Menuju konten utama

Kurva Corona Tinggi, Anies Masih Tutup Pembelajaran di Sekolah

Kondisi di DKI Jakarta belum bagi anak-anak dari ancaman COVID-19.

Kurva Corona Tinggi, Anies Masih Tutup Pembelajaran di Sekolah
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (ketiga kanan) bersama Wali Kota Bogor Bima Arya (kedua kiri) dan Direktur Keuangan PT KAI (Persero) Rivan A Purwantono (kiri) meninjau penumpang KRL Commuter Line di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Senin (15/6/2020). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/wsj.

tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan belum memiliki rencana membuka sekolah untuk kegiatan belajar mengajar secara langsung selama masa pandemi COVID-19 ini.

Dia menyatakan akan membuka sekolah dan melakukan pembelajaran tatap muka secara langsung setelah kondisi DKI Jakarta benar-benar aman dari COVID-19.

"Kami di DKI baru akan membuka sekolah setelah benar-benar aman, dan saat ini belum aman untuk anak-anak. Karena itu, kami belum berencana membuka sekolah di Jakarta untuk kegiatan belajar mengajar," kata Anies di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Selasa (16/6/2020).

Untuk sementara ini, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu menuturkan kegiatan belajar mengajar masih di rumah.

"Jadi kami masih berencana untuk mengadakan kegiatan belajar mengajar dari rumah. Nanti setelah bulan Juli, kita lihat situasinya seperti apa," ucapnya.

Anies meminta kepada wali murid dan masyarakat percaya bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tetap memprioritaskan keselamatan warganya.

"Nomor satu adalah keselamatan. Karena itulah, kami selalu mengatakan bahwa lebih baik aman, lebih baik berhati-hati daripada menyesal di kemudian hari," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menjelaskan sejumlah persyaratan apabila sekolah di Indonesia dapat melakukan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka.

Pertama, pembelajaran tatap muka hanya bisa dilakukan di kota/kabupaten yang telah dinyatakan sebagai zona hijau, sementara zona kuning (risiko rendah), zona oranye (risiko sedang), dan zona merah (risiko tinggi) masih tidak diperkenankan.

Nadiem menyebut, hanya 6 persen dari populasi pelajar Indonesia yang berada di zona hijau.

Jika suatu wilayah telah masuk zona hijau menurut gugus tugas, pemerintah daerah masih harus memberikan izin pembelajaran tatap muka. Syarat selanjutnya, sekolah harus memenuhi sejumlah kriteria sebelum memulai pembelajaran tatap muka.

Syarat-syarat tersebut sebagai berikut:

  • Ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan. Hal ini mencakup toilet bersih, sarana cuci tangan, dan desinfektan;
  • Mampu mengakses fasilitas layanan kesehatan (Puskesmas, rumah sakit, dan lainnya)
  • Kesiapan penerapan area wajib masker;
  • Memiliki Thermogun;
  • Melakukan pemetaan terhadap warga satuan pendidikan yang tidak boleh melakukan kegiatan di lingkungan sekolah. Kelompok ini antara lain, orang dengan kondisi medis penyerta yang tidak terkontrol, orang yang tidak memiliki akses transportasi untuk jaga jarak, memiliki riwayat berpergian ke zona merah atau zona oranye, memiliki riwayat kontak dengan pasien positif COVID-19, dan orang yang baru menyelesaikan karantina mandiri 14 hari;
  • Membuat kesepakatan dengan komite sekolah terkait kesiapan pembelajaran tatap muka.

Syarat terakhir adalah wali murid mengizinkan anaknya untuk kembali belajar di sekolah.

"Jadi misalnya Pemda sudah mengizinkan dan satuan pendidikan itu sudah memenuhi ceklist, sekolah boleh memulai pembelajaran tatap muka. Tetapi tidak boleh memaksa murid yanh orang tuanya tidak memperkenankan untuk pergi ke sekolah karena belum cukup merasa aman untuk pergi ke sekolah," kata Nadiem.

Baca juga artikel terkait TAHUN AJARAN BARU atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali