tirto.id - Tim kuasa hukum Romahurmuziy mengajukan pencabutan permohonan praperadilan, Selasa (14/5/2019). Pencabutan putusan praperadilan dilakukan setelah hakim menerima permohonan dari pemohon yakni Romahurmuziy.
"Yang disampaikan ke saya ini dari penasihat hukum, ada surat catatan dari kuasa dan memohon mencabut praperadilan," ujar hakim tunggal Agus Widodo di PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (14/5/2019).
Namun, biro hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar putusan tetap dibacakan karena sidang sudah mencapai momen akhir.
"Untuk pencabutannya karena kita sudah serangkaian sampai akhir. Kami termohon ingin yang mulia tetap bacakan putusan," ujar biro hukum KPK Evi Laila.
Tim kuasa hukum pun tidak keberatan dengan permohonan KPK. Tapi, tim kuasa hukum meyakini praperadilan bisa dibatalkan.
"Sebagaimana pleidoi kami atas nama klien kami, kami menyampaikan surat pencabutan praperadilan, sementara pihak pemohon keberatan, maka sepenuhnya saya serahkan kepada yang mulia. Meskipun kalau di hukum pencabutan perkara masih bisa sepanjang belun diputus," ucap tim kuasa hukum Romahurmuzy, Maqdir Ismail di pengadilan negeri Jakarta selatan, Jakarta.
Romahurmuziy (RMY) mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus jual-beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama.
Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur Haris Hasanudin (HRS), dan mantan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq (MFQ) sebagai tersangka.
Persidangan pun direncanakan akan memasuki pembacaan putusan, Selasa (14/5/2019).
KPK menduga ada transaksi yang dilakukan oleh HRS dan MFQ kepada RMY. Transaksi tersebut diduga terkait seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama.
Diduga, HRS sebelumnya telah menyerahkan uang sebesar Rp250 juta kepada RMY untuk memuluskan langkah HRS menjabat Kepala Kanwil Kemenag Jatim. Dalam penanganan perkara tersebut, KPK mengamankan uang hingga Rp156 juta.
KPK menyangka RMY melanggar pasal pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Sementara itu, HRS melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Tipikor.
Sementara itu, MFQ disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno