tirto.id - Aturan larangan mudik Lebaran 2021 mulai diberlakukan besok, 6 Mei sampai 17 Mei. Selama periode tersebut, masyarakat tidak boleh melakukan mobilisasi apapun, termasuk bepergian ke luar kota.
Ada 381 titik penyekatan yang disiapkan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk mencegah masyarakat melakukan mudik Hari Raya Idul Fitri 1442 hijriah.
"Titik penyekatan paling banyak yakni di Jawa Barat dan Jawa Tengah," kata Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri Komjen Pol Arief Sulistyanto di Jakarta, Rabu (5/5/2021), seperti dilansir Antara.
Titik penyekatan tersebut mulai dari Sumatera Selatan hingga Pulau Bali. Para personel akan mulai bersiaga pada Kamis (6/5) di titik-titik yang telah ditentukan.
Komjen Pol Arief Sulistyanto mengingatkan masyarakat agar tidak nekat dan mencari celah atau mencari jalan pintas supaya bisa mudik. Sebab, polisi sudah bersiaga dan mengantisipasi hal itu.
"Jangan sampai kucing-kucingan karena pasti akan ketemu," ujar dia.
Tidak hanya penyekatan mudik, pada 17 Mei 2021 Polri juga tetap menyiagakan personel untuk mengamankan pascamudik.
Polri mewaspadai masyarakat yang ingin bertolak ke ibu kota atau daerah lain setelah Hari Raya Idul Fitri. Sebab, jangan sampai pendatang baru ke suatu daerah membawa atau sudah terpapar COVID-19.
"Ini bisa membahayakan kesehatan orang yang sudah patuh atau tidak mudik," ujarnya.
Bagi masyarakat yang kedapatan nekat mudik, petugas akan melakukan tes usap cepat antigen dan GeNose. Jika positif akan diisolasi. Sementara bila negatif diminta putar balik atau kembali ke rumah.
Tidak hanya itu, Kabaharkam Komjen Pol Arief memastikan travel yang nekat membawa penumpang mudik akan ditindak tegas dan diberikan sanksi.
"Kalau travel resmi akan ditilang atau kendaraannya ditahan, sementara travel tidak resmi selain ditilang kendaraan akan ditahan sampai waktu yang ditentukan oleh undang-undang," ujar dia.
18,9 Juta Orang masih Nekat Mudik, Kata Satgas
Kepala Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengatakan sebanyak tujuh persen dari penduduk Indonesia, atau diperkirakan 18,9 juta orang masih nekat ingin mudik ke kampung halaman, usai ditetapkannya larangan mudik.
"Tujuh persen dari 270 juta penduduk kita sangat besar, sekitar 18,9 juta orang. Tugas kita adalah mengurangi angka ini sekecil mungkin," ujar Doni dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Merdeka Barat 9 di Jakarta, Rabu.
Doni meminta seluruh pihak, baik di pemerintah pusat, pemerintah daerah sampai dengan di tingkat desa dan kelurahan agar bekerja keras mengingatkan masyarakat untuk jangan mudik menjelang Idul Fitri.
Ia mengajak seluruh pihak untuk bersabar dan menahan diri tidak mudik, karena jika dibiarkan maka sangat pasti terjadi penularan oleh mereka yang datang dari luar di kampung halaman.
Terlebih saat terjadi lonjakan kasus COVID-19, Doni mengatakan di tiap-tiap daerah belum tentu memiliki rumah sakit yang memadai untuk perawatan pasien terpapar dan belum tentu ada dokter yang merawat.
"Akibatnya mereka yang terpapar COVID-19 bisa menjadi fatal, bisa mengakibatkan kematian, dan banyak daerah yang mengalami peristiwa seperti itu pada tahun lalu," ujarnya.
Doni meminta agar bagaimana caranya pemerintahan di tingkat teratas hingga terendah memberikan sosialisasi kepada masyarakat setiap saat setiap jam, setiap menit, dan setiap detik.
"Lebih baik hari ini kita lelah, dianggap cerewet, daripada korban COVID-19 berderet-deret, karena sudah tidak ada lagi pilihan lain," kata dia.
Doni menyebut keputusan larangan mudik merupakan keputusan politik negara kepala negara Presiden Joko Widodo, dan diharapkan tidak ada boleh satupun pejabat pemerintah yang berbeda narasinya.
Editor: Agung DH