tirto.id - Direktur Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta Yogi Zul Fadli mengisahkan proses pendampingan hukum bagi warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Pihaknya tiba di Polsek Bener sekira pukul 15.00 atau 16.00 wib, untuk menemui warga yang ditangkap polisi.
Ketika mereka tiba, Selasa, 8 Februari 2022, sekitar 20 orang ditangkap dan sedang diinterogasi. LBH Yogyakarta pun menjelaskan kepada polisi perihal kedatangan mereka. “Kami jelaskan bahwa kami akan mendampingi (warga) yang ada di dalam, tapi kami tidak mendapat respons yang sebagaimana mestinya sesuai hukum,” kata Yogi dalam konferensi pers daring, Kamis (10/2).
Polisi tidak mengizinkan LBH Yogyakarta untuk memberikan bantuan hukum karena alasan ada satu warga Wadas terkonfirmasi virus Corona. Yogi cs tak diperkenankan masuk dan polisi meminta mereka menunggu.
LBH Yogyakarta dijanjikan bisa menemui para tertangkap jika warga dipindahkan ke Polres Purworejo. Negosiasi berbasis hukum pun tak mempan. “Kami tetap tidak boleh masuk, kemudian kami diminta pergi dari polsek,” sambung dia.
Sekitar pukul 18, LBH Yogyakarta mendapatkan informasi bahwa warga yang ditangkap bakal ditransfer ke mapolres. Mereka pun pindah tempat dan mengulangi proses negosiasi. Polisi pun tak menerangkan secara jelas dasar penangkapan warga.
“Polisi tidak mampu menjelaskan secara pasti mereka ditangkap karena apa,” ucap Yogi. Polisi sempat menyebutkan penangkapan “karena rangkaian peristiwa”, tanpa menjabarkan dalih pastinya.
Polisi mensyaratkan jika LBH Yogyakarta ingin memberikan pendampingan yaitu wajib swab antigen demi mencegah penyebaran Corona. Syarat berhasil dipenuhi, para pendamping berhasil bertemu warga sekitar pukul 23.00 wib. Saat itu terdapat sekitar 60 orang yang dibekuk polisi. Di Polsek Bener, sebagian dari mereka telah dimintai keterangan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan, tak didampingi penasihat hukum.
Di Polres Purworejo, sebagian warga yang belum dimintai keterangan oleh polisi bisa ditemani LBH Yogyakarta untuk memberikan kesaksian. Pukul 1 pagi, Rabu, 9 Februari, polisi menghentikan pembuatan Berita Acara Pemeriksaan, maka pemeriksaan terhadap 15 warga yang tersisa bakal dilanjutkan pukul 4.30 wib.
Ketika LBH Yogyakarta datang kembali ke polres untuk pendampingan masa Subuh, ada tiga warga yang sedang diperiksa penyidik.
“Perkara tiga orang dinaikkan dari penyelidikan ke penyidikan. Tiga warga diperiksa sebagai saksi dugaan pelanggaran terhadap Pasal 28 UU ITE dan Pasal 14 juncto Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946,” jelas Yogi.
Karena perkara ada di tahap penyidikan, polisi menyita ponsel tiga saksi itu. Penyidikan berdasar laporan polisi yang dibuat pada 9 Februari 2022.
Meski menjadi saksi, bukan tidak mungkin polisi bisa menetapkan ketiganya sebagai tersangka di kemudian hari. “Karena pasal yang disangkakan, polisi lebih banyak mencari kegiatan-kegiatan ketiga orang itu di media sosial. Itu berupaya menggembosi perlawanan masyarakat di media sosial,” ujar anggota LBH Yogyakarta Budi Hermawan.
Ketiga ponsel yang disita polisi pun masih aktif, artinya seluruh media sosial milik tiga saksi kini dikendalikan oleh polisi. Lantas, berdasar data terakhir, 67 warga ditangkap polisi.
Menegasikan kesaksian warga dan pernyataan LBH, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengklaim bahwa tidak ada upaya kekerasan dan situasi mencekam di Desa Wadas dan kondisi kampung itu kemarin tergolong aman.
“Semua informasi dan pemberitaan yang menggambarkan seakan-akan terjadi suasana mencekam di Desa Wadas pada Senin kemarin, itu sama sekali tidak terjadi sebagaimana yang digambarkan, terutama di media sosial. Karena Wadas itu dalam keadaan tenang dan damai, terutama sekarang ini. Yang tidak percaya boleh ke sana siapa saja itu terbuka tempat itu," kata Mahfud, Rabu (9/2/2022).
Pengakuan Mahfud berdasarkan hasil rapat koordinasi antara kementerian dan lembaga terkait, TNI, Polri, serta jajaran Forkopimda Jawa Tengah. Mahfud juga menggelar pertemuan tertutup dengan Komnas HAM untuk mendengar fakta soal kekerasan di Wadas.
Ia mengakui sempat adanya gesekan saat dilakukan pengukuran tanah oleh tim BPN. Gesekan tersebut terjadi akibat pro dan kontra antarwarga Wadas ihwal rencana pembangunan Bendungan Bener. Sejumlah warga menolak penambangan batu andesit di kampungnya untuk keperluan pembangunan bendungan.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri