Menuju konten utama

KSSK Pantau Risiko Stagflasi ke Ekonomi RI

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mewaspadai risiko stagflasi terhadap perekonomian Indonesia.

KSSK Pantau Risiko Stagflasi ke Ekonomi RI
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan keterangan saat konferensi pers hasil 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) G20 di Nusa Dua, Badung, Bali, Sabtu (16/7/2022). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/Pool/wsj.

tirto.id - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mewaspadai risiko stagflasi dan ketidakpastian pasar keuangan global terhadap perekonomian Indonesia. Stagflasi sendiri merupakan kondisi ekonomi ketika inflasi dan kontraksi terjadi dalam satu waktu.

“Meningkatnya risiko stagflasi dan ketidakpastian pasar keuangan global menjadi perhatian dari KSSK,” kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati yang juga sebagai Ketua KSSK, dalam Konferensi Pers : Hasil Rapat Berkala III KSSK 2022, ditulis Selasa (2/8/2022).

Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi global diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, tekanan inflasi yang kian meningkat hal ini seiring dengan kenaikan harga komoditas telah menyebabkan gangguan rantai pasok dan diperparah dengan berlanjutnya perang di Ukraina.

"Kebijakan-kebijakan proteksionisme terutama di bidang pangan juga semakin meluas," ungkapnya.

Berbagai negara terutama Amerika Serikat (AS) telah merespon tingginya inflasi dengan mengetatkan kebijakan moneternya. Bank sentral bahkan lebih agresif dalam meningkatkan suku bunga acuannya, sehingga menyebabkan pemulihan ekonomi di AS tertahan.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan langkah tersebut meningkatkan terjadinya fenomena stagflasi yaitu inflasi tinggi yang dikombinasikan dengan kondisi perekonomian yang melemah. Hal tersebut dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara termasuk AS, Eropa, Jepang, Cina dan India yang diperkirakan akan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.

"Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) telah merevisi ke bawah terhadap proyeksi pertumbuhan global untuk dari 4,1 persen menjadi 2 persen oleh Bank Dunia bank dan 3,6 persen ke 3,2 persen oleh IMF," ujarnya.

Sementara ketidakpastian di pasar keuangan global akibat tingginya inflasi di negara maju dan pengetatan kebijakan moneter juga mengancam ekonomi RI. Terutama mengakibatkan aliran keluar modal asing, khususnya investasi portofolio.

“Ini juga menekan nilai tukar Rupiah di berbagai negara berkembang,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait STAGFLASI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin