tirto.id - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengapresiasi langkah pemerintah yang telah menyerahkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Unaudited tahun anggaran 2015 secara tepat waktu. Penyerahan tersebut diwakili Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro kepada BPK pada 30 Maret 2016 lalu.
Penyerahan LKPP Unaudited tahun anggaran 2015 ini dianggap sebagai momentum besar dalam sejarah akuntansi Indonesia karena menerapkan sistem standar akuntansi pemerintahan (SAP) berbasis akrual untuk pertama kalinya.
Sebagaimana dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, kemenkeu.go.id, Kepala BPK Harry Azhar Aziz menjelaskan bahwa tahun 2015 menandai diberlakukannya LKPP menggunakan SAP berbasis akrual di seluruh instansi pemerintahan, baik pusat maupun daerah.
Penetapan SAP berbasis akrual dalam menyusun LKPP diharapkan bisa meningkatkan kualitas laporan dan tidak memberi efek bias.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Nomor 64 Tahun 2013, SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Untuk diketahui, akrual adalah suatu metode akuntansi di mana penerimaan dan pengeluaran diakui atau dicatat ketika transaksi terjadi, tidak berdasarkan ketika uang kas untuk transaksi-transaksi tersebut diterima atau dibayarkan. Dengan demikian pencatatan dalam metode ini bebas dari pengaruh waktu kapan kas diterima dan kapan pengeluaran dilakukan.
“Sehingga LKPP tahun 2015 yang baru saja kami terima benar-benar dapat memberikan informasi keuangan yang memadai, bermanfaat dan tidak menyesatkan,” ungkap Aziz, di Jakarta, Jumat (8/4/2016).
Aziz mengatakan, selain dapat menginformasikan keuangan yang tidak menyesatkan, kualitas laporan berupa opini BPK menggunakan SAP berbasis akrual juga diharapkan bisa berkolerasi dan berdampak baik untuk kesejahteraan masyarakat.
“Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dapat menjadi indikator pengelolaan keuangan pemerintah yang tepat sasaran melalui program-program pemerintah yang bersentuhan langsung dengan rakyat,” kata Aziz.
Aziz mengungkapkan LKPP tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) tapi juga tanggung jawab seluruh kementerian/lembaga (K/L) karena LKPP merupakan konsolidasi dari 85 laporan Keuangan K/L dalam satu laporan keuangan BUN.
Senada dengan penjelasan dari Kepala BPK, Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengungkapkan pemerintah mengusahakan peningkatan kualitas LKPP dari tahun ke tahun agar tercipta pengelolaan keuangan negara yang tersistematis, transparan, dan akuntabel.
“Pemerintah terus melakukan perbaikan dalam pengelolaan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) agar pertanggungjawaban APBN dapat mencapai kualitas terbaik dan berdampak luas bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tegas Bambang.
Menteri Bambang juga menyatakan pemerintah siap bekerja sama dengan tim auditor BPK guna mewujudkan informasi keuangan yang tidak menyesatkan masyarakat.