tirto.id - Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) memastikan letusan Gunung Anak Krakatau tidak akan menyamai letusan Gunung Krakatau pada 1883. Sebab, menurut Kepala Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho, masih perlu ratusan tahun bagi Anak Krakatau untuk terjadi letusan besar.
"Tidak mungkin letusannya akan menyamai seperti letusan Gunung Krakatau tahun 1883. Masih perlu waktu ratusan tahun Gunung Anak Krakatau untuk terjadi letusan besar," ujar Sutopo melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Selasa (26/6/2018).
Oleh karena itu, Sutopo mengimbau masyarakat untuk tak perlu takut dan khawatir. Sutopo memastikan, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) akan terus memantau perkembangan Anak Krakatau. Hasil dari pemantauan akan disampaikan ke BNPB, BPBD, dan lembaga terkait.
Meski begitu, Sutopo menyatakan potensi letusan Anak Krakatau tetap ada karena adanya desakan magma ke permukaan. Namun letusan Gunung Anak Kraratau tidak besar. Hanya letusan kecil mengeluarkan abu dan pasir.
Status tetap Waspada yang berlaku sejak 26/1/2012 sampai sekarang. Berdasar sejarah letusan Gunung Anak Krakatau yang muncul ke permukaan sejak 1927 tidak pernah terjadi letusan yang besar.
"Letusan-letusan yang sering terjadi memang diperlukan Gunung Anak Krakatau agar lebih tinggi. Rata-rata bertambah 4-6 meter per tahun tingginya," tandas Sutopo.
PVMBG melaporkan Gunung Anak Krakatau meletus dengan ketinggian kolom abu 1.000 meter di atas puncak kawah pada Senin (25/6/2018) pukul 07.14 WIB.
"Erupsi melontarkan abu vulkanik dan pasir. Erupsi tidak membahayakan penerbangan pesawat terbang. VONA (Volcano Observatory Notice For Aviation) orange," kata Sutopo.
Letusan Gunung yang terletak di Selat Sunda Provinsi Lampung itu, menurut Sutopo, tidak berbahaya selama berada di luar radius 1 km dari puncak kawah. Selain itu erupsi juga tidak membahayakan pelayaran di Selat Sunda.
"Tidak ada perubahan status Gunung Anak Krakatau. Status Waspada artinya aktivitas vulkanik di atas normal sehingga terjadinya erupsi dapat terjadi kapan saja. Tidak membahayakan selama masyarakat tidak melakukan aktivitasnya di dalam radius 1 km," kata Sutopo.
Editor: Dipna Videlia Putsanra