tirto.id - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menetapkan seorang pria berinisial AWI sebagai tersangka kasus penyelewengan Minyakita. Dalam kasus ini, penyidik menetapkan AWI lantaran mengemas Minyakita tidak sesuai dengan yang tertera di kemasan.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, mengatakan AWI merupakan pemilik merangkap kepala cabang sekaligus pengelola PT Ayarasa Nabati. Penyidik pun sudah menggeledah lokasi yang berada di Jalan Tole Iskandar Nomor 75 RT01 RW19 Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat.
“Tempat tersebut memang menyimpan dan memproduksi MinyaKita kemasan dalam bentuk kemasan botol maupun pouch dengan isi yang ukurannya berbeda dengan yang tertera di label pada kemasan tersebut,” kata Helfi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (11/3/2025).
Hasil temuan penyidik, kata Helfi, tersangka melalui perusahaannya telah mengemas Minyakita dengan isi 700 mililiter sampai dengan 800 mililiter. Padahal, dalam kemasan tertera 1 liter atau 1000 mililiter.
“Di mana mesin tersebut tertera di mesinnya volume yang akan dimasukkan ke dalam botol sudah disetting di situ, yang satu 802 mililiter, yang satu lagi 760 mililiter,” ungkap dia.
Menurut Helfi, bahan baku minyak goreng curah tersebut didapatkan tersangka dari PT ISJ melalui trader bernama D di daerah Bekasi. Tersangka AWI membelinya dengan harga Rp18.100 per kilo.
“Kemudian tersangka mendapatkan kemasan botol dan pouch dari trader PT MGS di daerah Kota Bekasi, Jawa Barat, dengan harga untuk kemasan botolnya Rp930 per botol, per pcs,” ujar Helfi.
Sedangkan kemasan pouch, kata Helfi, dibeli tersangka dengan harga Rp680 per pcs. Lalu, untuk kemasan dua liter dibeli tersangka dengan harga Rp870 per pcs.
Helfi mengemukakan, tersangka mengaku telah menjalankan usaha ini sejak Februari 2025. Setiap harinya, tersangka telah memproduksi 400-800 kantong Minyakita.
“Tersangka melanggar Undang-Undang Pelindungan Konsumen tepatnya di Pasal 62, juncto Pasal 8, dan Pasal 9, dan Pasal 10, Undang-Undang Nomor 8, tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen. Atau Pasal 102 juncto 97, dan atau Pasal 142, juncto Pasal 91, Ayat 1, Undang-Undang Nomor 18, tahun 2012 tentang Pangan. Dan atau Pasal 120, Undang-Undang Nomor 3, tahun 2014 tentang Perindustrian. Dan atau Pasal 66, Juntuh, Pasal 25, Ayat 3, Undang-Undang Nomor 20, tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilian Kesesuaian. Dan atau Pasal 106 juncto Pasal 24 dan atau Pasal 108 juncto Pasal 30, Undang-Undang Nomor 7, tahun 2014 tentang Perdagangan dan/atau Pasal 263 KUHP,” tutur Helfi.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama