tirto.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan membahas pengajuan AKBP Dody Prawiranegara menjadi pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) dalam perkara dugaan bisnis sabu.
Pembahasan itu berlangsung dalam rapat, Senin, 5 Desember 2022. “Saya belum bisa pastikan apakah akan diputuskan hari ini atau tidak,” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi, ketika dihubungi Tirto, hari ini.
“(Rapat pembahasan) ini memang agenda rutin LPSK. Setiap Senin, LPSK memutuskan permohonan perlindungan dalam Sidang Majelis Pimpinan LPSK (SMPL),” sambung Edwin. Pada 28 Oktober, kuasa hukum Dody, Adriel Purba, menyerahkan berkas permohonan tersebut.
Selain Dody, ia juga menyerahkan dokumen dua kliennya yang terlibat dalam kasus ini yaitu Samsul Ma’arif dan Linda Pujiastuti alias Anita. Ketiga tersangka itu diduga terlibat dalam peredaran narkoba yang juga menyeret Irjen Pol Teddy Minahasa selaku Kapolda Sumatra Barat.
Usai pelengkapan pemberkasan, dia berharap LPSK dapat segera mengasesmen permintaannya. "Kami sudah memberikan alasan kuat agar Doddy dan klien kami lainnya bisa diterima menjadi justice collaborator," kata Adriel.
Kasus bermula ketika Teddy diduga menginstruksikan AKBP Dody yang saat itu menjabat sebagai Kapolres Bukittinggi, untuk menukar 5 kilogram sabu dengan tawas. Saat itu Dody meminta Samsul Maarif alias Arif untuk menjalankan perintah Teddy.
Sabu itu pun dijual ke Kampung Bahari, Jakarta. Kemudian polisi menangkap sindikat tersebut dan berimbas kepada penangkapan beberapa anggota polisi di Jakarta. Ketika interogasi, sindikat itu pun menyebut sabu yang ia miliki berasal dari Sumatra Barat. Lantas Teddy terjerat perkara ini.
Pada kasus ini, polisi menetapkan 11 tersangka termasuk Teddy. Mereka dijerat Pasal 114 ayat (3) subsider Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky