tirto.id - Wakil Presiden Jusuf Kalla buka suara terkait Bandara Kertajati, di Majalengka, Jawa Barat yang sepi peminat sejak diresmikan Presiden Joko Widodo pada Mei 2018. Pria yang akrab disapa JK ini menyebut hal itu disebabkan perencanaan pembangunan bandara yang kurang matang.
Salah satunya, kata JK, adalah pemilihan lokasi bandara yang terlalu jauh dari pusat kota. Lantaran itu, kata dia, banyak maskapai penerbangan komersial yang enggan membuka rute ke Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) ini.
“Kalau berada 20-30 kilometer dari Bandung masih oke, tapi ini, kan, hampir 100 kilometer. Jadi, kalau mau ke Bandung lewat Kertajati mesti naik mobil lagi sampai 100 kilometer, jadi lebih baik langsung saja ke Bandung," kata JK di kantornya, Selasa (9/4/2109).
Direktur Keuangan dan Umum PT BIJB--perusahaan pelat merah sebagai operator bandara--Muhammad Singgih membenarkan bahwa faktor lokasi memang turut menyebabkan bandara Kertajati kurang laku.
Singgih mengatakan dirinya tak tahu persis bagaimana proses penentuan lokasi pembangunan bandara tersebut. Hal ini lantaran perencanaan pembangunan bandara sudah dilakukan sejak era sebelum Jokowi.
Namun, kata Singgih, hal tersebut sudah diantisipasi dalam tahap feasibility study atau uji kelayakan.
“Kalau dari studi kelayakan itu yang melakukan juga dari lembaga kredibel kok. Ada dari Singapura, juga ITB. FS-nya [feasibility study]. Jadi saya pikir kalau tahapan perencanaannya memang sudah dilakukan Pemprov [Jawa Barat] dengan berbagai studi-studi," ujar dia saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (10/4/2109).
Karena itu, menurut Singgih, sepinya Bandara Kertajati justru lebih disebabkan oleh minimnya akses dari wilayah sekitarnya. Salah satunya, akses tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) yang langsung tersambung ke bandara.
Sebab, kata dia, belum adanya akses penunjang itu membuat beberapa maskapai penerbangan angkat kaki dan tak lagi membuka rute ke bandara tersebut. Per akhir Maret lalu, bahkan hanya maskapai Citilink yang masih beroperasi melayani penumpang.
Padahal, target penumpang yang terlayani hingga akhir 2019 nanti mencapai 2,7 juta orang. "Dua bulan pertama kemarin masih jauh. Kami baru menerbangkan sekitar 30 ribu penumpang," kata Singgih menambahkan.
Sebaliknya, Direktur AIAC Aviation Jakarta, Arista Atmadjati tak sepakat bila pembangunan Bandara Kertajati disebut tanpa perencanaan yang matang. Sebab, menurut dia, rencana pembangunan Bandara Kertajati sudah digodok sejak era pemerintahan SBY.
Jika ditilik kembali, lini masa pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat itu memang dimulai sejak 2003 atau di era Presiden ke-5 Megawati. Namun, izin penetapan lokasi bandara internasional itu baru keluar pada 2005 di era Presiden SBY.
Lantaran Pemprov Jawa Barat saat itu tidak memiliki anggaran cukup, maka pembangunan sempat terkendala dan izin penetapan lokasi diperpanjang hingga 2012. Barulah pada era Presiden Joko Widodo pada 2014, pembangunannya dimulai kembali dan diresmikan pada 24 Mei 2018.
Arista justru optimistis Bandara Kertajati bisa menjadi andalan penerbangan, baik domestik maupun internasional. Hal ini tak lepas dari potensi pasar di sekitar lokasi bandara yang akan terus berkembang.
"Prospek bagus, cuma semua harus sabar. Saya optimis, kan, penduduk Jabar ada 40 juta. Itu market potensial, terutama untuk masyarakat Cirebon, Sumedang, Majalengka, Tasikmalaya, Banjar, Ciamis dan Bandung," kata dia.
Infrastruktur penunjang di sekitar bandara Kertajati yang tengah dibangun juga akan jadi faktor utama untuk membentuk ekosistem Kertajati yang lebih baik.
Jika infrastruktur penunjang di sekitar bandara sudah rampung, maka bandara Kertajati dapat mengambil pasar lebih besar. Apalagi, selama ini keberadaan Bandara Husein Sastranegara Bandung dinilai kurang ideal.
“Kertajati itu, kan, menyasar market dari Bandung, pengganti Bandara Husein Sastranegara karena itu ada bandara punya AU di sana, enggak ideal karena banyak diapit gunung-gunung," kata Arista menambahkan.
Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Logistik, Multimoda, dan Keselamatan Perhubungan Cris Kuntadi mengatakan, pemerintah tengah mengkaji apakah nantinya Kertajati akan jadi bandara pengganti atau bandara tambahan untuk menunjang kapasitas penumpang di Bandara Husein Sastranegara.
Jika nantinya BJIB Kertajati ditetapkan sebagai pengganti dan bandara Husein ditutup operasionalnya, maka ia yakin aktivitas penumpang di bandara tersebut akan membludak.
“Jadi akan dipindah semuanya ke Kertajati. Itu alternatif pertama. Alternatif kedua adalah untuk menambah kapasitas. Jadi kalau di [bandara] Husein nanti full, misalnya, maka bisa dialihkan ke Kertajati,” kata Cris Kuntadi.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz