tirto.id - Ketika bulan Ramadan tiba, aksi sweeping rumah makan, tempat hiburan dan lainnya marak dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan atau ormas. Misalnya yang dilakukan oleh sekelompok ormas yang hendak melakukan sweeping di kawasan Margonda, Depok pada Jumat (27/5/2017) dini hari. Namun aksi itu dibubarkan oleh Tim Jaguar Depok.
Melalui video berduarasi 2 menit yang diunggah Twitter Traffic Management Center Polda Metro Jaya dengan akun @TMCPoldametro, terlihat saat itu Tim Jaguar sedang melakukan patroli menggunakan kendaraan bermotor roda dua. Namun saat berpatroli, Tim Jaguar melihat iring-iringan ormas yang juga menggunakan sepeda motor serta membawa bambu. Tim jaguar pun langsung menghentikan mereka.
Saat dihentikan Tim Jaguar, beberapa anggota dari ormas tersebut mengaku ingin melakukan sweeping terhadap geng motor yang dianggap meresahkan warga di wilayah tersebut. Terlihat juga beberapa anggota ormas membawa bambu dalam rencana sweeping tersebut. Ketika ditanya tujuan membawa bambu tersebut, meraka mengungkapkan bahwa bambu itu hanya untuk melindungi diri.
Belum sempat membubarkan geng motor, ormas tersebut malah sudah dibubarkan Tim Jaguar. Salah satu Tim Jaguar mengungkapkan bahwa sweeping adalah tugas dari para penegak hukum termasuk dirinya. Selain itu, membawa bambu seperti yang dilakukan ormas tersebut dapat menimbulkan ketakutan pada warga masyarakat. Demi keamanan dan ketertiban, anggota ormas yang mayoritas berjubah putih itu pun dibubarkan oleh Tim Jaguar.
Tak sekali itu pihak berwajib melakukan pembubaran terhadap aksi sweeping yang dilakukan oleh ormas. Alasannya agar menciptakan bulan suci Ramadan yang tertib, aman dan damai. Target sweeping biasanya rumah makan, tempat pijat, tempat hiburan, hingga geng motor yang meresahkan warga.
Dalam aksi sweeping, tak jarang ormas melakukan kekerasan dan perusakan. Berdasarkan data Kontras, isu sweeping bukanlah hal baru. Pada 2008, ormas Front Pembela Islam (FPI) di Tasikmalaya merazia dan merusak sejumlah warung nasi dan pedagang bakso di wilayah Pasar Wetan, Tasikmalaya karena berjualan makanan pada bulan Ramadan. Aksi itu kemudian dibubarkan oleh polisi.
Pada 2007, FPI Jawa Barat juga melakukan perusakan terhadap warung yang terus buka saat bulan suci Ramadan dan memukuli pemilik warung tersebut termasuk para pembelinya. Alasan ormas tersebut melakukan tindakan tersebut karena dianggap menjual barang haram yakni minuman keras. Sweeping juga tak melulu di bulan Ramadan.
Di hari biasanya, tak jarang ormas juga melakukan sweeping terhadap aktivitas masyarakat yang di anggap “melanggar aturan.” Misalnya yang terjadi di Depok pada 2010. Puluhan orang yang tergabung dalam FPI dan Laskar Pembela Islam (LPI) menerobos masuk ke dalam Hotel Bumi Wiyata Depok, untuk membubarkan Seminar Waria yang sedang berlangsung.
Sejumlah piring dan gelas dihancurkan. Zaenal Abidin yang menjadi salah satu pembicara pun harus menerima pukulan dari salah satu anggota FPI. Massa yang mengamuk tak dapat dibendung polisi. Seusai beraksi, massa pun membubarkan diri dan tak lupa menyampaikan pesan akan kembali jika acara tersebut terus berlangsung.
Aksi sweeping yang tak jarang menimbulkan kekerasan atau main hakim sendiri serta kadang meresahkan warga sehingga patut menjadi perhatian pemerintah. Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Polisi Suntana kemudian mengimbau agar masyarakat atau pun ormas tak perlu melakukan sweeping. Kepolisian Daerah Provinsi Jawa Barat juga melarang aktivitas sweeping oleh ormas selama bulan suci Ramadan.
"Jelas setiap ormas dilarang untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan fungsinya, fungsi sweeping adalah fungsi penegakan hukum," ujar Kapolda Jabar Irjen Pol Anton Charliyan.
Di Yogyakarta, pihak kepolisian meminta ormas untuk tak melakukan sweeping. Sedangkan Bupati Bantul, Suharsono secara tegas melarang adanya sweeping dari ormas selama Ramadan. Begitu pun dengan Pemerintah Kabupaten Sukabumi melarang adanya ormas yang melakukan sweeping.
Dari sisi ormas, sweeping adalah salah satu tindakan untuk mengamankan atau menertibkan lingkungan sekitarnya. Dalam sebuah tulisan yang dipublikasi oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, dijabarkan bagaimana Sigit Qardhawi ketua Laskar Hisbah Solo yang kerap melakukan sweeping di Solo dan sempat menjadi perhatian serius dari aparat keamanan tahun 2005 karena memimpin beberapa gerakan Islami di Solo menggelar sweeping di kafe Pring Kuning dan Restoran Waru Doyong. Aksi sweeping itu sempat menimbulkan kericuhan.
Sigit salah satu yang paling vokal menyuarakan perlawanan terhadap perilaku maksiat seperti judi dan minum minuman keras. Ia pun sering melakukan sweeping karena menurutnya aparat keamanan kurang bertindak tegas dalam penindakan kriminal dan pencegahan minuman keras termasuk di Solo.
Ormas dan Hukum Indonesia
Bagaimana hukum Indonesia mengatur tentang ormas?
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjabarkan tujuan dari ormas adalah untuk meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat, memberikan pelayanan kepada masyarakat, menjaga nilai agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika dan budaya yang hidup dalam masyarakat.
Tujuan lainnya adalah melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup, mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, menjaga dan memelihara dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa serta mewujudkan tujuan negara.
Sedangkan pada pasal 59 dari UU tersebut diatur bahwa ormas dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, rasa atau golongan. Melakukan penyalahgunaan penistaan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia. Ormas dilarang melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Larangan terkait ormas yang tak boleh melakukan tugas aparat penegak hukum itu selaras dengan pernyataan Kapolda DIY Brigadir Jenderal Polisi Ahmad Dofiri yang mengatakan bahwa setiap ormas tidak memiliki hak atau kewenangan untuk melakukan sweeping atau tindakan paksa lainnya.
Sweeping adalah tugas penegak hukum. Kepolisian atau Satpol PP. Satpol PP dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah (Perda). Salah satu kewenangannya adalah melakukan tindakan penertiban terhadap warga masyarakat, aparatur atau badan hukum yang melakukan pelanggaran terhadap Perda.
"Kalau ada sweeping [dari ormas] tentu akan kami tindak tegas. Masyarakat atau ormas manapun tidak boleh melakukan itu," kata dia.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Dosen Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Muhammad Fatahillah Akbar mengungkapkan bahwa upaya paksa pada dasarnya adalah tugas dari pihak kepolisian dan Satpol jika terjadi pelanggaran terhadap perda atau aturan setempat. Namun, ormas dapat berperan dalam mengawasi masyarakat tanpa melakukan tindakan sewenang-wenang atau main hakim sendiri saat mendapati adanya pelanggaran oleh masyarakat setempat.
“Sebaiknya ormas jika melihat kejahatan melaporkan kepada pihak berwajib. Kerja sama dengan pihak berwajib,” ujar Fatahillah kepada Tirto.
Namun jika ada ormas yang tetap “bandel” dan melanggar peraturan yang ada dengan terus melakukan “paksa” maka menurut Fatahillah, ormas itu dapat ditindak sesuai dengan aturan atau hukum yang berlaku. Pada pasal 61 dari UU tentang Ormas, dijelaskan bahwa ormas yang melanggar aturan atau ketentuan yang ada dapat diberi sanksi berupa peringatan tertulis, penghentian bantuan, penghentian sementara kegiatan atau mencabut surat keterangan terdaftar atau mencabut status badan hukum.
Hingga kini isu sweeping masih santer terdengar. Tak jarang warga menjadi resah karena aksi main hakim sendiri oleh ormas. Pembubaran ormas yang ingin melakukan sweeping geng motor di Depok menegaskan bahwa masih ada ormas yang melakukan hal yang menjadi kewenangan aparat negara.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Maulida Sri Handayani