keramaian dan pengurangan jumlah pegawai bekerja di kantor.
"Pengetatan masyarakat secara terukur meliputi WFH 75 persen, pelarangan perayaan tahun baru di seluruh provinsi, dan pembatasan jam operasional mal, restoran, tempat hiburan sampai pukul 19.00 untuk Jabodetabek dan 20.00 untuk zona merah di Jabar, Jateng dan Jatim," ucap Luhut dalam keterangan tertulis, Selasa (15/12/2020).
Luhut yang juga Wakil Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) mengatakan pembatasan serupa juga bakal diberlakukan bagi tempat-tempat wisata. Sama halnya dengan rest area bagi masyarakat yang mungkin bepergian ke luar kota.
Selain itu, pencegahan COVID-19 melalui wajib rapid test antigen maksimal H-2 sebelum perjalanan kereta api jarak jauh dan pesawat juga tetap diberlakukan. Bahkan terkhusus untuk perjalanan ke Bali, masyarakat diwajibkan melakukan tes PCR pada H-2 keberangkatan.
"Rapid test antigen ini memiliki sensitivitas yang lebih baik bila dibandingkan rapid test antibodi," ucap Luhut.
Sekilas rencana pemerintah di akhir 2020 ini terkesan mirip dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti pada September 2020 lalu. Waktu itu jumlah karyawan yang bekerja di kantor juga dibatasi maksimal 25 persen.
Meski demikian, Luhut memastikan kebijakan ini berbeda dengan September 2020 lalu apalagi seperti pada awal pandemi di Maret 2020. Misalnya pada pengetatan akhir tahun, Luhut tidak melarang adanya makan di tempat atau dine in.
"Kita bukan menerapkan PSBB, tapi akan menerapkan kebijakan pengetatan yang terukur dan terkendali, supaya penambahan kasus dan kematian bisa terkendali dengan dampak ekonomi yang relatif minimal," ucap Luhut.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan