tirto.id - Pertarungan Kroasia vs Inggris pada Kamis (12/7/2018) pukul 01.00 WIB di Stadion Luzhniki, Moskwa akan menjadi duel dua tim dengan 'gaya' berbeda. Jika Kroasia memiliki Luka Modric yang pemain nomor 10 tulen, maka Inggris mengembangkan 'sepak bola tanpa nomor 10'.
Keberhasilan Kroasia menembus semifinal Piala Dunia kedua setelah menunggu 20 tahun tidak dapat dilepaskan dari sosok Luka Modric. Dia bukan hanya kapten tim, tetapi juga pengatur serangan kharismatik tim. Modric tercatat meraih tiga penghargaan man of the match sepanjang gelaran Piala Dunia 2018.
Dalam lima pertandingan, Luka Modric melepaskan 12 umpan kunci, lima di antaranya umpan panjang dan tujuh sisanya umpan pendek, tanda kecermatannya dalam membidik celah di pertahanan lawan dalam setiap keadaan. Modric juga memiliki rerata umpan akurat 86 persen, dan dinilai Whoscored sebagai pemain terbaik Kroasia dengan 7,78 poin.
Sementara itu, Inggris datang ke semifinal Piala Dunia 2018 justru tanpa sosok pengatur serangan seperti Luka Modric. Meskipun Raheem Sterling mengenakan nomor punggung 10, dia bukanlah pemain dengan posisi sama seperti Modric.
Dalam lima laga di Piala Dunia 20198, Inggris menggunakan formasi 3-1-4-2. Sebagai ganti 'kehilangan nomor 10 murni', pelatih Gareth Southgate memakai tiga gelandang serang: Dele Alli, Jesse Lingard, dan Sterling.
Jika melihat perbandingan umpan kunci antara trio gelandang serang Inggris dan Modric, terdapat perbedaan mencolok. Modric sendirian mengirim 12 umpan kunci, sedangkan Alli-Lingard-Sterling jika digabungkan sekalipun menciptakan 11 umpan kunci, satu lebih sedikit dari sang gelandang Real Madrid.
Sementara itu, terkait akurasi umpan, hanya salah satu dari trio gelandang Inggris yang memiliki persentase umpan lebih baik daripada Luka Modric. Raheem Sterling memiliki akurasi 85,1 persen, Dele Alli lebih buruk dengan 77,5 persen.
Akan tetapi, ada Jesse Lingard yang 93,4 persen. Dari 143 percobaan, Alli hanya salah mengumpan 10 kali, satu umpan panjang yang gagal, dan sembilan sisanya umpan pendek yang mentah.
Jika Alli 'menutupi' kekurangan trio gelandang serang Inggris dalam akurasi umpan, maka lain lagi fungsi Raheem Sterling. Dia sering dicibir karena kemampuan mencetak gol yang sangat kurang. Pemain Manchester City itu belum juga mengoyak gawang lawan dari 7 percobaan, 3 dari luar kotak penalti, dan empat sisanya dari dalam kotak penalti.
Namun, Zlatko Dalic, pelatih Kroasia, memberi perhatian khusus kepada Raheem Sterling menjelang laga semifinal ini. Sementara itu, Gareth Southgate memberikan apresiasi yang sama untuk sang mantan pemain Liverpool. Kata kuncinya adalah kombinasi dan kemampuannya menghubungkan bola dari tengah ke depan.
"Saya tidak terkejut bahwa Kroasia mengidentifikasi Raheem sebagai pemain kunci. Jika Anda melihat pola menyerang kami, dan cara empat pemain depan kami berkombinasi, ia berperan besar dalam hal itu.
"Gerakan tanpa bolanya luar biasa bagi kami. Dia adalah ancaman besar bagi lawan. Melawan Swedia, dia adalah ancaman besar sepanjang laga," kata Southgate dikutip Sky Sport.
Sterling melakukan 12 dribble sepanjang Piala Dunia, enam di antaranya sukses. Jumlah ini lebih banyak daripada siapapun di Inggris: Ruben Loftus Cheek (11), Lingard (9), Fabian Delph (7), dan Marcus Rashford (7).
Jika melihat laga melawan Swedia, pergerakan Sterling ada di mana-mana. Ia menyentuh bola di seluruh wilayah lawan, entah di dalam-luar kotak penalti, sisi kanan, kiri, atau tengah. Ia yang membuat aliran bola Inggris, meski tanpa nomor 10, mengalir lancar.
Lalu, dalam duel antara Kroasia vs Inggris, siapa yang akan menjadi pemenang? Vatreni yang memiliki Luka Modric sang pengatur serangan alamiah, atau Tiga Singa yang mengombinasikan tiga gelandang serang untuk menutupi tidak adanya nomor 10 murni di kubu mereka?
Editor: Fitra Firdaus