Menuju konten utama

Libatkan Ormas Awasi Tempat Hiburan Berpotensi Munculkan Persekusi

Yang perlu diperhatikan saat melibatkan ormas dalam mengawasi hiburan malam adalah munculnya persekusi dan tindakan main hakim sendiri.

Libatkan Ormas Awasi Tempat Hiburan Berpotensi Munculkan Persekusi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno memberi keterangan kepada wartawan saat akan memasuki kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/10/2017). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean.

tirto.id - Penggerebekan diskotek MG International Executive Club oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Jakarta, pada Minggu dini hari (17/12/2017) karena memproduksi narkoba membuat Wakil Gubernur DKI, Sandiaga Uno geram. Selain akan mengevaluasi sejumlah tempat hiburan malam di ibu kota, ia juga akan melibatkan organisasi kemasyarakatan (ormas) untuk mengawasinya.

Sandiaga berkata, partisipasi ormas ini sangat dibutuhkan agar kejadian di diskotek MG tidak terulang dan penggunaan narkoba dapat dicegah. Sandiaga beralasan, cara-cara yang dilakukan Pemprov DKI melalui Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) tidak bisa bekerja maksimal dan membutuhkan pendekatan baru dengan pelibatan masyarakat.

“Sistem pengawasan sekarang kan Satpol PP harus buat pendekatan yang betul-betul fresh. Jadi melihatnya bukan lagi tugas untuk Satpol PP, [namun] tugas untuk semua elemen masyarakat,” kata Sandiaga, di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (19/12/2017).

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI) Defny Holidin mengatakan, gagasan melibatkan ormas dalam rangka pencegahan peredaran dan penggunaan narkoba sebenarnya sah-sah saja. Apalagi jika ormas-ormas tersebut memiliki badan hukum dan terdaftar di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Secara prinsip, kata Defny, hal itu menjadi integral ke dalam salah satu prinsip tata kelola pemerintahan posmodern, seperti good governance dan collaborative governance. Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari pelibatan ormas mengawasi hiburan malam, seperti persekusi dan tindakan main hakim sendiri.

Defny menekankan, harus ada regulasi yang mengatur batas pelibatan publik atau ormas dalam upaya pencegahan dan pemberantasan barang haram tersebut. “Sudah jamak menjadi rahasia umum, defisit regulasi dan akuntabilitas dalam pelibatan ormas ini menjadi pintu masuk legalisasi 'preman' berseragam berlabel 'ormas’,” kata Defny kepada Tirto, Selasa (19/12/2017).

Defny menambahkan “preman” berseragam dan berlabel ormas tersebut yang pada akhirnya biasanya main hakim sendiri. Jika merujuk pada berbagai aksi sweeping yang dilakukan ormas di DKI Jakarta terhadap hiburan malam dan peredaran miras di DKI, maka kekhawatiran yang disampaikan Defny tersebut cukup beralasan.

Pada Juli 2016, misalnya, puluhan orang dari ormas Front Pembela Islam (FPI) melakukan sweeping di Kafe Camden, Keramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Mereka sempat masuk ke kafe tersebut, meskipun tidak ada kerusakan dalam aksi sweeping itu.

Polri sendiri juga telah melarang ormas untuk melakukan sweepinghiburan malam ini. Polri menegaskan tidak boleh ada anggota ormas yang ikut serta bersama petugas kepolisian saat melakukan penegakan hukum melalui sweeping dalam rangka pemberantasan kegiatan asusila, miras dan narkoba. Masyarakat cukup memberikan informasi saja dalam upaya menanggulangi hal tersebut.

Perlu Regulasi Khusus

Defny menggarisbawahi tiga hal penting yang harus menjadi cakupan dalam regulasi untuk kerangka kebijakan melibatkan ormas dalam mengawasi hiburan malam tersebut, antara lain: kredibilitas, batasan-batasan penindakan, serta kemampuan.

Dalam hal ini, kata Defny, Pemprov DKI harus melakukan identifikasi dan penilaian terhadap kredibilitas ormas sebagai mitra Pemprov dan Polda Metro Jaya dalam mengawasi tempat-tempat hiburan malam. Selanjutnya, batasan-batasan tindakan dan limpahan kewenangan ormas juga harus dirumuskan secara jelas. Terakhir, perlu adanya standar kemampuan bagi ormas-ormas itu dalam menjalankan peran dan bersikap atas temuan.

Melalui cara ini, kata Defny, Pemprov DKI dan Polda Metro Jaya tetap bisa memenuhi akuntabilitas publik, sementara ormas-ormas tersebut memenuhi akuntabilitas sosialnya. “Cara ini juga merupakan jalan untuk mengarahkan peran ormas supaya lebih positif dan terberdayakan dengan orientasi peran yang lebih jelas,” kata dia.

Terkait hal tersebut, Sandiaga Uno menyebut bahwa belum ada niat untuk membuat regulasi khusus yang membatasi tindakan pencegahan masyarakat dan ormas. Sandiaga berkata, Pemprov DKI justru baru mendapat masukan dari BNN untuk membuat peraturan terkait Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

"Tadi mendapat saran dari bapak kepala (BNN) dan akan kami tindaklanjuti mengenai pembuatan Pergub, atau Perda sekaligus, terkait P4GN," kata dia di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (19/12/2017).

Selain itu, Sandiaga juga akan menghimbau agar PG4N menjadi kurikulum sekolah, di seluruh tingkatan, mulai dari SD, SMP SMA. "Kita akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan," kata dia.

Terkait pelibatan masyarakat dan ormas, mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia itu mengaku tak khawatir akan terjadi persekusi dalam pelibatan ormas dalam pencegahan narkoba. Menurut Sandiaga, hal itu tak perlu diatur dalam regulasi sebab sudah jelas bahwa penindakan dan penegakan hukum berada di tangan Satpol PP dan Polri.

"Kami enggak tolerir persekusi. Tapi, sekarang yang penting narkobanya dulu. All out kita harus turunkan setiap elemen, setiap kekuatan," ujarnya.

Baca juga artikel terkait DISKOTEK MG atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz