Menuju konten utama

Kuota Rumah Murah Kurang, Pengusaha Usul Pengalihan Subsidi Gas

Kadin mengusulkan peralihan subsidi untuk menutup kekurangan rumah bersubsidi.

Kuota Rumah Murah Kurang, Pengusaha Usul Pengalihan Subsidi Gas
Buruh bangunan mengecat di lokasi pembangunan perumahan bersubsidi di Mranggen, Demak, Jawa Tengah, Jumat (3/2). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan realisasi Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) pada 2017 bisa digunakan untuk 550.000 unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc/17.

tirto.id - Tahun 2020 kuota rumah bersubsidi diperkirakan akan habis pada bulan April 2020 lantaran pengusaha hanya punya alokasi Rp11 triliun setara 86 ribu unit rumah dari total kebutuhan Rp29 triliun atau 260 ribu unit.

Pengusaha pun mengusulkan alternatif untuk memenuhi kekurangan kuota ini. Salah satunya adalah pengalihan subsidi LPG 3kg yang belakangan disebut pemerintah tak tersalurkan tepat sasaran.

“Tentu banyak subsidi pemerintah yang harus dievaluasi. Itu kenapa kami ke komisi VII. Di Migas misal gas dan sebagainya kalau tidak tepat sasaran alangkah baiknya digeser untuk subsidi perumahan,” ucap Plt. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti Setyo Maharso dalam konferensi pers di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (23/1/2020).

Setyo bilang usulan ini hanya ditujukan bagi penyaluran gas subsidi yang tidak tepat sasaran saja. Ia bilang pengusaha memahami kalau subsidi gas ini memengaruhi hajat hidup orang banyak.

Namun, ia mengatakan usulan ini bukan satu-satunya. Di samping itu, pengusaha juga mengusulkan adanya pengalihan bantuan, sarana, dan utilitas (PSU) dan subsidi bantuan uang muka (SBUM) menjadi subsidi selisih bunga (SSB) untuk menambal kekurangan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

“Pengalihan ini akan menambah bantuan sebesar 128.125 unit,” ucap Setyo.

Ia bilang usulan pengalihan PSU dan SBUM ini akan menjadi yang pertama dicoba sebelum beranjak pada usulan subsidi gas dan alternatif lainnya. Di samping kedua solusi ini, ia juga mengusulkan agar pemerintah memanfaatkan dana pemerintah daerah yang mengendap di rekening kas umum.

Dari total dana mengendap sebanyak Rp186 triliun, ia bilang 10 persennya saja atau Rp18,6 triliun sudah bisa membantu lantaran jumlahnya setara kekurangan kuota hari ini yaitu Rp18 triliun. Ia mengklaim kalau hal ini diperbolehkan sesuai UU No. 1 Tahun 2011 kalau perumahan dan permukiman mendapatkan kemudahan/bantuan dari pemerintah daerah.

Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaja punya usulan lain. Ia mengatakan pemerintah bisa mengalihkan sebagian dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Tenaga Kerja untuk pembiayaan rumah pekerja. Ia bilang sekitar 70 persen penerima dana FLPP adalah peserta BPJS TK.

“Jika dana dari BPJS TK dan subsidi yang tidak tepat sasaran seperti gas bisa disalurkan untuk perumahan rakyat, pembahasan FLPP bisa langsung selesai,” ucap Endang dalam konferensi pers di Menara Kadin, Kamis (23/1/2020).

Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida punya usulan lain di luar mengutak-atik BPJS TK dan subsidi. Ia menyarankan pemerintah membedakan bunga bagi masyarakat berpenghasilan minimal Rp4 juta diterapkan bunga 8 persen dan kurang dari Rp4 juta bunga 5 persen untuk cicilan 20 tahun.

“Kategori konsumen di bawah Rp4 juta disalurkan anggaran Rp1 triliun untuk 8.888 unit rumah dan di atasnya disalurkan Rp10 triliun untuk meng-cover 141.300 unit rumah,” ucap Totok di Menara Kadin.

Baca juga artikel terkait RUMAH BERSUBSIDI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti