Menuju konten utama

LPSK Rekomendasikan 13 Orang Jadi Saksi Kunci Tragedi Kanjuruhan

LPSK meyakini 13 orang itu memiliki keterangan penting dan membuka tabir atas Tragedi Kanjuruhan.

LPSK Rekomendasikan 13 Orang Jadi Saksi Kunci Tragedi Kanjuruhan
Sejumlah warga dan suporter Arema FC (Aremania) membawa replika keranda mayat saat berunjuk rasa di depan Balai Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (27/10/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/nym.

tirto.id - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu merekomendasikan 13 orang sebagai saksi kunci atas Tragedi Kanjuruhan. Rekomendasi tersebut diberikan kepada penyidik kepolisian agar menjadi tindak lanjut untuk dimintai keterangan.

"13 nama itu adalah bagian dari 20 pemohon perlindungan pada Tragedi Kanjuruhan, yang terjadi pada 1 Oktober 2022 lalu," kata Edwin dalam keterangan tertulis pada Kamis (3/11/2022).

Edwin mengatakan 13 nama itu memiliki keterangan penting dan menjadi pembuka tabir atas Tragedi Kanjuruhan. Karena mereka berasal dari berbagai latar belakang dan bukan hanya dari suporter Arema namun juga ada dari relawan medis.

"13 orang itu LPSK nilai mempunyai keterangan penting untuk mengungkap perkara karena mereka ada orang yang mengalami langsung Tragedi Kanjuruhan tersebut. Di antaranya terdapat relawan medis," terangnya.

LPSK saat ini menerima banyak laporan dari para saksi dan korban Tragedi Kanjuruhan bahwa ada tindakan yang diduga melanggar prosedur oleh aparat penegak hukum. Tindakan tersebut berupa pemanggilan dan pemeriksaan serta peminjaman telepon seluler yang tidak sesuai prosedur.

"LPSK berharap hal-hal tersebut tidak terjadi kembali, karena akan berdampak buruk bagi kepercayaan publik pada proses hukum yang adil," jelasnya.

Edwin juga meminta penyidik tidak hanya menggunakan Laporan Polisi (LP) yang ada, terkait pasal 359 dan 360 tentang kelalaian yang menyebabkan kematian dan luka, dan LP terkait pasal 170 dan Pasal 212 terkait penyerangan terhadap orang (aparat) dan pengrusakan barang.

Dirinya berharap perbuatan penembakan gas air mata, sebaiknya juga dipertimbangkan sebagai sangkaan perbuatan penganiayaan sebagaimana diatur di pasal 351 dan pasal 354 KUHP.

"Penggunaan gas air mata itu telah mengakibatkan gangguan kesehatan baik berupa sesak napas, iritasi kulit, mata berdarah dan dapat berakhir kematian bagi yang memiliki komorbid. Perbuatan penembakan itu harus dikaji sebagai bentuk kesengajaan bukan kelalaian. Termasuk pasal 170 terdapat perbuatan yang dilakukan oknum aparat ketika peristiwa," ungkapnya.

Baca juga artikel terkait TRAGEDI KANJURUHAN atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Hukum
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto