Menuju konten utama
PKPU First Travel

Kreditur Minta Proposal Perdamaian First Travel Direvisi

Proposal perdamaian First Travel, yang disampaikan dalam sidang lanjutan PKPU tidak diterima, oleh rapat kreditur. Para korban First Travel meminta proposal itu diperbaiki dengan memberi jaminan kuat hak para kreditur akan dipenuhi.

Kreditur Minta Proposal Perdamaian First Travel Direvisi
Seorang korban kasus penipuan travel umroh dan haji PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel menunjukan proposal perdamaian saat mengikuti sidang Perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Jakarta, Jumat (29/9/2017). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Rapat kreditur menolak menerima proposal perdamaian yang disampaikan oleh pihak First Travel pada Jumat (29/9/2017). Mereka meminta proposal perdamaian itu direvisi. Pihak PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) menyerahkan proposal itu dalam sidang lanjutan perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, hari ini.

Anggota Tim Pengurus PKPU First Travel, Sexio Yuni Noor Sidqi (Kiky) menjelaskan para kreditur keberatan dengan isi proposal perdamaian itu sebab isinya belum lengkap sehingga perlu direvisi.

Berdasar data Pengurus PKPU, jumlah resmi kreditur First Travel mencapai 59.994 pihak dengan nilai klaim sebesar Rp1,002 triliun. Pihak kreditur ada dua kategori. Pertama, kreditur konkuren terdiri dari 59.801 calon jemaah umrah, tujuh vendor, dan 89 agen. Kedua, pihak kreditur preferen yang terdiri dari satu tagihan pajak dan 96 gaji karyawan.

Kiky menjelaskan para kreditur keberatan karena proposal perdamaian First Travel tidak menjelaskan secara pasti jadwal keberangkatan para calon jemaah umrah dan status izin pemberangkatannya. Jaminan dari First Travel pada pembiayaan keberangkatan para calon jemaah umrah juga dinilai lemah. Selain itu, proposal perdamaian tidak menawarkan solusi bagi calon jemaah umrah yang ingin uangnya kembali.

Menurut Kiky, kekuatan jaminan soal kepastian pemberangkatan para calon jemaah umrah First Travel bisa menjadi penentu kesepakatan antara kreditur dan debitur. Kesepakatan itu akan menjadi dasar homologasi, yakni pengesahan hakim atas persetujuan kedua pihak untuk mengakhiri kepailitan.

Dia menegaskan para kreditur tidak ingin First Travel ditetapkan pailit dalam proses PKPU ini. Bila perusahaan itu dipailitkan, para kreditur akan kesulitan mendapatkan haknya.

“Nanti, kami rapat untuk bahas proposal lagi, dengan catatan, proposal diperbaiki dan dimasukan segera ke pengadilan,” kata Kiky.

Tahap selanjutnya, pada Selasa (3/10/2017), sidang PKPU akan melakukan pengambilan suara terkait dengan persetujuan atas proposal perdamaian First Travel. Apabila para kreditur setuju, perdamaian terjadi.

Konsekuensi kesepakatan itu, sebagaimana isi proposal perdamaian First Travel, para calon jemaah umrah akan diberangkatkan dengan masa tenggang 1 tahun usai hasil PKPU disetujui. Di masa tenggang itu, First Travel mencari investor untuk memperoleh pembiayaan. Pihak kreditur juga bisa memberikan tambahan waktu tenggang, tapi maksimal hanya 225 hari usai kesepakatan PKPU muncul.

Namun, apabila proposal perdamaian itu ditolak oleh kreditur, First Travel akan dinyatakan pailit dan asetnya disita untuk dilelang. Para calon jemaah umrah tidak akan diberangkatkan. Selain itu, karena termasuk kreditur konkuren, pembayaran klaimnya baru dilakukan usai kreditur preferen menerima realisasi tagihannya yang senilai Rp314,91 juta dan gaji karyawan sebanyak Rp 645,3 juta.

Kiky menjelaskan pengambilan suara ditentukan berdasar hitungan Rp10 juta per 1 suara. Jika tagihan kreditur lebih besar dari nilai itu, ada tambahan 1 suara di setiap kelipatan Rp5 juta. Artinya, kreditur pemilik tagihan Rp 15 juta, bisa menerima hak 2 suara.

Hasil ditentukan bila jumlah pemungutan suara melebihi 50 persen dari total suara. Untuk persetujuan proposal, kata Kiky, “Butuh lebih dari setengah yang setuju dan (setara) lebih dari 2/3 tagihan. (Minimal) Rp 600 – Rp 700 miliar (suara pemilik tagihan) harus setuju.”

First Travel Klaim Sudah Mendapatkan Investor

Sementara itu, Kuasa Hukum First Travel, Deski menjelaskan permintaan revisi proposal perdamaian itu muncul sebab sumber dana kliennya untuk pemberangkatan jemaah umrah dianggap belum jelas.

Sebaliknya, dia mengklaim kliennya sudah menemukan investor. Para investor itu siap bekerjasama atau membeli seluruh saham First Travel. Mereka juga tertarik mempekerjakan pasangan pemilik First Travel, Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan sebab dianggap lihai mengelola bisnis perusahaanya.

Akan tetapi, Deski tidak menjelaskan identitas investor itu maupun alasan mereka tertarik mengambil alih First Travel. Dia juga mengaku belum mengetahui nilai penjualan saham First Travel.

“Saya belum tahu niatan orang ini (investor first travel),” ujarnya. “Bisa jadi dia (investor) ingin menolong jemaah (calon jemaah umrah), atau mempunyai kepentingan di 2019.”

Deski memastikan biaya pemberangkatan 50-an ribu calon jemaah umrah First Travel tidak akan diambil dari aset-aset milik kliennya yang sudah disita kepolisian. Sebab, aset-aset itu hanya bernilai Rp50 miliar dan tidak bisa dijual sebelum proses persidangan rampung. “Tidak pernah ada kata kami akan menjual aset,” ujarnya.

Dia juga menjelaskan, meski izin First Travel sudah dicabut oleh Kemenag, pemberangkatan calon jemaah umrah bisa lewat kerjasama dengan konsorsium Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) lain. Selain itu, kata dia, kliennya juga berencana menggugat pencabutan izin itu ke PTUN.

“Pada PTUN ini, begitu kami ajukan maka status dicabutnya izin kami akan menjadi status quo, sehingga kami tetap bisa memberangkatkan jemaah umrah,” kata dia.

Baca juga artikel terkait FIRST TRAVEL atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom