Menuju konten utama

LBH Pers: Polisi jadi Pelaku Terbanyak Kekerasan Jurnalis pada 2020

LBH Pers mencatat kepolisian menjadi institusi negara yang dominan melakukan kekerasan terhadap jurnalis selama 2020.

LBH Pers: Polisi jadi Pelaku Terbanyak Kekerasan Jurnalis pada 2020
ILUSTRASI. Sejumlah wartawan melakukan unjuk rasa di depan Mapolda Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Kamis (15/10/2020). ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/hp.

tirto.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers merilis laporan tahunan mengenai iklim kebebasan pers dan konflik ketenagakerjaan di bidang media selama 2020, khususnya di masa pandemi. Salah satunya kekerasan yang dialami jurnalis atau pihak lain yang mengancam kebebasan pers sepanjang tahun lalu.

Direktur LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan lembaganya telah menghimpun data dari monitoing pemberitaan media, aduan langsung, hingga konfirmasi korban selama periode 1 Januari hingga 10 Desember 2020.

“Selama periode tersebut menunjukkan angka yang sangat suram bagi kebebasan pers, yakni mencapai 117 kasus, atau naik signifikan sebanyak 32% dibandingkan 2019 dengan angka 79 kasus,” kata Ade dalam laporan yang dirilis, Selasa (12/1/2020).

Menurut LBH Pers, pada 2020 juga ditemukan data, jurnalis tidak hanya berisiko terhadap tindakan kekerasan, tapi juga berisiko cukup tinggi mendapatkan kecelakaan kerja saat meliput aksi demonstrasi.

Dalam temuan LBH Pers, Kepolisian RI menjadi institusi negara yang dominan melakukan kekerasan terhadap jurnalis dengan kasus terbanyak. Kata Ade, pada 2020 menunjukkan angka yang makin memprihatinkan dibanding tahun-tahun sebelumnya.

“Institusi yang mestinya hadir untuk menjamin pemenuhan hak asasi manusia dan penegakan hukum ini, justru tampil sebagai aktor utama kekerasan. Dari 117 kasus yang terdata, 76 kasus di antaranya dilakukan oleh aparat kepolisian,” kata Ade.

Kata dia, tindakan represif oleh aparat banyak terjadi saat aksi protes terhadap pengesahan UU Cipta Kerja pada Oktober 2020.

Pelaku lain yang melakukan kekerasan dan pelanggaran pers adalah militer sebanyak dua kasus. Sedangkan untuk pelaku anonim—tidak diketahui—menempati posisi kedua yaitu sebanyak 12 kasus. Serangan dilakukan tidak hanya secara konvensional. Beberapa pelaku melakukan serangan siber terhadap jurnalis atau perusahaan media dengan identitas anonim.

“Selama 2020, tercatat 99 jurnalis mengalami kekerasan baik berupa penganiayaan, intimidasi, penangkapan, penghapusan data liputan, hingga serangan siber. Aksi protes pengesahan Omnibus Law menjadi salah satu faktor meningkatnya serangan terhadap jurnalis, setidaknya ada 71 kasus,” kata Ade.

Baca juga artikel terkait KEBEBASAN PERS atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz