tirto.id - PT Krakatau Steel (KRAS) telah merampungkan restrukturisasi terbesar dalam keuangan Indonesia. Meski demikian, PT KRAS mengaku masih was-was karena masih menghadapi terjangan impor baja yang sempat membuat perusahaan plat merah itu tertekuk lantaran sulit bersaing.
“Kita memberi masukan ke pimpinan, ke pak menteri, wamen gimana langkah-langkah membuat pasar dan industri lebih sehat. Perlu level playing field yang fair. Ini banyak pelaku impor memanfaatkan celah-celah,” ucap Direktur Utama PT KRAS Silmy Karim dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Selasa (28/1/2020).
Silmy bilang sampai saat ini masih ada sejumlah importasi baja menghindari bea masuk, bahkan dari negaranya memberi insentif pajak atau tax rebate. Alhasil menurutnya, Indonesia masih dibanjiri oleh baja impor.
Pada tahun 2019, KRAS dan pelaku baja lainnya memang kerap mengeluhkan kebijakan pemeriksaan di luar kawasan pabean atau post border. Hal itu diatur dalam Permendag 22 Tahun 2018 meski sistemnya dikembalikan lagi seperti sedia kala melalui Permendag 110 Tahun 2018.
Meskipun sudah ada upaya untuk memperbaiki pemeriksaan untuk mencegah masuknya baja impor tak sesuai ketentuan, Silmy menilai hal itu belum cukup. Menurutnya pelanggaran terkait pengalihan HS Code sampai kandungan baja masih kerap terjadi.
Ia pun mengusulkan agar pemerintah mencabut ketentuan bea masuk anti dumping dan anti subsidi. Sebaliknya bagi importasi ditetapkan harga minimum impor.
“Banyak pengalihan dia mengaku alloy steel padahal dia karbon steel. Itu ada pengalihan HS Code,” ucap Silmy.
Lalu ia juga meminta pemerintah mempertimbangkan agar pelabuhan bagi importasi baja dibatasi saja menjadi 2-3 lokasi untuk memudahkan pengawasan. Terakhir ia meminta ada standardisasi baja dari hulu sampai hilir.
“Kalau tidak standar, nanti ada yang nakal pakai bahan lebih tipis. Kalau lebih tipis nanti kita harus ubah mesin jadi perlu standar nasional,” ucap Silmy.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti